Mohon tunggu...
Ratman Aspari
Ratman Aspari Mohon Tunggu... Jurnalis - baca-tulis-traveling

abadikan hidupmu dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Gerakan Budaya Sadar Bencana, Mulailah dari Diri dan Keluarga

19 Oktober 2020   22:18 Diperbarui: 19 Oktober 2020   22:22 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MENURUT - Hasil penelitian dan survey di Jepang, Great Hansin Earthquake 1995, korban bencana yang dapat selamat dalam durasi "golden times" disebabkan oleh : Kesiapsiagaan diri sendiri sebesar 35 % ; Dukungan anggota keluarga sebesar 31,9 % ; Dukungan teman/tetangga sebesar 28,1% ; Dukungan orang disekitarnya sebesar 2,60% ; Dukungan Tim SAR sebesar 1,70 % dan Lain-lain sebesar 0,90%. (sumber ; press release BNPB pada acara sosialisasi pencanangan HKBN 2017). 

Berdasarkan hasil kajian tersebut, maka individu dan masyarakat merupakan kunci utama yang perlu terus ditingkatkan kesiapsiagaanya dalam hal pengurangan risiko bencana. perlu adanya gerakan untuk merubah budaya dan paradigma sadar bencana, perlunya dilakukan pelatihan-pelatihan kesiapsiagaan secara teratur dan berkelanjutan.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui berbagai program kegiatanya terus melakukan berbagai upaya pengurangan risko bencana, membangun kesadaran, kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana, untuk meminimalisir jumlah korban akibat bencana.

Pada 26 April 2017 lalu, BNPB menginisiasi pencanangan Hari Kesiapsiagaan Bencana 2017, melalui berbagai kegiatan, diantaranya simulasi kesiapsiagaan bencana yang diikuti oleh warga masyarakat di seluruh Indonesia mulai dari Sabang sampai Merauke, peserta terdiri dari individu, keluarga, lingkungan masyarakat, komunitas/NGO, institusi pemerintah, swasta/dunia suaha, lingkungan pendidikan/akademisi, dll. Berdasarkan data BNPB jumlah peserta/partisipan mencapai kurang lebih 11 juta orang. Dan untuk tahun 2018, Hari Kesiapsiagaan Bencana ini diusulkan kepada Presiden R.I. untuk ditetapkan sebagai Gerakan Nasional yang akan diperingati setiap tanggal 26 April, melalui berbagai kegiatan simulasi kesiapsiagaan bencana yang terprogram dan terarah, agar  budaya sadar bencana semakin melekat ditengah-tengah warga masyarakat.  

Selain itu, setiap bulan Oktober, BNPB juga menyelenggarakan Bulan Pengurangan Risiko Bencana (Bulan PRB) dengan melakukan berbagai kegiatan, pemberian penghargaan kepada pihak-pihak yang konsen, dan memiliki kepedulian serta berjasa besar terhadap upaya-upaya pengurangan rsisko bencana, sesuai kriteria yang telah ditetapkan oleh pihak panitia. Berbagai kegiatan lain dalam Bulan PRB tersebut juga selalu melibatkan masyarakat secara luas, sehingga kampanye pengurangan risiko bencana benar-benar dirasakan oleh warga masyarakat.

Disamping dua program rutin tersebut, baru-baru ini BNPB juga mengkampanyekan Gerakan Budaya Sadar Bencana melalui sandiawara radio, "Asmara ditengah Bencana" yang masuk episode ke II, disiarkan melalui jaringan radio mencapai kurang lebih 80 stasiusn radio.

BNPB menggagas drama radio ini sebagai salah satu upaya mengkampanyekan budaya sadar bencana di tengah masyarakat. Masyarakat dapat menikmati kisah drama dan mengenal bencana dan begitu dahsyatnya suatu bencana. Namun masyarakat juga diedukasi bagaimana melakukan mitigasi dan hidup harmoni dengan potensi bahaya. Semua ini dibalut dalam sebuah kisah 'Asmara di Tengah Bencana.'

Berbagai kegiatan lainnya (sebagaimana sumber dari website BNPB), seperti pembentukan Desa Tangguh Bencana, Rencana Konstijensi Renkon), Pemetaan Partisipatif, Pembangunan/Pemasangan Sistem Peringatan Dini (Longsor dan Banjir), Sekolah Madrasah Aman Bencana (SMAB), dll.

Bahkan Kepala BNPB, Willem Rampangilei, dalam berbagai kesempatan selalu menegaskan bahwa upaya pengurangan risiko bencana melalui latihan kesiapsiagaan, mitigasi struktural dan non struktural harus diperhitungkan sebagai investasi untuk keberlanjutan usaha dan pembangunan. Semua orang, mempunyai risiko terhadap potensi bencana tersebut, sehingga penanganan bencana merupakan urusan semua pihak (Everybody's business). Oleh sebab itu perlu dilakukan berbagi peran dan tanggung jawab (Shared responsibility) dalam peningkatan kesiapsiagaan di semua tingkatan baik untuk anak, remaja, dan dewasa.

Wilayah Rawan Bencana 

Sebagaimana diketahui bahwa berdasarkan perspektif geografi, geologi, klimatologi, dan demografi, Indonesia berada pada posisi ke ; 7 (tujuh) sebagai negara paling rawan akan risiko bencana alam (berdasarkan sumber : UNESCO). Dua di antara kejadian bencana yang terakhir yang menyebabkan kerusakan sangat besar, kerugian-kerugian dan korban-korban adalah Tsunami di Aceh (2004) dan gempabumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah (2006). Oleh karena itu, masyarakat Indonesia dituntut untuk belajar dari pengalaman-pengalaman dengan mengidentifikasi semua aspek yang berhubungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun