Sementara ada pernyataan bahwa terdapat sejumlah anak-anak yang juga ikut menonton menjadi korban "At least 32 children were among those killed. The youngest was aged three or four".Â
Walaupun demikian, berita loka sindonews memberitakan hanya 17 yang meninggal. Sebagaimana kutipan dalam berita :"17 di antaranya masih usia anak dan 7 anak lainnya masih menjalani perawatan di rumas sakit," kata Retno Listyarti ketika dikonfirmasi, Senin (3/10/2022).
Lantas, apakah pihak keamanan mengetahui bahwa ada sejumlah anak-anak dibawah umur yang berada di dalam stadion? jika iya, kenapa pihak polisi berani melakukan tembakan gas air mata yang jelas sangat membahayakan.
Seharusnya, kondisi seperti ini harus sudah dipetakan dengan baik, termasuk kerjasama dengan pihak manajemen. Artinya, pintu keluar harus benar-benar bisa terbuka jika kericuhan terjadi.Â
Apakah ada pihak kepolisian yang menjaga pintu keluar? apakah pihak manajemen berusaha memberikan arahan bagi penonton dan menuntun penonton ke jal;an keluar dengan baik?
Jika memang benar pihak manajemen sudah melakukan sesuai prosedur, kenapa anak-anak tidak mendapat prioritas ketika kondisi darurat terjadi? apakah pihak manajemen memiliki data akurat tribun sebelah mana yang diduduk penonton anak-anak?
Hal-hal simpel seperti ini bisa saja dilakukan jika pemetaan penonton dilakukan dengan benar dan tentunya tertib. Dengan meluapnya jumlah penonton sebagaimana diberitakan, tentunya mengundang segudang pertanyaan lain.
Berapa hasil penjualan tiket saat pertandingan? adakah alokasi khusus untuk kemudian dipakai untuk para korban, baik yang sudah tiada dan yang masih membutuhkan perawatan?
Semoga kejadian serupa tidak lagi terjadi!