Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Menanamkan Nilai Karakter kepada Anak dari Dalam Rumah

14 November 2019   11:57 Diperbarui: 15 November 2019   18:36 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kebersamaan ibu dengan anak anak (Ilustrasi: Shutterstock/Alfira)

Setiap keluarga yang hidup dalam satu atap walau terpisah oleh dinding tentu akan bertatap muka setiap hari. Ayah, ibu dan anak akan saling beriteraksi dalam keseharian menghadapi dinamika kehidupan. 

Dalam tatanan pendidikan banyak yang tidak memahami bahwa pendidikan paling awal dimulai dari rumah. Rumah adalah sekolah pertama bagi anak dan sekaligus menjadi "anti virus" paling ampuh ketika sang anak mulai keluar dari rumah. 

Sayangnnya, banyak orangtua yang mengabaikan hal ini atau bahkan tidak menyadari betapa pentingnya cara mereka beriteraksi dengan anak memiliki efek jangka panjang dalam kehidupan sang anak kelak.

Dalam keluarga tidak sedikit orangtua yang gagal memberikan contoh baik bagi anak. Kenapa demikian? Jika kita perhatikan hanya sebagian kecil orangtua yang paham bahwa ucapan, perbuatan, dan kelakuan mereka adalah cerminan buat anak. Seringkali orangtua berharap hal positif dari anak tapi memberikan contoh negatif kepada anak. 

Pada akhirnya anak tidak mendapat pelajaran dari orangtua karena antara pesan disampaikan dan visualisasi pesan tidak sinkron. Sebagai contoh, ketika orangtua mendapati anak sedang menangis terkadang beberapa dari mereka menakuti sang anak berharap agar mereka diam. Tapi orangtua tidak menyadari bahwa sang anak akan belajar dari apa yang dicontohkan. Tidak tertutup kemungkinan sang anak akan mengaplikasi metode yang sama untuk mendiamkan sang adik saat ia menangis. 

Contoh lainnya ketika orangtua menginginkan anaknya pintar, lantas mengirim anak ke kursus dan berharap agar anak bisa dapat juara dikelas. Seberapa banyak orangtua yang mampu bertahan duduk bersama anak dan mengajari sang anak secara langsung? Mungkin jawabannya sangat relatif. 

Orangtua terkadang menginginkan hasil instan tanpa mau menginvestasi waktu bersama anak. Ketika anak "terpaksa"  harus belajar, sedangkan usaha mereka jarang diapresiasi maka akan terbentuk pola pikir bahwa hasil adalah segalanya. 

Ketika sang anak dipaksakan untuk mencapai target sementara orangtua acuh tak acuh dan tidak memuji usaha sang anak acapkali akan mempengarungi psikologi perkembangan sang anak. Selayaknya orangtua perlu mendampingi anak dalam proses belajar mengajar untuk menanamkan karakter bagi anak. 

Pendidikan karakter tidak bisa didapat di sekolah, melainkan melalui hubungan orangtua dan anak secara intens. Bagaimana orangtua memperlakukan anak, berinteraksi dengan anak, memberikan contoh kepada anak, semua ini melahirkan karakter dalam diri anak. 

Orangtua yang berbicara dengan nada tinggi dan condong memerintah, akan menghadirkan anak dengan temperamen tinggi ketika dewasa. Begitu pula sebaliknya, orangtua yang lemah lembut dan mengajak anak membantu dirumah dengan bekerjasama akan melahirkan anak dengan pribadi yang sopan dan juga ramah membantu. 

Kenapa banyak anak yang tidak peka membantu orangtua saat mereka dewasa? Hal ini tidak terlepas dari pola asuh yang salah. Anak-anak yang hidup dalam rumah dengan cermin yang retak akan besar dengan bayangan yang pecah.

Intinya, saat anak masih kecil, orangtua gagal memberikan contoh baik seperti berbicara dengan lemah lembut, saling membantu, saling menghargai, bersabar, maka saat dewasa mereka tidak membawa nilai-nilai ini kedalam diri mereka. Akhirnya, mereka besar dengan sifat acuh tak acuh, mudah emosi, tidak bisa menghargai orang, dan kasar. 

Lebih mudah dipahami anak dengan rentan waktu 1-7 tahun hanya mampu mendownload apa yang mereka dengar dan apa yang mereka lihat, sementara kemampuan "mengupload" baru akan berfungsi saat anak masuk ke fase 8 tahun keatas. 

Apa yang terjadi jika yang didownload adalah nilai-nilai buruk dari orangtua dan lingkungan sekitar? Saat kemampuan upload berfungsi, mereka akan "menginstall" kembali nilai ini dan menjadi aplikasi dalam kehidupan mereka sampai besar. 

Jika kita mendapati anak dengan kelakuan buruk ,maka cek kembali aplikasi apa yang mereka install. Bisa jadi dulu saat mereka kecil banyak program tidak baik yang mereka download dari orangtua dan lingkungan. 

Kalau tidak ingin anak mewarisi sifat buruk, maka mulailah menjaga ucapan dan perbuatan. Berinteraksilah layaknya orangtua dan anak, hadirkan contoh yang baik, dan ajari mereka nilai-nilai baik untuk bekal mereka ketika dewasa.

Jangan berharap kepada sekolah, karena selaku orangtua kita yang harus membangun sekolah di dalam rumah. Saat anak nyaman berada dirumah, mereka tidak akan menemukan alasan untuk berada diluar rumah. Tapi jika mereka lebih nyaman menghabiskan waktu di luar rumah, maka itu pertanda rumah tidak lagi berfungsi dengan baik. 

Bagaimana menurut Anda, apakah rumah kita sudah berfungsi selayaknya rumah? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun