Saya tertawa kecut. Ketika tahu tujuan seorang teman mengoleksi pembatas buku atau markah buku (bookmark).
Ketika datang ke rumah untuk halal bil halal. Melihat koleksi markah buku. Spontan saja dia meminta koleksi pembatas buku saya.
Katanya untuk menunjukkan kalau dia suka beli buku. Bukankah semakin banyak buku semakin luas wawasannya. Buat gagah-gagahan. Sayangnya buku-bukunya jarang dibaca.
Barangkali ini bisa mengkonfirmasi. Orang Indonesia minat bacanya rendah. Hanya 0,000% yang artinya dari 1.000 orang yang gemar membaca 1 orang saja.
Idealnya kegemaran membaca buku per orang antara 4-6 jam per hari. Kenyataannya orang Indonesia hanya 2 sampai 4 jam per hari.
Anehnya orang Indonesia sanggup memelototi gadget sampai 9 jam per hari. Tidak aneh kalau orang Indonesia adalah pengguna sosmed terbesar kedua di dunia.
Produksi buku di Indonesia pun masih tergolong rendah. Menurut Perpustakaan Nasional tiap tahun hanya terbit 60.000an buku. Bandingkan dengan China atau Jepang yang mencapai 200 ribuan buku.
Aneka Ragam Bookmark
Memang saat ini terdapat beragam jenis pembatas buku. Dengan aneka warna. Menarik untuk dikoleksi.
Ada yang bergambar penulisnya, sesuai ilustrasi bukunya atau bentuk lain yang tidak berkaitan dengan bukunya. Saya mempunyai bookmark dari kulit kerbau bergambar wayang.
Kompasianer masih ingat dengan markah buku di atas? Sebuah kenangan indah dari seorang Kompasianer inspiratif bapak Tjiptadinata Effendi.
Markah buku yang menandai ulang tahun pernikahan beliau yang ke-56. Berisi tulisan dari 150 Kompasianer.
Jadi seyogyanya bukan hanya mengoleksi pembatas bukunya, tetapi membaca tuntas bukunya. Bukankah begitu?
Salamat Hari Buku Nasional.
Jkt, 170522