Literasi Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Kemampuan membaca dan bernalar anak-anak Indonesia berada di level mengkhawatirkan.
Jumlah penderita diabetes anak meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu penyebabnya adalah konsumsi makanan dan minuman dengan kandungan pemanis, pewarna, ataupun zat kimia yang berbahaya bagi tubuh.
Di kantin-kantin sekolah, siswa-siswi bertransaksi makanan dan minuman tanpa membaca. Komposisi makanan yang tertulis di lapisan plastik pembungkus sekedar penghias belaka.Â
Kondisi yang serupa tergambarkan dari belanjaan orang tua. Rak-rak minimarket dipenuhi oleh makanan dan minuman tidak sehat, sementara orang tua sering kali tidak membaca komposisi yang tertulis sebelum memenuhi keranjang belanjaan dengan zat-zat 'beracun'.
Pernah suatu hari saya menanyakan pada anak jenis makanan apa yang dibeli oleh teman-temannya di sekolah. Beberapa yang paling sering disebut adalah jenis minuman dan makanan berpemanis. Daging olahan seperti sosis begitu mudah masuk dalam sistem percernaan siswa-siswi di dalam lingkungan sekolah.Â
Saya berusaha aktif mengedukasi anak untuk tidak membeli makanan tanpa label. Jika ia ingin membeli sesuatu, saya mengharuskannya untuk terlebih dahulu membaca tulisan di label komposisi memastikan: tanggal kadarluasa, jenis pewarna, dan zat pemanis.Â
Edukasi seperti ini cukup efektif untuk memfilter jenis makanan dan minuman tidak layak konsumsi bagi anak. Selain itu, saya menambah wawaasan anak dengan bacaan tentang zat-zat berbahaya dalam makanan dan minuman yang wajib dihindari.
Bagi saya pribadi, pendekatan literasi melalui edukasi makanan dan minuman penting untuk dikenalkan pada anak lebih awal.Â
Kemampuan membaca perlu dipraktikkan langsung dengan mengajak anak memperlajari hal-hal sederhana. Sayangnya, sedikit sekali jumlah orang tua yang mengajak anak membaca label makanan, sehingga konsumsi makanan tidak sehat terus berlanjut dari rumah ke lingkungan sekolah.Â
Lantas, manfaat seperti apa yang didapat anak dari kemampuan membaca? apakah orang tua dan guru hanya berhenti disana tanpa mengajarkan tujuan membaca pada anak?
Hilirisasi Literasi
Kelemahan pendidikan di Indonesia adalah ketidakmampuan bernalar kritis. Akar dari masalah ini boleh jadi karena sistem pendidikan yang terlalu berorientasi pada hasil ketimbang proses.Â