Mohon tunggu...
Semanggi
Semanggi Mohon Tunggu... Guru - Content writer | I am a Teacher and I am Proud.

Don't leave a day without new knowledge.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Unspeakable Memories, Kehilangan

10 Februari 2021   23:35 Diperbarui: 11 Februari 2021   07:15 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Masih penasaran bagaimana hasilnya, aku memutuskan pulang di hari sabtu (yang biasanya sebulan 1-2 kali, jadi tiap minggu). Sesampainya di rumah, aku menemukan bapak baru pulang dari ladang. 

Belum sempat aku bertanya, bapak memberitahu bahwa ada piala di ruang tamu yang harus aku lihat, dan benar saja ada sebuah piala dengan tulisan "pengawas berprestasi dan inovatif", dari jendela ku lirik wajahnya, ada sebuah senyuman terlukis di sana, Selamat ya Pak, ku rangkul lengan kanannya.

***

Medan, 19 Agustus 2017

You're my flashlight, light, light. You're my flashlight (hp ku berdering) ada panggilan masuk dari abang iparku. Degg!! Hati ku sakit, air mataku bercucuran tiada henti, gelap, bingung, hampa, marah menjadi satu. Bapak telah berpulang. Tak sanggup menerima kenyataan, Idolaku, Kebanggaanku, sosok yang selalu memotivasi pergi selama -- lamanya. Air mata mengalir di sepanjang perjalanan, mengapa secepat ini???

            Pada saat ini aku sedang berjuang dengan skripsiku, tinggal satu tahapan (meja hijau) lagi aku akan menjadi sarjana, tak sabarkah bapak melihat aku menjadi sarjana pak, ucapku dalam tangisan. Semua saudara ku menenangkan dan menguatkan aku. Ya, aku adalah orang yang paling dekat dengan bapak (menurut keluarga). Kami berdua bisa berbincang lama membahas tayangan televisi, berdebat dan tertawa. Bila sedang libur kuliah, siang hari kami membuat martabak meskipun gagal,  ku sediakan jus menemani sorenya, memijat kaki dan pundaknya di malam hari.

            Tubuhmu kaku dan pucat, tak sanggup aku melihatnya. "jangan menangis, jangan menangis" selalu terngiang -- ngiang di telinga ku, apakah itu bisikanmu pak ? ku pandangi wajah mu, dan selalu ku ucapkan kata maaf dalam hatiku, maaf... maaf.. maaf tidak berada di dekatmu saat--saat terakhir. Keputusasaan terlihat jelas di wajah keluarga ku, kami harus ikhlas, kuat, dan tabah atas musibah ini.

***

Langgapayung, 10 Februari 2021

Hari ini aku membersihkan file -- file di laptop dan menemukan pesan dari bapak yang sempat aku abadikan. Hati ku sakit, air mataku mengalir lagi. Pesan nya biasa namun menyentuh nadi -- nadi tubuhku. "burju hamu da boru pudan (baik -- baik kamu ya anak perempuan bungsuku". Mengingatkan ku akan semangat bapak dalam menjalani hidup. Saat ini aku berprofesi guru di sekolah dasar, mengikuti jejak bapak, aku juga aktif di banyak kegiatan. Ya, lagi -- lagi mengikuti jejak bapak.

Merelakan seseorang yang sangat dicintai dalam hidup adalah sesuatu yang sulit dilakukan. Ada perasaan sedih, sakit dan marah yang teramat dalam di sertai dengan kesepian. Semua perasaan yang rumit itu seakan menjelaskan kita sedang merasa kehilangan. Kita akan kehilangan seseorang yang sangat berharga, dan hati kita akan benar -- benar terluka dan tidak akan pernah benar -- benar sembuh. Tapi, dia akan hidup selamanya di dalam hati kita yang terluka . Sehingga dengan adanya rasa kehilangan ini kita bisa mengingat dan mendoakan mereka selama-lama nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun