Mohon tunggu...
mas na 99
mas na 99 Mohon Tunggu... -

Niatkan semuanya untuk ibadah

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filosofi Jabatan dalam Bis Kota

27 Desember 2013   07:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:27 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Filosofi Jabatan Dalam Bis Kota

Dari kenaikan sampai penurunan tidak dapat kedudukan..”

Itu joke bagi yang biasa naik angkutan umum, semisal bis. Artinya, dari sejak naik sampai turun dari bis, tetap berdiri karena tidak dapat tempat duduk. Kita tentu merasakan, betapa nikmatnya naik bis (apalagi jarak jauh) bisa dapat tempat duduk. Tidak capek dan tidak diusek-usek, dan tidak diteriaki kondektur untuk geser,merapat, menengah ... Dan nikmatnya “kedudukan” itu makin terasa saat melihat susahnya penumpang lain yang berdiri ....

Makna  “kedudukan” di atas juga bisa kita maknai sebagai jabatan atau pangkat . Apa hubungan naik turun bis dengan pangkat dan jabatan? Inilah filosofinya ..

Penumpang bis  yang naik di terminal biasanya akan dapat tempat duduk. Mereka naik dari terminal karena memang tempat tinggalnya  dekat atau walaupun jauh tapi sengaja datang ke terminal untuk memperjuangkan sebuah “kedudukan”. Sebaliknya yang naik di tengah jalan ketika bis sudah penuh,  harus rela berdiri. Nah ini berarti, mereka yang lebih awal ikut dalam “gerbong” sebuah organisasi memang lebih berhak untuk dapat “kedudukan” dibandingkan yang bergabung belakangan. Mereka lebih berhak karena senioritas, sumbangsihnya lebih banyak, atau sebagai founding father.

Di tengah jalan, sebagian penumpang akan turun termasuk penumpang yang telah mendapatkan “kedudukan”. Lalu siapa yang berhak menggantikan tempat kedudukannya? Biasanya, mereka yang kebetulan berdiri di dekat penumpang yang turun, yang akan menggantikan. Nah, ini berarti mendapatkan “kedudukan” kadang tidak selalu urut kacang. Artinya, tidak harus yang naik lebih dulu yang lebih berhak, ini karena berlaku hukum siapa  yang berdirinya lebih dekat itu yang berhak. Bagi penumpang yang baru naik, langsung dapat tempat duduk karena kebetulan berdirinya lebih dekat, tentu seperti mendapat  durian runtuh. Beruntung. Lalu siapakah yang mengatur ? Seolah tidak adil. Tapi memang begitulah faktanya. Nah inilah yang kita maknai  bahwa faktor nasib dan keberuntungan  sebagai penentu karir seseorang.  Bagi kita yang sudah berharap dapat jabatan karena urutan kacang kita paling atas, tentu akan kecewa.

Dalam bis, kedudukan tidak didapatkan dengan sogok, suap atau KKN lain. Kecuali ada orang yang berbaik hati memberikannya kepada Anda. Sementara, praktek memberikan “kedudukan”  dengan cara tidak fair sudah menjadi hal lumrah. Kita sering mendengar -  dan sudah tak asing - bahwa dalam menentukan “kedudukan” ada tiga “tangan” yang berpengaruh. “Tangan” yang pertama adalah tanda tangan yang berarti referensi, katabelece termasuk koneksi atau bahasa jeleknya nepotisme. “Tangan” yang kedua adalah buah tangan yang berarti upeti, sogokan atau suap.  Dan “tangan” yang ketiga adalah garis tangan yang berarti takdir. Jadi, kalaupun sudah berusaha dengan dua tangan pertama tapi kalau belum “garis tangan”, keinginan tidak akan tercapai.

Di tengah jalan ketika ada kesempatan untuk mendapatkan “kedudukan”, kadang-kadang kita lepas. Misalnya ketika melihat wanita tua atau ibu hamil atau penumpang yang kita lihat lebih layak duduk. Ini lebih kepada pertimbangan etika dan kemanusiaan. Walapun tidak semua orang bisa seperti ini. Dalam karir, ini memang sebuah dilema. Melepas peluang yang sudah lama kita impikan. Tapi ini kita lakukan bukan tanpa pertimbangan. Ada saat-saat dimana keyakinan akan kebaikan yang kita lakukan akan berbuah kebaikan lain. Sekali lagi, walaupun tidak semua orang bisa berlaku seperti ini.

Di era sekarang , penentuan “kedudukan” dalam sebuah jabatan seharusnya memang tidak hanya menggunakan filosof naik bis. Kapasitas dan kredibilitas sesorang pasti juga menjadi pertimbangan. Bahkan ada istilah lelang jabatan, untuk menggambarkan “persaingan bebas” dalam penentuan jabatan.

Jadi, jika saat ini Anda memimpikan jabatan, kuatkan kapasitas. Tinggikan kredibiltas.  Walaupun Anda bukan seperti penumpang yang naik dari terminal atau penumpang yang beruntung di tengah jalan untuk mendapat “kedudukan”, tapi yakinlah kapasitas dan kredibiltas itu akan mengantarkan Anda pada “kedudukan-kedudukan yang lain”.  Di suatu waktu, di suatu tempat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun