Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Quiet Firing dan Quiet Quitting, Dua Istilah yang Lahir dari Generasi Berbeda

22 September 2022   13:14 Diperbarui: 22 September 2022   13:29 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi quiet firing. Sumber: kompas.com

Nah, perbedaan manajemen kerja jaman dahulu dan sekarang pastinya berbeda. Ini menyebabkan kultur kerja yang diwariskan dari generasi berbeda juga memiliki keunggulan dan kekurangan tersendiri.

Misalnya, sebelum penggunaan komputer secara masif, pekerjaan administrasi masih menggunakan mesin tik atau tulisan tangan yang tidak bisa digandakan dengan cepat.

Ketika komputer hadir dengan perangkat software yang handal, ritme kerja berubah dan dengan sendirinya merubah kultur kerja dari individu menjadi grup atau bisa saja sebaliknya.

Artinya, apa yang dahulu dianggap sulit bisa dengan mudah diselesaikan oleh perorangan melalui penggunaan software tertentu. Disatu sisi ini sangat membantu pada efisiensi kerja, disisi lain ini bisa menjadi bumerang.

Berbicara efisiensi kerja, kita juga membahas produktifitas. Seharusnya, dengan penggunaan software produktifitas kerja bisa di dongkrak, namun sayangnya ada faktor lain yang juga berperan disini.

Misalnya, etos kerja dan budaya kerja yang buruk bisa saja memperlambat kerja sehingga tidak efektif dan berunjung pada menurunnya produktifitas. 

Contoh kecil, para pegawai yang seharusnya mempermudah akses kepada masyarakat dengan penggunaan software saat bekerja tidak menjamin hasil akhir yang memuaskan jika etos buruk dengan budaya santai dan tidak mengupgrade diri dengan baik.

Pemicu quiet quitting dengan kultur kerja santai tentunya berakibat negatif bagi para pekerja. Lumrahnya fenomena berhenti dalam senyap tidak harus terjadi jika pekerja mampu bercermin dari kualitas kerjanya.

Jika pekerja merasa tidak puas atau kerja mereka tidak setimpal dengan gaji, maka ada baiknya terlebih dahulu melihat rekam jejak kerja mereka, apakah sudah melakukan sesuai SOP kerja atau mungkin saja belum maksimal.

Sah-sah saja jika pekerja sudah merasa melakukan yang terbaik untuk perusahaan atau tempat kerja, lalu disisi lain perusahaan tidak memanusiakan pekerja dengan upah setimpal atau memberi bonus jika pencapaian meningkat.

Manajemen dan kultur kerja sebuah perusahaan juga sangat berkontribusi pada mundurnya karyawan secara masif, jika ini terjadi perusahaan harus bersiap untuk dirugikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun