Mohon tunggu...
Asrul Ibrahim Nur
Asrul Ibrahim Nur Mohon Tunggu... -

Postgraduate student by current position. Researcher by passion. Backpacker by obsession

Selanjutnya

Tutup

Politik

Peran Mahasiswa dalam Pemberantasan Korupsi: Quo Vadis?

18 April 2010   14:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:43 2756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pendahuluan
Pemberantasan korupsi adalah salah satu agenda besar bangsa Indonesia pasca gelombang reformasi tahun 1998, sebagai negara yang menganut prinsip negara hukum  maka penegakan hukum (terutama dalam pemberantasan korupsi) merupakan hal yang harus dilaksanakan dalam setiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena gerakan pemberantasan korupsi lahir dari gelombang reformasi maka pencetus reformasi harus ikut melakukan gerakan pemberantasan korupsi yang ada di Indonesia.
Mahasiswa sebagai pencetus reformasi 1998 semestinya terlibat secara aktif dalam pemberantasan (termasuk pencegahan) korupsi, hal tersebut dilakukan sesuai dengan perannya sebagai agent of change dan iron stock bangsa ini. Peran mahasiswa dalam pemberantasan korupsi perlu dipertanyakan secara kritis, mengingat bahwa unsur mahasiswa selain sebagai pencetus reformasi juga merupakan calon pemimpin masa depan yang sejak dini harus disadarkan mengenai bahaya korupsi bagi kesejahteraan rakyat.

Partisipasi Mahasiswa: Mencari Format Gerakan
Wacana mengenai partisipasi di negara demokrasi sering menjadi diskursus yang diulas terus-menerus, adagium demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat sedikit banyak belum secara berkesinambungan diterapkan di Indonesia, secara akademis studi mengenai partisipasi sudah banyak dilakukan oleh banyak ahli, salah satunya adalah oleh Arnstein yang mengklasifikasikan partisipasi dalam delapan tipe partisipasi yaitu manipulasi, terapi, penyebarluasan informasi, konsultasi, placation, kemitraan, delegasi kekuasaan, dan kontrol masyarakat. Delapan tipe partisipasi tersebut diklasifikasikan secara bertingkat-tingkat mulai dari bentuk partisipasi yang semu sampai partisipasi yang benar-benar bisa mengendalikan kebijakan atau suatu produk hukum.
Delapan tipologi tersebut diklasifikasikan dalam tiga jenis partisipasi yaitu non partisipasi, partisipasi semu, dan kekuatan warga. Jenis tipe partisipasi yang non partisipasi adalah manipulasi dan terapi, sedangkan partisipasi yang semu adalah penyebarluasan informasi, konsultasi, dan placation, tipe partisipasi kekuatan warga adalah kemitraan, delegasi kekuasaan, dan kontrol masyarakat. Tipologi yang diungkapkan Arnstein tersebut bukan dijadikan ukuran apakah peran mahasiswa dalam pemberantasan korupsi sudah terkategori partisipatif, namun dari tipologi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa partisipasi bukanlah sekedar melibatkan mahasiswa secara pasif, melainkan harus melibatkan secara aktif sehingga pencegahan dan pemberantasan korupsi bisa semakin melibatkan banyak pihak.
Berdasar delapan tipologi di atas maka dapat dianalisis bentuk partisipasi seperti apa yang dilakukan oleh mahasiswa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Menurut penulis selama ini peran mahasiswa adalah dalam tahap non partisipasi dan partisipasi semu, hal itu terlihat dari kegiatan yang dilakukan mahasiswa (pasca 1998) dalam upaya pencegahan dan pemberantasan belum banyak gerakan mahasiswa yang menjadi mitra resmi dari lembaga penegak hukum yang terkait dengan pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Berdasar pengalaman penulis bahwa memang seringkali mahasiswa atau lembaga kemahasiswaan dilibatkan dalam proses edukasi terhadap masyarakat mengenai korupsi, namun hal tersebut dirasa kurang mengingat korupsi sebagai extraordinary crime memiliki karakteristik kejahatan (tindak pidana) yang sudah membudaya dan susah untuk diungkap, oleh karena itu perlu ada tindakan lebih atau bentuk partisipasi lebih dari mahasiswa.
Penguatan peran dan partisipasi tersebut dapat dilakukan dengan menjadikan mahasiswa atau lembaga kemahasiswaan sebagai mitra resmi atau bahkan dijadikan sebagai investigator lapangan. Namun sebelum sampai pada tahap tersebut perlu ada evaluasi internal gerakan mahasiswa (baik secara kelembagaan maupun perorangan) mengenai efektivitas gerakan mahasiswa untuk memberikan tekanan ke atas (pemerintah) dan juga mengajak yang ada di bawah (masyarakat secara umum), selain itu perlu adanya perbaikan citra bahwa mahasiswa bukan hanya pendemo jalanan yang hanya bisa berteriak-teriak, tetapi juga insan akademis yang mampu memberikan kontribusi positif terhadap perbaikan bangsa.

Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan dari tulisan singkat ini adalah bahwa gerakan mahasiswa kurang berperan secara aktif dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia, hal tersebut bisa disebabkan oleh ketidakmampuan gerakan mahasiswa itu sendiri, ketiadaan akses dan kesempatan untuk melakukan hal tersebut, dan/atau peran yang dilakukan mengalami stagnasi bentuk gerakan.
Berdasar hal tersebut maka saran yang diberikan adalah bahwa seyogianya mahasiswa membuktikan diri mampu menjadi mitra aparat penegak hukum untuk mencegah dan memberantas korupsi. Selain itu hal penting lainnya adalah mahasiswa (baik secara kelembagaan maupun perorangan) terlebih dahulu harus terbukti bersih dari praktik korupsi, hal yang sangat lucu jika mahasiswa itu sendiri melakukan korupsi sementara dalam berbagai kesempatan mahasiswa menuntut pemberantasan korupsi dilakukan tanpa tebang pilih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun