Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Angpau dari Mamanya Chong Wen

25 Januari 2020   09:59 Diperbarui: 25 Januari 2020   09:56 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau Imlek begini saya teringat masa kecil. Persahabatan anak-anak yang tak membedakan sara. Dan ingatan itu menjadi kenangan tak terkupakan.

Dulu semasa kecil,saya hidup di kota Bandungan Kabupaten Semarang. Kami punya tetangga warga keturunan China. Membuka sebuah restoran China di dekat taman PJKA.

Keluarga ini kami kenal dengan nama keluarga Sie Ming. Istri Sie Ming bernama Mei Lan dan dari perkawinan mereka lahirlah 5 orang anak.

1. Chong Pa
2. Phuk Lie
3. Chong  Long
5. Shu Lie
5. Chong Wen

Anak-anak Sie Ming berbaur dengan sangat baik dengan warga lokal. Mereka juga sekolah di SD Negeri tempat kami tinggal.

Kami juga senang bermain dengan anak-anak Sie Ming. Rumahnya selalu berbau hio. Di pojok ruangan ada sebuah altar kecil dengan hio yang setiap hari terus menyala,membuat ruangan harum

Chong Wen adalah anak terakhir dari Sie Ming. Dialah teman sepantar dan seumuran saya.  Saya bersama teman-teman sering bermain monopoli atau kwartet di rumahnya. Sebab hanya keluarga Chong Wen yang memiliki alat permainan ini. Terkadang kami juga bermain monopoli.

Rumah Chong Wen menjadi paling semarak saat Imlek. Lampion merah berisi lampu menyala kuning menghiasi dalam dan luar rumahnya. Kami waktu itu sering datang sekedar melihat lampion dari dekat.

Sumber gambar pixabay 
Sumber gambar pixabay 
Saat Imlek, kami teman-teman Chong Wen dihadiahi oleh  mamanya sebiji kue keranjang. Dan sebuah amplop merah. Isinya tak terlalu banyak kalau saat sekarang. Lembaran uang merah bertuliskan seratus rupiah itu bisa buat jajan kami selama sepuluh hari berturut-turut. Karena kami sendiri sekolah hanya diberi sangu Rp. Rp.10,- oleh orang tua kami. Itupun kalau ada.

Dulu Bandungan tidak sepadat sekarang. Orang baru juga belum banyak. Jadi kami anak-anak waktu itu sangat memahami warga yang tinggal di kampung kami.

Selain miliki rumah makan dan toko, keluarga Sie Ming juga punya sebuah hotel bernama RIANA, yang berlokasi tak jauh dari toko. Hotel kelas melati ini sangat penuh di akhir pekan. Karena banyaknya tamu terutama para sales dan wisatawan luar kota. Hotel Riana sangat diminati karena harga sewanya yang murah. Beberapa tetangga kami menjadi penjaga hotel ini.

Bulan November 1980, hotel milik Keluarga Sie Ming tutup selama beberapa hari. Aparat keamanan berjaga di sekitar lokasi. Bahkan rumah yang merangkap toko dan restoran juga tutup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun