Mohon tunggu...
Mas Say
Mas Say Mohon Tunggu... Dosen - Pemuda Indonesia

Diskusi: Kebangsaan dan Keindonesiaan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Perdebatan Norma Hukum dalam RUU Cipta Kerja Versi 905 Halaman

14 Oktober 2020   22:20 Diperbarui: 14 Oktober 2020   22:32 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : www.kompas.com

Hal ini berbeda ketika usul dari DPR ada tahapan Penyusunan (Komisi, Harmonisasi, dan Penetapan Usul). Baru pembicaraan baik di tingkat 1 dan 2 (Pasal 66 UU No.12 Tahun 2011 tentang PPP). Tahapan legislasi dari UU juga dapat dari DPD selain dari Pemerintah dan DPR. Pun juga dari gabungan diantara mereka. Domain saat pengusul itu berbeda prosesnya dari ketiga elemen tersebut.

Tahapan di DPR sebagai proses legislasi dan kinerja dengan pihak pengusul dilanjutkan yaitu proses Pembahasan baik tingkat 1 dan 2. 

Berdasarkan Pasal 67 UU tentang PPP, pada tingkat 1 (proses rapat komisi, gabungan komisi, Baleg, Banggar dan Panitia Khusus, misalkan Panja). Kemudian di Badan Musyawarah (Bamus) untuk dijadwalkan pada pembahasan tingkat 2 (akhir) di Sidang Paripurna DPR untuk pengesahan sebuah RUU.

Kritikan

Sejak Februari 2020 atas inisiatif pemerintah draft RUU Cipta Kerja diserahkan pada DPR. Pembahasan dari pemerintah terkesan sangat tertutup. Pasca penyerahan tersebut publik bergejolak. Semua elemen bangsa ikut protes. Memberikan saran, kritik dan masukan bersama. 

Pasca adanya pandemi pembahasan bahkan rencana pengesahan tanggal 16 Juli 2020 pun ditunda. Pada Agustus 2020 pembahasan pun dilanjutkan. 

Wajar jika publik terus protes memberikan suara. Tahapan Pembahasan I bergulir lagi tanggal 19 Agustus 2020. Panja pun terus bekerja memfasilitasi adanya pembahasan tersebut. Saat itu pembahasan pada Bab III saja belum menyeluruh.

Suara publik berhasil saat meredam pengesahan RUU KUHP dan RUU HIP. Walau masih kalah saat RUU KPK. Pembahasan RUU Cipta Kerja terlalu cepat pembahasan di tingkat 1 saat di Badan Legislatif (Baleg). 

Jadwal tanggal 8 Oktober 2020 dirubah tanggal 5 secara tiba-tiba. Dari Badan Musyawarah (Bamus) langsung dijadwalkan pada pembahasan tingkat 2 dalam sidang Paripurna DPR. Jeda ruang publik makin dibungkam. DPR kurang menyerap aspirasi. Saat sidang pun bagi yang kontra dibatasi hak suaranya. Ada manipulasi forum. Bahkan ada indikasi mematikan mikrofon secara sepihak.

Omnibus Law adalah metode. Digunakan buat penyederhanaan, pencabutan/penambahan pasal-pasal dari 79 UU. Redaksional "Omnibus Law" awalnya saat masih draft dimasukan dalam konsideran. Pasca disahkan jadi tidak ada. Dihilangkan. 

Dari judul saja. Dulu salah ketik. Draft sudah diserahkan pada DPR tiba-tiba diganti. Pembahasan sangat tertutup. Perubahan apa saja kurang jelas. Sampailah pada akhir pembahasan tingkat 1 di Baleg tanggal 3 Oktober. Dilanjutkan ke Bamus. Jadwal dimajukan tiba-tiba dari jadwal tanggal 8 Oktober. Dadakan sidang Paripurna DPR tanggal 5 Oktober.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun