"Eng..gak di sini saja." jawab Pak Edy gelagapan.
"Wahyu dulu sudah pernah kuberitahu. Tapi Wahyu tidak mau mendengar kata-kata orang tua. Wahyu rupanya lebih suka mendengar nasehat Pak Edy. Ya. Pak Edy kan namanya. Ratih kemarin bilang, nama bapak, Pak Edy." seru Mami Dinda.
"Maksud Bundanya Ratih ?" tanya Pak Edy bingung.
"Ya. Saya sudah pernah ingatkan Wahyu. Kalau mau melihat Viola kembali ke jalan yang lurus, Wahyu harus sering mendoakan Viola. Sebagai ibu kandung Viola, Wahyu bukan saja yang paling mampu untuk mendoakan Viola, tetapi juga memang sudah menjadi kewajiban Wahyu untuk mendoakan Viola anaknya, seperti juga saya, waktu mendoakan Ratih. Hanya saja tidak seperti Wahyu yang sempat umroh, saya mendoakan Ratih terus menerus. Menjadi tanggung jawab saya, supaya Ratih dapat kembali mengikuti jalan yang diridhloi Illahi." jelas Mami Dinda.
"Mbak Wahyu, Viola dan Ratih, maksud Bundanya Ratih." tanya Pak Edy semakin bingung.
"Ya. Kata Ratih, Wahyu memutuskan berangkat umroh untuk mendoakan Viola karena mendengar kata kata Pak Edy. Lalu begitu Wahyu pulang dari umroh. Tiba-tiba Viola resign dari pekerjaan dan memilih membuka usaha sendiri di rumah." seru Mami Dinda.
"Alhamdulillah. Mungkin memang jalan yang harus ditempuh mBak Wahyu dan Viola harus begitu." kata Pak Edy.
"Kalau mengenai Ratih, Bundanya Ratih ?" tanya Pak Edy.
"Bundanya Ratih... Bundanya Ratih ... Panggil saja saya ..." Â sergah Mami Dinda.
"Mami Dinda." seru Ratih yang tiba-tiba sudah bersama mereka, bersama Mahesa, Cecep dan Derna. Pak Edy pun terkejut jadinya.Â
Kriiiing.