Mohon tunggu...
Mas Say
Mas Say Mohon Tunggu... Dosen - Pemuda Indonesia

Diskusi: Kebangsaan dan Keindonesiaan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Rapor Hitam Bagi Presiden Jokowi, I Tahun Pemerintahan Otoritarianisme New Style?

21 Oktober 2020   20:37 Diperbarui: 21 Oktober 2020   21:08 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : www.kompas.com

Berkaitan dengan adanya Pemilukada tahun 2020, Penulis mengapresiasi atas kebijakan pemerintah untuk tetap lanjut. Memang ini adalah alasan rasional dan legal. 

Jika ditunda akan banyak dampaknya. Khususnya legal standing bagi kepala daerah. Jika tidak dilaksanakan status kepala daerah tidak jelas. Pun akan berdampak atas hajat hidup orang banyak di daerah.

HUKUM UMUM

Pasca revisi RUU KPK tanggal 17 September 2019 disahkan dan menjadi UU (No.19 Tahun 2019) serta resmi tanpa ditanda tangani Presiden sejak 17 Oktober 2019 karena lewat 30 hari. Telah menegaskan bahwa pemberantasan korupsi makin lemah. Bukan hanya lemah, tapi KPK terasa tidak berdaya. Makin tersandra. Kasus Harun Masiku yang sampai saat ini belum ada titik terang adalah kasus konkrit. Betapa KPK dapat diintervensi secara kekuasaan. Khususnya semenjak adanya kelembagaan Dewan Pengawas.

Dogma UU ITE (No. 11 Tahun 2008 jo No.19 Tahun 2016) adalah simbol hukum di negeri ini. UU tersebut adalah barometer tentang adanya keadilan. Pasal 27 sebagai unsur delik dan pemidanaan Pasal 45 khususnya dijadikan alat kekuasaan untuk memukul lawan yang dianggap berseberangan beda pendapat. Indikasi kriminalisasi dan tendensius penerapan pasal tersebut sangat jelas. Penegak hukum pun terkadang abai dan lalai terhadap penggunaan pasal tersebut. Ketimpangan keadilan pun terjadi. Seolah-olah hukum tajam dan rentan dengan ancaman penjara bagi pihak pengritik pemerintah.

KEBANGSAAN DAN INDONESIA

Politik

Gaduh dan kegoncangan politik tidak terlepas dari adanya posisi para pihak baik yang ada dalam barisan pemerintahan dan di luar pemerintahan. Hal ironis memang tanpa disadari para pihak yang berada di luar pemerintahan sebagai pengkritik dianggap musuh. Bukan sebagai kawan dalam membangun kultur demokrasi yang baik.

Sebuah keniscayaan dalam perbedaan unity in diversity  sebagai implementasi check and balances kritik yang konstruktif dan solutif sangat diperlukan dalam perbaikan pemerintahan. Sungguh disayangkan kritik dianggap pembenci pemerintah. Pun akibatnya ditanggapi dengan baperan. Bahkan terindikasi pemerintahan memelihara para Buzzer Rp untuk mengkonter kritikan dari publik. Bahkan juga berpotensi aparat penegak hukum dijadikan tameng dengan acaman bagi rakyatnya jika dianggap berbeda pandangan.

Banyak kasuistis kasus dianggap keadilan dan kebenaran hanya milik penguasa. Dominasi pemerintahan terlihat otoriter. Mayoritas kritikan bukan ditanggapi sebagai alternatif solutif kebangsaaan. Justru dianggap benalu yang harus disingkirkan. Suara publik terkesan dibungkam. Kran aspirasi tertutup. Politik pun menjadi goncang. Demokrasi tidak sehat.

Ekonomi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun