Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Soroton Media Asing di Tragedi Kanjuruhan, Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?

3 Oktober 2022   20:33 Diperbarui: 3 Oktober 2022   21:32 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi di dalam stadion Kanjuruhan. www.kompas.com

Hari ini saya mencoba membaca beberapa media asing yang menyorot tragedi Kanjuruhan pada pertandingan bola di Indonesia, diantaranya dailymail, nytimes, bbc, the guardian, dan news.sky.

Tujuan utama saya adalah ingin melihat bagaimana tendensi pemberitaan yang dibangun oleh media asing selepas kejadian yang menghilangkan 100 lebih nyawa dalam sekejap.

Sekilas saya melihat mayoritas berita asing yang saya sebutkan diatas mempertanyakan standar pengamanan yang dilakukan oleh polisi di dalam stadion karena tembakan gas air mata yang dinilai tidak sesuai prosedur.

Di samping itu, pertanyaan juga mengarah pada pihak manajemen yang dinilai menjual tiket lebih banyak dari standar bangku penonton yang terlihat melebihi kapasitas tampung stadion. Benarkah demikian?

Berikut beberapa kalimat yang disorot oleh berita asing : 

  • Human rights organizations condemned the use of tear gas, which is prohibited by FIFA, soccer's global governing body
  • "The police did not warn us before they fired teargas at us. So when the crowd broke, it was full of panicked and suffocating people with burning eyes," he said.
  • Indonesian police are facing increasing pressure over their management of crowds during the Kanjuruhan stadium disaster,
  • One eyewitness told the BBC that police had fired numerous tear gas rounds "continuously and fast" after the situation with fans became "tense".
  • Harrowing video shows fans scaling fences as they try to escape the smoke, which did not dissipate, with some falling to the ground and losing consciousness and being trampled under a stampede. 

Dari beberapa kalimat diatas jelas terlihat beberapa pemakaian kata yang menjurus jeleknya penanganan di lapangan, kata warn, condemn, increase pressure, fired semuanya mengarah pada pemakaian gas air mata yang dianggap menyalahi aturan.

Sedangkan pada kalimat "as they try to escape the smoke, which did not dissipate" menggambarkan usaha para penonton yang berusaha menyelamatkan diri dari gas air mata namun tidak berhasil karena asap yang tidak hilang, akhirnya membuat beberapa orang terjjatuh hilang kesadaran dalam lautan desakan. 

Peristiwa naas ini menjadi tanda tanya besar akan dua hal: sistem manajemen dan pola pengamanan. Terlihat bahwa pihak manajemen tidak siap menghadapi kondisi dengan ada beberapa pintu keluar yang dipercaya penonton tidak bisa dibuka saat mereka mencoba keluar untuk menghindari gas air mata.

The Guardian memberitakan  'Three witnesses told the Guardian teargas was fired not only at fans on the pitch but also at crowds who had remained in the stands, and that no warning was given'

Adanya indikasi bahwa polisi juga menyemprotkan gas air mata pada penonton yang hanya berdiri dan tidak ada peringatan sama sekali. Jika ini benar, maka perlu dipertanyakan kualitas pengamanan dalam stadion. Apakah tidak diberi pelatihan?

Sementara ada pernyataan bahwa terdapat sejumlah anak-anak yang juga ikut menonton menjadi korban "At least 32 children were among those killed. The youngest was aged three or four". 

Walaupun demikian, berita loka sindonews memberitakan hanya 17 yang meninggal. Sebagaimana kutipan dalam berita :"17 di antaranya masih usia anak dan 7 anak lainnya masih menjalani perawatan di rumas sakit," kata Retno Listyarti ketika dikonfirmasi, Senin (3/10/2022).

Lantas, apakah pihak keamanan mengetahui bahwa ada sejumlah anak-anak dibawah umur yang berada di dalam stadion? jika iya, kenapa pihak polisi berani melakukan tembakan gas air mata yang jelas sangat membahayakan.

Seharusnya, kondisi seperti ini harus sudah dipetakan dengan baik, termasuk kerjasama dengan pihak manajemen. Artinya, pintu keluar harus benar-benar bisa terbuka jika kericuhan terjadi. 

Apakah ada pihak kepolisian yang menjaga pintu keluar? apakah pihak manajemen berusaha memberikan arahan bagi penonton dan menuntun penonton ke jal;an keluar dengan baik?

Jika memang benar pihak manajemen sudah melakukan sesuai prosedur, kenapa anak-anak tidak mendapat prioritas ketika kondisi darurat terjadi? apakah pihak manajemen memiliki data akurat tribun sebelah mana yang diduduk penonton anak-anak?

Hal-hal simpel seperti ini bisa saja dilakukan jika pemetaan penonton dilakukan dengan benar dan tentunya tertib. Dengan meluapnya jumlah penonton sebagaimana diberitakan, tentunya mengundang segudang pertanyaan lain.

Berapa hasil penjualan tiket saat pertandingan? adakah alokasi khusus untuk kemudian dipakai untuk para korban, baik yang sudah tiada dan yang masih membutuhkan perawatan?

Semoga kejadian serupa tidak lagi terjadi!

Referensi (1), (2), (3), (4)


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun