Kopi yang telah dipetik oleh Lek Muji kemudian ditumbuk untuk memisahkan buah dan kulit. Kemudian dijemur. Lek Muji menggunakan kulit kopi untuk tambahan pembakaran.Â
Kami juga sering melihat istri lek Muji menggoreng kopi. Menggunakan Periuk dari tanah. Entah apa lek Muji selalu mencampurkan sedikit kelapa tua, Â jagung atau beras dalam gorengan kopi.
"Biar kopinya sedap", kata Lek Muji.Â
Lek Muji memiliki warung makan di dekat pasar Bandungan. Warung ini buka dari sore hingga tengah malam. Sopir-sopir luar kota banyak yang mampir, istirahat dan sekedar menikmati kopi buatan lek Muji.
Bagi sebagian orang kopi bisa jadi minuman terlarang. Terutama yang memiliki gangguan pencernaan seperti  mag atau penyakit asma. Tapi almarhum emak saya, selalu minum kopi pahit setiap pagi.Â
"Emak pusing Nang kalau tidak ngopi", kata emak suatu hari.
Bagi sebagian orang minum kopi mungkin bisa menjadi penghalang kantuk. Tapi bagi saya kalau pas ngantuk, minum kopi atau tidak, Â ya tetap mudah tertidur.
Kalau anda ke Jakarta melalui Tol Cikampek, sebelum masuk pintu tol berderet penjual kopi di pinggir-punggir  jalan. Mereka berasal dari berbagai daerah di Jawa. Membuka usaha warung kopi tanpa penutup. Bisa dibayangkan kalau sedang turun hujan. Pasti para  pedagang ini akan berlarian menyelamatkan diri.
Kopi memang seperti sebuah cerita legenda, pokoknya nggak afdhol kalau nggak ngopi. Kopi yang nyaman dinikmati kapan saja, baik musim panas atau musim dingin. Dan memberi efek semangat bagi para pecandunya.
Anda suka minum kopi panas atau dingin?