Mohon tunggu...
Mas Say
Mas Say Mohon Tunggu... Dosen - Pemuda Indonesia

Diskusi: Kebangsaan dan Keindonesiaan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

KPK Gaya Baru dan Dekonstruksi Hukum Putusan MK

10 Mei 2021   05:26 Diperbarui: 10 Mei 2021   05:26 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto : www.kompas.com

Status ASN

Berkaitan dengan ASN?.  Atribusi tentang norma hukum ASN terdapat dalam Pasal 1 ayat (6) UU KPK. Jika MK menolak gugatan berarti status ASN tetap ada dan melekat dengan status pegawai KPK. Persoalan dengan ASN diatur khusus dengan PP No.41 Tahun 2020 dan aturan teknis dari KPK. Perekrutan status ASN alih fungsi pegawai KPK beda dengan ASN pada umumnya. Apalagi khusus hal ini, KPK melibatkan TNI, BIN, BNPT, Pan RB, BKN dan pihak lainnya.

Polemik dan kontroversi perekrutan, sistem dan substansi alih fungsi ASN menuai kontroversi publik. Ada apa dan kenapa?. Khususnya berkaitan dengan adanya isi dan materi dari Tes Wawasan Kebangsaan sampai adanya test wawancara. Siapakah yang membuat soal?. Ini pun masih misteri. PAN dan RB, BKN dan khususnya KPK saling lempar tangan. Tidak ikut terlibat dalam pembuatan soal. Pasca adanya alih fungsi staus ASN pasti berimplikasi terhadap perubahan sistem, pola kerja, perilaku personal KPK dan makin birokratis yang dapat menghambat percepatan pemberantasan korupsi.

Independensi KPK

MK juga memberikan tafsir terhadap makna sifat kelembagaan dari KPK. Walau tidak secara jelas tafsir yang diberikan oleh MK (amar putusan MK No.2). Lalu norma hukum dalam Pasal 3 UU KPK baru?. Ada redaksional "bersifat independent dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun". Jelas sekali sangat kontradiktif. Tidak konsisten. Bagaimana mungkin ketika sudah dilinearkan sebagai bagian dari eksekutif tidak ada jaminan akan diintervensi atau tidak.

Bukankah masih ada Dewas yang tiap waktu melaporkan pada Presiden?. Beda persoalan jika Dewas tidak ada atau dihapus oleh MK. Ini akan sedikit ada jaminan KPK bisa terhindar dari konflik kepentingan dan intervensi lembaga lain. Dalam tafsir ini, MK mengalami kebingungan menafsirkan independensi terhadap posisi KPK terhadap pemerintah selaku lembaga eksekutif.

Kritik dan harapan

Harapan publik dan khususnya pegiat anti korupsi tentunya MK memberikan putusan terhadap UU KPK baru sama persis dengan pembatalan UU BHP (No. 9 Tahun 2009). Seluruh UU baik formil dan materiil dibatalkan. Ternyata MK memiliki tafsir dan pandangan lain. Menolak seluruh gugatan formil dan mengabulkan sebagian gugatan dari gugatan materiil. Dengan demikian, UU KPK baru tetap berlaku. Hasilnya adalah bentuk KPK lama telah mati. Lahirlah KPK gaya baru pasca ketuk palu hakim MK.

Lalu bagaimana dengan KPK gaya baru?. Jauh lebih baik?. Lebih buruk?. Apakah justru akan menjadi alat kekuasaan belaka?. Apakah rentan dengan alat komoditas transaksional politik?. Kenapa?. KPK telah menjadi bagian dan rumpun eksekutif. Sebagai bagian dari pemerintah langsung dibawah Presiden dengan tangan panjang adanya Dewas. KPK ditegaskan sebagai rumpun dan bagian dari eksekutif berdasarkan putusan MK No.36/PUU-XV/2017 atas uji materi UU MD3. Dipertegas dengan norma hukum dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 3 UU KPK baru. Pun dibentengi dengan putusan MK tertanggal 4 Mei 2021.

Sejarah akan mencatat. Demokrasi akan menilai. Pun hukum Indonesia akan mengingat. Tinta sejarah telah terukir dengan buruknya. Akan diingat sepanjang sejarah republik ini. Atas apa?. Betul, atas gagalnya memperkuat KPK. Justru dimatikan. Atas apa?. Betul, atas prestasi buruk bahwa indeks persepsi pemberantasan korupsi mencapai nilai titik terendah.

KPK ibarat sebuah pohon. Pelan, tapi pasti. Cabang dan rantingnya mulai dipatahkan. Dilakukan dengan revisi UU KPK. Digergaji dan dipotong. Pasca putusan MK, ibarat akarnya langsung dicabut. Pohon tersebut telah tumbang. Tinggal menyisakan biji kecil sebagai tunas baru. Inilah tunas baru pasca berlakunya UU KPK baru dan ditutup dengan paten atas adanya putusan MK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun