Mohon tunggu...
Mas Teddy
Mas Teddy Mohon Tunggu... Buruh - Be Who You Are

- semakin banyak kamu belajar akan semakin sadarlah betapa sedikitnya yang kamu ketahui. - melatih kesabaran dengan main game jigsaw puzzle. - admin blog https://umarkayam.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hidup dari Undian Berhadiah

11 Desember 2017   14:12 Diperbarui: 11 Desember 2017   14:15 9379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari lombaapasaja.com

Tulisan berikut ini merupakan kisah nyata yang saya alami dari tahun 1995 -- 1997 yang lalu. Bukan saya yang jadi pemeran utamanya, tapi salah seorang teman kerja saya, sebut saja namanya Untung.

Sesuai dengan namanya, seolah-olah Untung ini selalu atau sangat beruntung nasibnya. Mungkin sudah jadi garis tangannya bahwa nasibnya selalu beruntung. Tiap kali ikut undian selalu dapat hadiah, baik yang hadiah hiburan maupun yang hadiah utama. Mulai dari hadiah yang ecek-ecek sampai yang berbobot, dia sudah pernah mendapatkannya. Sebagai bujangan (waktu itu dia masih bujang) apa yang dimilikinya sudah lebih dari cukup. Semua yang ada di rumah kontrakannya adalah hasil dari menang undian. Mulai dari piring makan sampai kulkas, dari sepatu sampai springbed, peralatan elektronik, dll semuanya hasil dari ikut undian.

Mungkin karena saking seringnya Untung mendapat hadiah undian, di lingkungan kantor muncul seloroh kalau si Untung itu ke kantor hanya untuk kerja sambilan saja. Pekerjaan utamanya, ya ... ikut undian itu. Hal itu dilihat dari hitung-hitungan gajinya yang tidak seberapa jika dibandingkan dengan hasil undian yang dia dapatkan.

Melihat keberuntungan yang selalu menghinggapi Untung, seorang teman kerja mulai iseng untuk ikut merasakan 'tuah' dari Untung. Salah seorang teman ikut undian dengan cara minta Untung yang mengirimkan, mau nitip, ceritanya. Dan ajaib, teman saya itu akhirnya menang juga, dapat hadiah undian. 'Tuah' Untung memang mujarab, meski hadiah yang dia terima tidak sebesar hadiah yang didapatkan si Untung. Efek dari 'tuah' Untung itu pun menjalar di seluruh kantor. Makin banyak teman kantor yang ikut undian dengan cara 'nitip' sama si Untung. Dan beberapa teman pun akhirnya juga merasakan 'tuah' Untung, meski tidak semuanya merasakan. Ada juga yang beberapa kali 'nitip' tetapi tidak pernah menang juga. Akhirnya beberapa teman mulai berpikir, mungkin memang bukan rejeki mereka di 'dunia undian'. Perlahan, yang 'nitip' undian ke Untung pun mulai berkurang.

Saya, yang meskipun tidak pernah ikut nitip, merasa penasaran dengan cara Untung mendapatkan hadiah undian. Saya pun bertanya apa resepnya sehingga dia begitu beruntung, selalu menang undian. Untung pun menceritakan apa yang dilakukannya. Apa yang dia lakukan hanyalah mengirimkan sebanyak-banyaknya apa yang disyaratkan dalam undian, kemudian berdo'a disertai rasa optimis pasti menang. Tidak ada sama sekali unsur klenik, ajian atau pun jimat. 

Contohnya, ketika ada undian dari sebuah produk mie instan. Apa yang dilakukan Untung betul-betul di luar perhitungan dan akal saya. Dia tidak malu untuk meminta bungkus mie yang sudah dibuang oleh pedagang mie di pinggiran jalan, bahkan jika diminta untuk membayar pun, dia berani bayar. Saat itu harga mie instan Rp. 350,- (tiga ratus lima puluh rupiah). Untung berani membayar Rp. 1.000,- (seribu rupiah) untuk 15 -- 20 bungkus mie instan yang sudah dibuang. Karena hampir tiap hari Untung 'bergerilya' mencari bungkus mie, lama kelamaan penjual mie mulai jual mahal. Tidak mau lagi uang Rp. 1.000,- tapi Untung tidak menyerah. Meski harus membayar agak mahal.

Pada saat ikut undian mie instan itulah saya melihat Untung mulai tidak rasional lagi bahkan menjurus kurang waras. Ketika itu, produsen mie instan terbesar di Indonesia mengadakan undian berhadiah total 2 milyard dengan hadiah utama sebuah mobil. Karena merasa sangat yakin akan memenangkan hadiah utamanya, Untung sudah menyiapkan tempat di depan rumah kontrakannya untuk jadi lahan carport. Bahkan jika tidak berhasil memenangkan hadiah mobil tersebut, Untung menuduh pasti ada kolusi di antara panitia undian. Edyann tenann ... !!!

Saya pun berusaha memberi pengertian padanya supaya berpikir lebih rasional dengan penjelasan statistik sederhana. Kemudian saya menjelaskan pada Untung ketika produsen mie tersebut mengadakan undian dengan hadiah total 1 milyard pada tahun 1993/1994 (sebuah rekor jumlah undian berhadiah saat itu). Menurut berita yang saya baca di koran, undian berhadiah yang fenomenal tersebut telah berhasil mengumpulkan lebih dari 500.000 amplop.

"Jadi seandainya kamu mengirimkan 100 amplop saja kemungkinan kamu menang atau mendapatkan hadiah adalah sebesar = 100/500.000 = 0,02% alias tidak sampai 1%. Kecil sekali kemungkinan kamu mendapatkan hadiah, meski pun kemungkinan untuk itu tetap ada. Sekarang jumlah hadiahnya 2 kali lipat, tentu jumlah amplop yang terkirim juga akan lebih banyak. Dan kemungkinan kamu untuk memenangkan undian tentu akan lebih kecil lagi, jika hanya mengirimkan 100 amplop saja."

Saya lihat Untung hanya senyum-senyum saja.

"Sekarang, berapa amplop yang akan kamu kirimkan? Seratus? Dua ratus? Tiga ratus?"

"Sekitar 200-an."

"Satu amplop isi 5 bungkus mie instan, berarti ada 1.000 bungkus yang akan kamu kirimkan. Berapa uang yang kamu habiskan untuk mendapatkan 1.000 bungkus itu? Belum lagi untuk amplop dan fotocopy kartu identitasmu. Yaahh .... semoga kamu beruntung, bisa menang lagi."

Lagi, saya lihat Untung hanya senyum-senyum saja.

Dan saat yang ditunggu-tunggu Untung pun tiba. Pada tanggal yang telah ditentukan, Untung pun menyimak pengumuman undian yang berhadiah total 2 milyard tersebut di sebuah koran. Rupanya untuk kali ini nasib Untung tidak seberuntung biasanya. Tak ada nama Untung dalam daftar pemenang mega undian tersebut. Bahkan untuk hadiah yang paling kecil sekalipun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun