Makam kakeknya sepertinya  jarang tersentuh dan bentuknya seperti makam pada umumnya. Bukan seperti makam lain yang terlihat bangunan permanen berbentuk persegi panjang.
Saya pun terus menyusuri lorong makam, Â jalan yang lurus, seperti jalan para pahlawan yang telah gugur mempertahankan negara dari cengkeraman para penjajah.
Dalam lorong kecil sepanjang makam seperti terdengar pekik merdeka, menggema ke langit, disertai desing peluru dan teriakan gagah tentara yang  tertembak.
Mereka berteriak, maju, serbu, serang terjang. Bambu runcing, busur panah, pentungan, dan benda keras apapun dipergunakan untuk melawan, mengusir para penjajah. Bahkan para pejuang tak peduli meskipun musuh membawa senjata modern. Â
Dan nyatanya, kemerdekaan itu bisa diraih dan dipertahankan, Â dengan tetes keringat dan darah, Â dan tangisan anak istri yang melihat mayat ayah mereka terbujur kaku tertembak senjata musuh.
Dan kini, Â kita tinggal menikmati, mengisi negeri yang sudah diperjuangkan dengan susah payah ini dengan derap langkah pembangunan. Mengisinya dengan semangat juang, dan membebaskan bumi pertiwi dari kebodohan dan kemiskinan. Hingga terwujud negeri Indonesia yang merdeka, Â berdaulat, Â adil dan makmur, Â berdasarkan Pancasila dan undang-undang Dasar 45.
17 Agustus adalah tanggal yang sakral bagi bangsa Indonesia, karena di tanggal itu bergema teks proklamasi yang dibacakan oleh Soekarno-Hatta, Â yang dikemudian hari menjadi momen istimewa bagi seluruh bangsa Indonesia untuk mempertahankannya.
Dan mulai saat  maka jasad manusia-manusia mulia bergelar pahlawan di semayamkan dalam lokasi Taman Makam pahlawan sebagai bukti bahwa bangsa ini sangat menghormati para para peletak kedaulatan  negeri. Dan membuat negeri ini menjadi menjadi negara yang merdeka, mandiri dan berdaulat. Â
Selamat Hari Ulang Tahun Republik Indonesia yang ke 75, sekali merdeka tetap merdeka. Rawe-rawe rantas malang-malang putung.