Salah seorang teman baik saya, saya biasa memanggilnya om Jay, meminta pendapat dan saran dari saya tentang apa yang dilakukannya. Karena saya bukan ahlinya dan tidak bisa memberi jawaban yang memuaskan, akhirnya saya tulis di sini saja, barangkali ada yang bisa memberi pencerahan.
Kisahnya berawal dari saat om Jay membeli rumah di sebuah kompleks perumahan. Kebetulan posisi rumah yang dibeli om Jay berada di blok paling pinggir dan berbatasan langsung dengan sebuah saluran irigasi dengan lebar 4 -- 5 m. Di tengah-tengah lokasi perumahan terdapat lahan fasum yang disediakan oleh pihak pengembang. Di lahan fasum tersebut terdapat lapangan tenis, jogging track dan taman bermain anak. Di sisa lahan fasum tersebut warga perumahan sepakat untuk membangun masjid secara swadaya, patungan antar warga. Dalam rapat warga akhirnya disepakati iuran pembangunan masjid sebesar Rp. 100.000,- per bulan per kepala keluarga.
Awalnya semua berjalan lancar dan normal, sampai terjadi sesuatu di luar dugaan om Jay. Semuanya berawal dari dibangunnya sebuah kantor cabang dan gudang sebuah perusahaan farmasi nasional. Gedung kantor tersebut dibangun di belakang rumah om Jay, di luar kompleks perumahan, di seberang saluran irigasi. Pondasi gedung tersebut memakai pondasi tiang pancang. Getaran dari proses pemancangan mengakibatkan beberapa bagian rumah om Jay mengalami kerusakan.Â
Rupanya bukan rumah om Jay saja yang mengalami kerusakan. Ada sekitar sepuluh rumah tetangga om Jay yang masih satu blok juga mengalami kerusakan akibat proses pemancangan tersebut. Akhirnya om Jay beserta para tetangganya yang rumahnya mengalami kerusakan mengajukan protes dan klaim ganti rugi ke pihak kontraktor pelaksana pembangunan gedung tersebut. Kontraktor pelaksana pun melaksanakan survey, pendataan dan dokumentasi kerusakan rumah warga akibat kegiatan pemancangan tersebut. Kurang lebih tiga bulan kemudian om Jay beserta tetangganya mendapatkan ganti rugi dari kontraktor pelaksana gedung. Jumlahnya beragam tergantung tingkat kerusakan rumah. Om Jay sendiri mendapatkan ganti rugi (menurut pengakuannya) sebesar Rp. 6,0 juta.
Berita kerusakan beberapa rumah di blok om Jay akibat proses pemancangan pondasi pun menjadi perbincangan di kalangan warga perumahan. Apalagi setelah terdengar mereka yang rumahnya mengalami kerusakan akhirnya mendapatkan ganti rugi. Makin serulah gosipnya. 'Bau uang ganti rugi' itu pun tercium oleh panitia pembangunan masjid.
Om Jay sedikit kaget ketika menerima SMS dari ketua panitia pembangunan masjid, karena isinya meminta keikhlasan om Jay untuk 'menyumbangkan sebagian' dari uang ganti rugi yang diterimanya ke kas panitia pembangunan masjid. Om Jay tidak menanggapi SMS tersebut dan menganggap pak ketua panitia sedang bercanda. Selain itu om Jay juga beranggapan karena sudah memberikan sumbangan bulanan, masak masih mau dimintai sumbangan lagi.
Merasa SMS-nya tidak dibalas, pak ketua panitia pembangunan masjid pun menelpon om Jay. Isinya sama dengan SMS sebelumnya. Merasa tidak enak, om Jay pun hanya bisa bilang akan berkonsultasi dulu dengan istrinya. Om Jay pun menghubungi tetangga yang juga menerima uang ganti rugi, apakah mereka juga menerima permintaan ketua panitia pembangunan masjid. Ternyata mereka juga menerima permintaan yang sama dari ketua panitia pembangunan masjid. Tetapi mereka sudah menolak mentah-mentah permintaan ketua panitia dengan alasan bahwa uang tersebut bukan uang rejeki nomplok melainkan uang untuk perbaikan rumah yang rusak. Apalagi mereka juga sudah memberikan sumbangan bulanan.
Karena terus-menerus didesak ketua panitia, bahkan permintaan 'sumbangan ekstra' itu sering disinggung dan diumumkan secara terbuka di pertemuan-pertemuan warga, akhirnya dengan perasaan super mangkel bin dongkol om Jay memyumbangkan separuh dari uang ganti rugi yang diterimanya ke kas panitia pembangunan masjid. Tapi, sejak saat itu om Jay tidak pernah lagi menginjakkan kaki di masjid kompleks perumahannya.
"Saya tidak mau masuk masjid yang dibangun dengan paksaan, tidak ada keikhlasan di dalamnya. Lebih baik saya sholat di rumah atau pergi ke masjid lain di luar kompleks."
Demikian alasannya ketika saya tanya mengapa. Dan ketika om Jay meminta pendapat saya tentang sikapnya tersebut, saya hanya bisa melongo, tidak tahu harus menjawab apa.