Mohon tunggu...
Meneer Pangky
Meneer Pangky Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger

Blogger | Wiraswasta | meneerpangky.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sandiwara Dermayu & Evolusinya

3 Juli 2012   19:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:18 2711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13413436731263879516

Pada tahun 1511 Pendaratan Portugis dan kemudian menyebarkan kesenian Keroncong. Tahun 1607 Belanda mendarat dan membuat permukiman di Ambon. Tahun 1619 Batavia menjadi pusat pemerintahan, setahun kemudian Pertunjukan teater Boneka (Marionate) sebagai kesenian dari portugis, pada tahun 1629 ada Pementasan lakon “Raja Swedia & Raja Denmark (Kisah tentang Pengepungan Batavia oleh Sultan Agung) Latar belakang sosial dan situasi pada suatu masa menjadi sebuah hal utama bagi perkembangan teater di Indonesia. Teater modern di Indonesia adalah produk-produk orang kota, diciptakan oleh penduduk kota untuk penduduk kota pula. Pada dasarnya bentuk teater modern merupakan hasil dari pengaruh kesenian modern Barat di kota-kota. Ada pun ciri-ciri dari bentuk teater modern secara garis besar dan mendasar adalah sebagai berikut:

  1. Pertunjukan telah dilakukan di tempat khusus, yakni sebuah bangunan panggung prosceneum yang memisahkan penonton dengan pemain,
  2. Penonton harus membayar,
  3. Fungsinya adalah sebagai hiburan dalam segala gradasinya,
  4. Unsur cerita erat kaitannya dengan peristiwa-peristiwa sezaman,
  5. Adanya idiom-idiom modern seperti adanya intermeso, pemimpin pertunjukan, lagu-lagu keroncong atau Melayu dengan peralatan musik modern,
  6. Bahasa yang dipakai adalah bahasa Melayu-pasar, Melayu-tinggi atau bahasa indonesia, yaitu bahasa yang merupakan lingua franca kaum penduduk kota pada masanya,
  7. Adanya pegangan cerita tertulis atau bahkan naskah-naskah drama yang tertulis.

Dalam hal itu Boen memusatkan diri kepada unsur sastra dramanya, dan penelitiannya dilakukan pada akhir 1960-an. Sedangkan dalam sumber yang didapat, penulis buku sumber yang dibaca. Dalam buku Boen S Oemarjati dinyatakan bahwa teater tertua di Indonesia dimulai oleh Komedi Stambul pada tahun 1891. Istilah “Stamboel” sendiri baru muncul setelah adanya rombongan-rombongan teater yang biasa disebut “Bangsawan”.asal usul teater ini ternyata dari Penang, Malaysia Pada 1870-an di Penang, Malaysia, bermain rombongan teater dari India, dengan memergunakan bahasa India (Urdu), yang oleh penduduk Malaysia setempat dinamai “Wayang Parsi”, nama teater itu sendiri adalah “Mendu”. Rahmah Bujang merinci ciri-ciri dari teater bangsawan ini berdasarkan pendapat Brandon sebagai berikut:

  1. cerita lakon terdiri dari banyak episode, sehingga cerita berjalan agak lamban,
  2. Unsur cerita pokok dibumbui oleh unsur-unsur humor, farce, dan melodrama,
  3. Cerita pokok 40% terdiri dari hikayat-hikayat lama Melayu atau cerita –cerita lama setempat, 30% terdiri dari cerita-cerita sezaman, dan masing-masing 10% cerita diambil dari Arab, Hindu, serta Cina,
  4. Penyajian cerita selalu memunyai pola yang sama atau mirip,
  5. Seting cerita sebagian besar dari lingkungan-lingkungan raja-raja dan bangsawan,
  6. Cerita memiliki tujuan didaktis,
  7. Karakter-karakter yang disuguhkan bersifat “stock type”,
  8. Permainan di panggung dilakukan secara improvisasi,
  9. Pertunjukan merupakan campuran dialog, nyanyian, dan tarian.

Adapun komedi Stamboel yang didirikan oleh Augus Mahieu, seorang Indo-Prancis kelahiran Surabaya (1860-1906), sekitar 1891 telah menjadi satu diantara yang pada suatu saat memengaruhi perkembangan teater di Indonesia. Ciri-ciri pertunjukan Stamboel adalah

  1. Sebelum permainan dimulai, para pelaku mengenalkan diri terlebih dahulu kepada penonton,
  2. Pembagian babak atau episode cerita dilakukan amat longgar,
  3. Jalan cerita dari pertunjukannya bersifat lamban, sehingga pertunjukan berjalan selama 2 atau 3 malam berturut-turut,
  4. Adegan gembira atau sedih dibentuk dengan nyanyian, bukan dialog.

Begitupun masyarakat Jawa. Penduduk di desa menyambutnya dengan membuat sebuah pertunjukan yang serupa. Misalnya wilayah Jawa Tengah dengan “Ketoprak” sedangkan Jawa Timur dengan “Ludruk”. Pada mulanya Ketoprak hanya merupakan permainan orang-orang desa yang sedang menghibur diri dengan menabuh lesung secara berirama diwaktu bulan purnama, dengan sebutan gejog. Kemudian ditambah dengan tembang (nyanyian) yang dilakukan bersama dengan orang kampung/desa yang sedang menghibur diri dan akhirnya ditambah dengan gendang, terbang dan suling, maka lahirlah Ketoprak Lesung, yang diperkirakan sekitar tahun 1887. Baru pada sekitar tahun 1909 untuk pertama kalinya dipentaskan Ketoprak yang berbentuk pertunjukan lengkap. Sedangkan kesenian ludruk di Jawa Timur berasal dari penyebutan orang Belanda “Mari kita leuk en druk”, lama-kelamaan menjadi ludruk. Hal itu berimbas pada kesenian di wilayah Cirebon-Indramayu. Secara tersebar diwilayah ini berkembang berbagai kelompok atau grup teater. Seperti Ludruk, Reog, Ketoprak, Masres, Toneel. Pertunjukan Reog itu terdiri dari dua bagian. Pertama berupa atraksi bodoran/lawakan, dan kedua berupa drama yang mengambil cerita dari kebiasaan masyarakat daerah tersebut. Sedangkan kesenian di daerah Jamblang Klangenan muncul pula sebuah kesenian yang lazim disebut toneel (tonil). Kecamatan Celancang Kabupaten Cirebon, tepatnya Desa Bedulan sejak awal 1960 telah mengenal seni drama Masres, teater rakyat yang sarat pesan moral. Amad, pendiri masres mengadopsi babad Cirebon sejak Sunan Gunungjati membumikan agama Islam di Cirebon hingga melebar ke bagian lain di Jawa Barat. Cerita turun temurun warisan leluhur mengenai sejarah penyiaran agama ini diangkat ke dalam teater rakyat. Pada waktu yang bersamaan di wilayah Indramayu berdiri juga beberapa grup-grup teater, dengan sebutan “Sandiwara”. Tokoh Sandiwara Indramayu seperti Domo Suraji, Salmin (Indra Putra). Panggung grup-grup sandiwara ini umumnya berukuran 8 x 10 meter, dengan tinggi sekitar 1 meter. Atapnya dibuat dari besi, atau bambu, dengan terpal pelindung. Di bagian belakang dipasang 8 sampai 10 kelir (layar) yang digantung di atas panggung. Anda akan melihat bahwa masing-masing kelir menggambarkan aneka suasana, seperti keraton, hutan belantara, pancaniti (petamanan) atau pemandangan desa, pemandangan segara. Sandiwara ini merupakan ide jenius yang memunculkan ide baru, kreatif, dan segar,  dengan perombakan berupa penyampaian dalam bahasa Jawa Dermayon yang khas. Sebagai salah satu jenis kesenian rakyat, Sandiwara Indramayu memiliki kekuatan pada masyarakat pendukungnya, di mana antusiasme masyarakat Indramayu dengan penuh antusiasme ditunjukkan terhadap sandiwara di daerah tersebut. Hal ini memunculkan banyak ide dan gagasan pada seniman Sandiwara Indramayu untuk bersaing mengemas pertunjukannya. Dengan berbagai perbaikan dan modifikasi, pagelaran Sandiwara Indramayu dapat dirasakan oleh masyarakatnya sebagai sarana hiburan sekaligus pendidikan. Anda akan dapat menikmati banyak musik Dermayonan. Sebagai sarana edukasi, Sandiwara Indramayu juga banyak menampilkan lakon-lakon Babad, baik Babad Cirebon-Dermayon maupun Babad Tanah Jawa. Demikian pula seni pertunjukan sandiwara memiliki fungsi sebagai media penerangan masyarakat yang turut menyampaikan pesan-pesan pemerintah dan norma-¬norma adat kemasyarakatan setempat. Hegemoni sandiwara Indramayu terus berlanjut sampai sekarang, ketika kesenian serupa di wilayah Cirebon, redup dan tidak ada regenerasi. Sandiwara Indramayu, jajah budaya hingga ke wilayah sekitarnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun