Mohon tunggu...
Tunjung Eko Wibowo
Tunjung Eko Wibowo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Berdamai Dengan Hati dari belajar menulis, membaca dan mencintai diri sendiri pasca pensiun

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berdamaialah dengan Hati (Yourself is a Good as Your Mindset)

21 November 2022   11:22 Diperbarui: 21 November 2022   11:30 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen : Photo Tunjung EW

"Sometimes life doesn't give us what we want, not because we don't deserve it, but because we deserve more thant that, which is self respect"

Saya bukan penulis yang baik ataupun hebat. Saya hanya ingin mencari sebuah jawaban atas rasa penasaran di dalam hal ini, apakah benar menulis dan menjadi Penulis adalah sebuah kebanggaan? Kalau jawabannya " Ya", mengapa? Tapi kalau seandainya jawabannya "tidak" tentu ada banyak alasan untuk mengatakan hal tersebut. Walaupun saya sendiri menulis secara konsisten sejak tahun 2008 pertengahan. Namun apa yang saya dapatkan, mungkin bagi orang lain akan berbeda dengan apa yang saya pikirkan.

Mereka barangkali akan memikirkan "buat apa capek-capek menulis" ada juga yang beranggapan, "buat apa kamu menulis". Serta masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari sebuah kebiasaan saya ini. Ada pula yang mengatakan biar saya jadi polpuler. Jawaban itu tidak salah, mereka benar dengan apa yang mereka katakan ataupun pikirkan terhadap saya. Namun, setiap orang punya alasan tersendiri dan punya hak atas apa yang dilakukannya. Termasuk dalam hal ini adalah menulis. Apakah mereka dalam anggapan dirnya penulis harus butuh pengakuan, butuh jati diri dan butuh di hargai. Semua itu tidak salah, karena domain mereka sendiri yang akan menentukan arah dan tujuannya. Karena masing-masing punya tanggung jawab, hak dan kewajiban masing-masing.

Berkaca dari reward yang diadakan oleh Kompasiana, begitu banyak tanggapan, ulasan dan berbagai hal di ungkap di dalamnya. Saya baru seumur jagung dalam menulis di platform blog seperti Kompasiana. Di bandingkan yang lain, dengan latar belakang tokoh yang hebat, ribuan artikel yang dibuat, ratusan follower hingga berbagai predikat lainnya. Saya hanya penulis awam, kalau penyanyi sebutannya "penyanyi kamar mandi". Jika seorang penulis mungkin bisa jadi sebutannya "penulis buku diary". 

Tulisan saya paling hanya wira-wiri di facebook, twiteer dan instagram. Sehingga maklum jika di bandingkan yang lainnya kalah start. Dari hal yang saya amati untuk pemberian reward di Kompasiana. Di mulai kita mengajukan siapa, lalu di pilih oleh pihak Kompasiana hingga terpilih dari beberapa sahabat yang terpampang dan di umumkan. Hingga kita vote atas pilihan kita dengan  (syarat dan ketentuan berlaku).

Banyak sekali hal yang saya amati, bahwa dari sebuah reward atauapun calon penerima reward barangkali sudah sesuai dengan bidangnya, konsistensi menulisnya, hingga sudah cukup tenar sebagai publc figure. Hingga semua itu bisa di jadikan jawaban atas rangkaian acara reward ini hingga final nanti. Menulis sendiri membawa dampak besar terhadap perkembangan dan tingkat baca untuk dewasa ini. Kemudahan dalam mengakses media hasil dari menulis dapat dilakukan dengan metode apa saja, mulai sebagai bloger, influencer, penulis indie dsb. Hal itu juga menumbuhkan komunitas terdekat kita saat menulis sudah jadi sebuah kebiasaaan. Secara psikologis penulis menginginkan agar karyanya bisa tayang dan di baca orang lain. Dengan tulisan hasil karya tsb bisa tayang, mereka akan nbangga. Apalagi seperti saya, menulis baru 3 biji dan salah satunya jadi headline di Kompasiana. Lumrah dong saya senang, tapi sekaligus kaget "kok bisa". Begitulah lika-liku penulis dan kepenulisan di media apapun.

Namun sebenarnya apa yang dicari kita sebagai penulis, apapun jawbanya adalah kebenaran walaupun bukan keenaran mutlak. Kalau saya mengamatii sepanjang kita menulis sebagai sebuah kegemaran, kegiatan dan konsistensi. Apapun nanti hasilnya itu yang sebenarnya sebuah kebanggaan bagi penulis (menurut saya). Karena tujuan awal atau tujuuan kita menulis itu yang tahu adalah diri kita sendiri.  Harus diakui dan tidak dinafikkan jika dengan menulis saya pernah menikmati hasilnya secara nyata dalam wujud uang. Namun bukan itu, pada hakikatnya rasa bangga bukan berdasarkan mendapatkan reward dalam bentuk materi, melainkan rasa bangga karena tulisan saya dibaca orang banyak, bahkan tidak jarang di-share ke blog-blog pribadi. Memang menulis itu tidak mudah, tetapi egois dan budaya malu seorang penulis harus ada. Mengapa saya sampaikan hal itu, karena saat ini masih ada dan cukup beragam. Seorang penulis muncul dan rajin pada saat akan ada hal besar. Sehingga jika hal-hal itu yang dilakukan seolah-olah kita menulis hanya untuk sebuah perlombaan semata.

Saya tidak menyalahkan hal itu, mungkin karena faktor kesibukan, pekerjaaan utama dll. Kadang hal ini menimbulkan rasa untung rugi kita dalam menulis atau sbagai penulis. Apapun yang kita tulis asalkan hal itu sebagai prestasi terhadap diri kita sendiri, kita tidak pernah berpikir untung ruginya menulis. Konsistensi adalah kunci dari sebuah hobby dan jati diri. 

Bagi penulis sebuah hasil karya yang pada akhirnya terbaca di lingkungan sosial pertama yaitu keluarga itu sudah merupakan bukti kalau tulisan kita ada manfaat. Penulis juga harus melewati masa peka sehingga suatu saat jika tulisan itu tidak di anggap, berarti kita harus memperbaiki ide dari tulisan kita. Saya  berpendapat bahwa sangat jelas bahwa dunia menulis itu dunianya hati. Hal itu juga sangat penting bagi penentuan kualitas kehidupan kita dalam menjalankan kegiatan menulis. Karena kita sudah menciptakan ruang yang berguna baik melalui media apapun. Pendapat di atas hanyalah pendapat dari ulasan pribadi saya.

Pada dasarnya reward mengandung implikasi dari proses sebuah kegiatan yang penggunaannya harus bersifat konsisten dan sistematis, mengingat sasaran metode itu harus mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Mereka harus mampu sebagai role model kalau memang layak untuk mendapatkan reward. Sehingga hanya muncul saat musim semi dan menghilanf saat musim kering. Buat saya model menuls seperti itu ya kurang pas. Karena dari berbagi artikel yang saya baca seolah yang tumbuh itu patah dan hilang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun