Kalau dalam bahasa Indonesia mengadopsi kalimat dengan kata kerja sebagai ungkapan unik bermakna, Â beda dengan bahasa Jawa yang menggunakan kata benda yang mewakili kata kerja sehingga tercipta sebuah ungkapan unik yang pada akhirnya menjadi sebuah idiom bahasa tetap, bermakna tetap, dan digunakan dalam konteks gaya bahasa gaul untuk melukiskan kalimat yang sarkatis.
Salah satu kata itu adalah "kakehan cangkem". Terdiri dari kata kakehan dari kata akeh berawalan ka- berakhiran -an kemudian menjadi kata kakehan yang berarti kebanyakan.
"Cangkem"Â artinya mulut, Â dalam bahasa Jawa ngoko kasar. Â Bisa disambung dengan berbagai awalan dan dan akhiran bahkan direduksi menggunakan huruf konsonan dan memberi makna lain sesuai posisi kalimat.
Misalnya,  nyangkem,  cangkemu, dicangkem-cangkemke,  cangkeman, dan sebagainya untuk mengungkapkan kalimat sarkas kepada orang lain yang kebanyakan bicara.
Berbicara menggunakan mulut adalah salah satu cara berkomunikasi secara verbal. Â Gerakan mulut dan suara yang terdengar secara bersamaan bisa memberikan pesan kepada lawan bicara. Â Termasuk cara orang bisu yang menyampaikan gerakan bibir disertai gerakan tangan sebagai simbol untuk menerangkan adanya pembicaraan.
Kalimat yang keluar dari mulut seseorang, Â biasanya sudah terukur secara pasti oleh lawan bicara, Â sehingga menciptakan kesan yang mendalam, memahami kalimat perkalimat sehingga apa yang dimaksud oleh pembicara bisa dipahami secara umum.
Akan tetapi dalam berbicara, seseorang terkadang overacting, over capacity,  bahkan melebih-lebihkan pembicaraan sehingga lawan bicara menjadi jengah dan mendapatkan kesan tidak sesuai yang  dikehendaki.
Sikap penolakan ini akan menimbulkan berbagai macam aksi, Â sebagai sebuah reaksi spontan dari apa yang didengar.
Bisa dengan aksi phisik sebagai bentuk kemarahan. Atau reaksi kalimat  perlawanan.
Kalimat rasah nyangkem, Â aja kakehan cangkem, Â sering muncul secara spontan dalam sebuah pembicaraan.
Kalimat ini secara psikologis dimaksudkan untuk menekan agar pembicara tak lagi mengungkapkan kalimat-kalimat yang  dipandang aneh,  nyleneh dan tidak biasa ketika menyampaikan suatu pesan.
Kalimat dengan kata dasar cangkem, tidak diperuntukkan secara bagi orang yang yang memiliki tingkat atau kasta tertentu. Misalnya murid kepada guru,  anak kepada orang tua,  rakyat kepada pejabat,  atau orang yang tingkatannya lebih tinggi.