Mohon tunggu...
suta
suta Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Beda Antara Mushala dan Masjid

28 September 2015   09:07 Diperbarui: 28 September 2015   09:25 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ada kerisauan antara realitas dan acuan hukum pada istilah mushala dan masjid yang termaktub di dalam Al Quran. Usaha menemukan definisi yang tepat kedua istilah itu sudah dilakukan melalui literatur, browsing internet, dan ceramah-ceramah para ahli agama, namun hasilnya tidak puas dan terdapat kerancuan. Lama berlalu akhirnya jawaban yang puas ditemukan melalui proses kejelian nalar dengan membaca hati-hati seluruh Al Quran meski kemampuan terbatas pada terjemahannya. Dukungan latar belakang ilmu hukum-hukum alam sangat membantu. Istilah ‘kembalilah kepada Allah dan rasulNya’ yaitu Al Quran adalah menjadi bukti dan tambah yakin.

Saya menemukan tiga kunci pokok dalam menganalisis baik produk hukum dari Allah ataupun dari manusia. Ketiganya adalah gugatan hak milik pembuat dan pengaturan perpindahannya, penempatan sudut pandang diri pengkaji di sisi pihak pembuat, dan pemenuhan kebutuhan rumah yang unik atas berlakunya produk hukum itu. Al Quran disebut juga Al Furqan yang didefinisikan pembeda antara hak milik Allah dengan hak milik hambaNya. Allah menggugat hak milikNya yang selalu ada melekat pada diri manusia dan meminta diserahkan kepadaNya. Contoh pesan di dalam Al Quran ‘dirikan shalat dan tunaikan zakat’ seharusnya dipahami Allah menyuruh manusia mendirikan shalat dan menunaikan zakat hanya kepada yang menyuruh yaitu Allah. Jadi shalat dan zakat adalah hak milik Allah.

Masjid adalah contoh wujud ditunaikannya zakat. Al Quran surah 2:125 dapat dianalisis bahwa Allah menggugat manusia agar dibuatkan bangunan untuk diserahkan kepadaNya dengan maksud sebagai tempat kumpul manusia untuk ibadah kepadaNya. Maqaam Ibrahim yang masih hak milik dan berlaku hukum manusia, Allah menyebutnya sebagai ‘mushala’. Lalu Allah memerintahkan Ibrahim dan Ismail mensucikan tempat itu. Keduanya tanggap bahwa bangunan tempat hak miliknya telah diambilalih oleh Allah berarti disebut ‘masjid’ rumah pertama hak milikNya, meski belum formal, bertujuan sebagai tempat orang melakukan thawaf, I’tikaf, ruku’, dan sujud kepada Allah.

Al Quran 2:126 menjelaskan bahwa Ibrahim tanggap dengan memandang keadaan lingkungan alam sekitar Mekah dan mendo’a meminta jaminan agar Mekah aman dan berlimpah makanan, lalu Allah mengabulkan. Al Quran 2:127 menjelaskan Ibrahim dan Ismail memugar tempat itu, kemudian Allah mencari saksi dan mengadakan acara serah-terima secara formal yaitu hamba Allah Ibrahim dan Ismail sebagai pihak pemberi, Allah melalui rasulNya Ibrahim dan Ismail sebagai pihak penerima, dan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail cukup sebagai saksi di pihak Allah. Ayat itu dua hamba Allah mengungkapkan pernyataan dengan do’a, maka resmilah bangunan itu menjadi hak milik Allah dengan istilah ‘masjid’ (dasar ayat yang lain QS 3:96,97 dan ayat-ayat tentang masjid).

Hak milik bangunan sudah berganti maka hukum Allah resmi berlaku di tempat itu. Al Quran 2:128 menjelaskan Ibrahim dan Ismail, karena diangkat menjadi rasul, meminta diberi produk hukum oleh Allah yang dikenal Shuhuf Ibrahim dan keduanya resmi bertindak menjadi direktur masjid sekaligus berfungsi rasulullah untuk menjalankan hukum Allah kepada siapa saja umatnya yang tunduk dan patuh. Al Quran 2:129 menjelaskan keduanya meminta kepada Allah agar di waktu kemudian ada pembaruan produk hukum Allah yang berlaku pada masjid dan kenyataan Allah menurunkan Taurat dan Injil berlaku di masjid Al Aqsha yang semula maqaam Ibrahim kedua di Yerusalem (ayat-ayat kisah Nabi Musa dan Nabi Isa), serta terakhir Al Quran berlaku di masjid Quba, Al Haram, dan Al Aqsha. Sejarah peletakan Taurat dan Al Quran ke rumahnya justru dilalui dengan perang. Suatu penjelasan yang cukup sederhana dan baku. Namun kenyataan sejarah setiap produk hukum wahyu Allah yang diturunkan lambat laun selalu tereliminasi dari rumah yang unik yaitu masjid.

Secara tak sadar, pendirian masjid hampir mengikuti nalar kaidah peringatan yang termaktub dalam Al Quran 9:107-110. Bukti adalah banyak bangunan megah dengan sebutan masjid namun suasana sepi dan dalam kendali produk hukum manusia, padahal sebenarnya masih berstatus mushala. Kaidah yang tepat hukum Al Quran seharusnya menjadi acuan dan prosedur dalam mendirikan masjid dengan menyiapkan sistem kepemimpinan dan tata kelola yang hati-hati dan terkontrol. Allah selalu menagih janji kepada manusia atas sumpah bersedia melaksanakan amanat dan bersaksi di pihak Allah terhadap hak milikNya, namun manusia senantiasa menganiaya diri sendiri. Astaghfirullah dan semoga Allah memberi kekuatan. Al Quran mengungkap istilah-istilah sebagai gugatan hak milik Allah dan mengharuskan penyelesaiannya di rumahNya. Terbayangkan betapa sibuk dan ramai suasana masjid

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun