Mohon tunggu...
Mas Say
Mas Say Mohon Tunggu... Dosen - Pemuda Indonesia

Diskusi: Kebangsaan dan Keindonesiaan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Putusan MK tentang UU Cipta Kerja

8 Desember 2021   16:12 Diperbarui: 8 Desember 2021   16:35 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: www.kompas.com

Putusan MK tentang UU Cipta Kerja, Tamparan Bagi Pemerintah?

 

UU Cipta Kerja telah diputus oleh MK. Sebuah alternatif jalan atau kah ketidak beranian?. Dalam sejarah, MK telah berani membatalkan UU BHP secara keseluruhan. Apakah sifat "Inkonstitusional Bersyarat" dianggap jalan tengah dari MK?. Agar lepas dari tekanan?. Terlepas pro dan kontra. Patut diapresiasi. MK telah menampar pemerintah khususnya. MK dapat menjaga marwah kelembagaan untuk memberikan tafsir pada UU Cipta Kerja. Lalu apakah pemerintah peka merasa ditampar?. Dapat dengan tegas akan taat pada putusan MK?. Mari kawal bersama.

 

Amar Putusan MK

MK telah memberikan pertimbangan dan putusan terkait uji materi atas UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Ada 4 hakim MK yang bersikap dissenting opinion yaitu Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Hakim Konstitusi Anwar Usman, Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul, dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh. Perdebatan tersebut menunjukan adanya dialektika akademis dalam memaknai UU Cipta Kerja. Ada ruang perbedaan pandangan.

Jika dicermati sudut pandang para hakim MK adanya perdebatan negara hukum atau tidak dalam hal positivistik atau progresif. Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 setebal 448 halaman telah menguraikan sejumlah perdebatan norma hukum. Cara pandang dan perspektif hakim MK masing-masing juga dapat dicermati. Termasuk arah dan tujuannya. Pun juga perspektif berpikir para hakim MK.

Menarik bagi Penulis untuk dicermati dan telah menjadi perdebatan publik adalah dalam amar putusan atas pokok perkara permohonan (hal. 416-417). Pada point ke-3 ini paling penting berbunyi "Menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan".

Pada redaksional inilah sifat dan sikap dari MK menilai UU Cipta Kerja. Penegasan jeda waktu hanya 2 tahun dan jika melebihi akan inkonstitusional dengan sendirinya (point ke-5 dan 6). MK juga memberikan warning keras aturan turunan (PP dan Perpres) jika dilihat dari atribusi dari UU Cipta Kerja tidak boleh dikeluarkan lagi (point ke-7). Sampai saa ini ada 45 PP dan 4 Perpres. Bahkan dapat dimaknai revisi pun tidak boleh. Revisi adalah dapat dimaknai membuat aturan baru.

Dalam putusan MK tersebut bisa dikatakan MK mengambil jalan tengah. Tidak mengabulkan seluruhnya atau dengan tegas juga tidak menolak permohonan. Jalan tengah yang dilakukan oleh MK yaitu dengan memberikan putusan yang bersifat "Inkonstitusional Bersyarat". Hal ini juga masih debatable. Paling tidak sikap MK ini tidak banyak membuka celah open legal policy saja untuk diserahkan memaknai pada lembaga legislaif. Melainkan penegasan ada cacat formil terhadap proses pembentukan UU Cipta Kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun