Mohon tunggu...
MJK Riau
MJK Riau Mohon Tunggu... Administrasi - Pangsiunan

Lahir di Jogja, Merantau di Riau

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hapus Stigma Negatif: Itu Substansi Rekonsiliasi Bukan Temu MRT!

17 Juli 2019   21:39 Diperbarui: 17 Juli 2019   21:47 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: nasional.kompas.com

Hapus Stigma Negatif: Itu Substansi Rekonsiliasi Bukan Temu MRT

Drama kerusuhan 21-22 Mei yang mencapai anti klimaks pada 27 Juli, masih terasa panas, sampai terjadinya rekonsiliasi temu MRT. Tanpa diduga sebelumnya, ternyata Prabowo bersedia berjumpa dengan JokoWi di temu MRT. Prabowo bahkan dianggap melangkah sendirian meninggalkan AR, HRZ dan umat 212.

Rekonsiliasi ala temu MRT tersebut, sontak mendapat penolakan dari relawan, the power of Emak Emak, maupun dari alumni 212.  Kelompok kelompok kepentingan ini merasa sudah berjuang suka rela, namun akhirnya merasa ditinggal begitu saja oleh Prabowo. Prabowo merasa mempunyai tujuan yang mulia sehingga setuju melakukan rekonsiliasi temu MRT.

Baik Prabowo maupun relawan yang kecewa di pihak lain merasa pihaknya besar dan kuat. Prabowo merasa besar dan kuat, karena Gerindra, partai yang dibidaninya memperoleh peningkatan jumlah kursi yang signifikan hasil Pileg dan Pilpres serentak tahun 2019. Sementara relawan, the power of Emak Emak, yang sampai mengumpulkan dana kampanye untuk Prabowo, alumni 212 yang merasa mendapat tokoh yang mendukung aspirasi damai aksi umat Islam 212 juga merasa mempunyai peran besar, mendorong serta mengusulkan Prabowo menjadi Capres. Puncak dari resultante kekuatan ke dua pihak adalah meriahnya kampanye Prabowo pada Plipres 2019.

Namun secara mendadak kekuatan yang dipandang besar dan kuat itu tiba-tiba memudar dengan terjadinya rekonsiliasi temu MRT. Prabowo seperti halnya Nasir Muda julukan yang pernah diberikan YIM, cendekiawan muslim yang fenomenal MMD, masuk ke dalam lingkaran magnit JokoWi. Mendadak sontak para relawan melakukan aksi penolakan terhadap upaya rekonsiliasi temu MRT Prabowo. Ada yang bahkan membakar bendera paslon 02, ada yang memboikot akun Prabowo, dengan semangat yang tadinya boleh dikatakan memuja sebelum terjadinya rekonsiliasi temu MRT, menjadi kecewa bahkan cenderung membenci.

Bagaimana umat bisa memuja Prabowo, namun juga dapat dengan tiba-tiba membenci pasca temu MRT ?

Umat 212 merasa bahwa Prabowo merupakan tokoh nasional yang berani menunjukkan empati kepada aksi damai Umat Islam 212 di Monas. Padahal larangan atau katankan anjuran sudah disampaikan kepada Prabowo baik secara terus terang mau pun sembunyi sembunyi, agar Prabowo tidak datang ke acara aksi damai umat Islam 212 di Monas. 

Salah satu alasan yang dimunculkan adalah Prabowo pasti tidak ingin terkena dampak stigma negatif radikal, intoleran yang sering disematkan kepada umat Islam. Namun stigma negatif itulah yang ingin dijungkir-balikkan umat Islam dengan melakukan aksi damai umat Islam 212 di Monas. Pada saat itu Prabowo hadir dan menyatakan akan mendukung aspirasi umat Islam. 

Kehadiran Parbowo sangat berarti bagi umat Islam, karena Prabowo mampu menghilangkan stigma negatif yang sering disematkan kepada umat Islam. Rasa pedih, perih, sakit hati, merasa mendapat perlakuan tidak adil yang dirasakan umat Islam, mendapat momentum positif dengan kehadiran Parbowo pada  aksi damai umat Islam 212  di Monas.

Bahkan dalam masa kampanye Pilpres pun, sepertinya stigma negatig terhadap umat Islam itu justru dicoba untuk dilekatkan kepada Prabowo. Adalah suatu hal yang paling aneh di dunia ini, karena macetnya jalan Tol pada arus balik, yang nota bene umat Islam yang baru saja pulang mudik pada Idul Fitri, juga dianggap karena para pendukung Prabowo akan berkumpul di MK. Serangan kepada pendukung Prabowo sangat kentara dengan munculnya stigma negati tersebut.

Sungguh bukan suatu hal yang aneh, jika kemudian ternyata Prabowo melakukan rekonsiliasi temu MRT, yang tentu saja sangat mengecewakan perjuangan umat. Meskipun ada persepsi bahwa temu MRT bukan rekonsiliasi karena tanpa konsesi. Namun dampak negatif dari temu MRT, bagi Prabowo sudah sangat besar.

Rekonsiliasi hanya dengan bagi bagi kursi akan sangat menyakitkan perjuangan untuk perubahan. Perubahan terhadap tegaknya kejujuran. Perubahan terhadap tuntutan atas keadilan. Bukan perubahan karena strategi -strategi yang justru mengalami kegagalan satu demi satu. Kegagalan strategi yang dapat menjadi indikasi teguran atau bahkan hukuman langsung dari strategi yang di luar akal sehat.

Rekonsiliasi tanpa konsesi, bahkan menjadi semakin meneguhkan ketidakjelasan sikap. Langkah rekonsiliasi setengah hati, bahkan akan berdampak sangat buruk pada masa mendatang. Hilangnya trust akan mendorong partai partai merosot bahkan hilang dari daftar.

Kalau mau berunding betulan, hapus stigma negati kepada umat Islam. Beri udara segar, iklim sejuk kepada kebebasan berpendapat baik di media mainstream, maupun medsos. Itu substansi rekonsiliasi bukan temu MRT.     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun