"Kamu siapa. Rumahmu mana ?", tanyaku.
"Rumahku di sini !"
"Di sini mana ?"
"Di kamboja merah itu", katanya sambil menunjuk ke arah pohon kamboja yang paling rimbun. Bunganya yang merah memang terkesan magis.
"Aku sudah janji kepada para tetangga. Nggak enak kalau ingkar janji."
"Aku bisa ngamuk kalau kamu nekad !", katanya sambil menunjukkan mimik wajah yang menahan amarah. Matanya memerah.
"Gimana kalau kamu pindah ke pohon randu alas di pinggiran kampung di belakang kompleks itu."
"Nggak mau. Di sana semuanya laki-laki. Mereka galak-galak !"
"Aku anter. Aku minta ijin sama mereka."
"Nggak !", katanya sambil mengembangkan tangannya dan memukulku keras sekali.Â
Aku yang tak menyangka akan mendapatkan pukulan telak terjengkang. Jatuh ke lantai. Kepalaku membentur ubin keramik keras sekali.Â