Mohon tunggu...
MJK Riau
MJK Riau Mohon Tunggu... Administrasi - Pangsiunan

Lahir di Jogja, Merantau di Riau

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

The Vajra of Ahok

13 Oktober 2016   12:27 Diperbarui: 13 Oktober 2016   14:54 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ahok menjadi irit bicara setelah nyekar dengan Bu Mega. Ahok sebetulnya sudah mengantongi ajian Vajra, begitu mendapat restu Mega untuk maju dari PDIP. Vajra merupakan ajian tahan serangan dari segala penjuru, baik dari berbagai jenis bentuk serangan, maupun arah serangan. Dengan ajian Vajra seseorang memang menjadi bak orang yang tak tertandingi di jagad Pilkada DKI. Vajra diperoleh Ahok dari Bu Mega, karena Bu Mega merupakan sosok yang masih dihormati keputusannya, oleh sebagian banyak orang. Dukungan bu Mega kepada Ahok, bukan hanya membuat Ahok melayang tinggi di awan, tetapi juga tidak perlu lagi susah susah menyambangi grassroot. Keputusan Bu Mega mendukung Ahok, sudah cukup bagi Ahok, untuk menjadi orang yang tak tertandingi. Hal itu terjadi, karena restu Bu Mega itu, membuat Ahok mendapat ajian Vajra.

Vajra dikenal sebagai pembangkit semangat Duryudana pada saat perang Bharatayuda Jayabinangun.

Alkisah Duryudana marah besar dan dilanda ketakutan yang sangat setelah senopati-senopati perang yang menjadi andalannya, gugur di mendan perang. Duryudana begitu percaya bahwa Astina akan menang perang dengan Pandawa, karena Duryudana, mempunyai senopati-panglima perang hebat dan sakti, seperti Maharesi Bisma, Guru Drona dan Adipati Karna.

Maharesi Bisma adalah panglima perang yang tak tertandingi di medan laga. Bisma bahkan sudah bersumpah akan menghancurkan siapa saja yang akan menyerang Astina. Kehebatan dan kesaktian Resi Bisma sudah banyak diketahui orang. Pandawa walaupun juga terkenal sebagai kesatria kesatria sakti, tidak akan mampu melawan Bisma. Apalagi Maharesi Bisma adalah kakek dari Pandawa dan Kurawa. Duryudana yakin karena Bisma ada dipihaknya, Kurawa akan menang perang melawan Pandawa.

Sang Guru Drona, juga merupakan Begawan yang merupakan guru guru langsung baik Pandawa maupun Kurawa, maka tidak mungkin Pandawa akan menang perang jika harus berhadapan dengan Guru Drona. Guru Drona juga termasuk salah satu andalan Duryudana dalam mengambil keputusan bahwa perang Bharatayuda, Pandawa dan Kurawa akan dimenangkan oleh Kurawa. Duryudana yakin akan hal itu.

Adipati Karna, merupakan satria pilih tanding, yang akan mampu mengalahkan Arjuna yang merupakan andalan Pandawa. Adipati Karna di samping mempunyai senjata Konta yang tidak terkalahkan hebatnya di dunia, juga tidak pernah meleset untuk mengejar korbannya. Arjuna sekalipun tidak akan mampu menghindar dari kejaran senjata Konta. Karna juga mempunyai baju besi, hadiah dari Dewa Surya, karena Karna sebetulnya anak biologis Dewa Surya dengan Dewi Kunti, ibu dari Pandawa Lima. Jadi tidak heran kalau jaman sekarang banyak orang yang tiba-tiba harus menemukan kenyataan mempunyai anak biologis. Dewa Surya saja punya anak biologis. Karena ingin melindungi Karna anak biologisnya, maka Karna diberi baju besi. Dengan kesaktian Karna yang luar biasa itu, Duryudana dapat merasa tenang. Duryudana yakin bahwa perang Bharatayuda akan dimenangkan Kurawa.

Adalah Sengkuni yang membisikan hal itu kepada Duryudana. Duryudana percaya kepada Sengkuni. Walaupun beberapa kali bisikan Sengkuni itu, pada awalnya betul, tapi belakangan meleset.

Misal, waktu Pandawa diajak main dadu. Pandawa kalah. Itu karena bisikan Sengkuni. Bahkan Sengkuni menjadi aktor langsung dari akal bulus Kurawa, untuk menjatuhkan Pandawa.

Drupadi yang marah karena ikut menjadi korban, bersumpah untuk membalas dendam terhadap ketidakadilan yang menimpanya. Sumpah Drupadi ini, yang menyulut perang Bharatayuda.

Kekalahan Pandawa harus ditebus dengan dijebloskannya, Pandawa beserta Drupadi ke dalam hutan selama 12 tahun,  masih ditambah 1 tahun harus menyamar dan tidak boleh sampai diketahui. Kalau sampai diketahui, maka hukuman harus diulang dari awal. Dalam perhitungan bisikan Sengkuni:

“Tidak mungkin Pandawa dan Drupadi yang sudah biasa hidup dalam istana Indraprasta kok bisa bertahan hidup 12 tahun di hutan, anak Prabu Duryudana. Apalagi setelah itu, Pandawa harus menyamar selama 1 tahun dan tidak boleh diketahui. Itu suatu hal yang mustahil dapat terjadi anak Prabu Duryudana.”

“Begitu, ya, paman Sengkuni.”

Namun ternyata kenyataan berbicara lain. Pandawa selamat hidup di hutan 12 tahun dan mampu menyamar selama 1 tahun di Kerajaan Wirata. Bahkan Pandawa minta dikembalikan seluruh wilayah kerajaan Indraprasta dan separuh kerajaan Astina, sesuai dengan perjanjian. Kalau Duryudana tidak mau, maka perang Bharatayuda tidak dapat dielakkan lagi.

Sri Krisna, yang menjadi Duta Pandawa, menerima keputusan Duryudana, harus pulang kampung, karena gagal menyakinkan Duryudana untuk mau mengembalikan kekuasaan Pandawa. Keputusan perang Bharatayuda diambil Duryudana, karena bisikan Sengkuni. Info A1 dari Sengkuni, tiga Panglima Perang andalan Astina, Maharesi Bisma, Guru Drona, dan Adipati Karna akan dapat mengalahkan Pandawa.

Namun apa yang terjadi sungguh di luar dugaan Duryudana. Tiga Panglima Perang andalannya, gugur satu demi satu.

Kontan Duryudana ketakutan, lari masuk ke laut. Aswatama anak Guru Drona yang menjadi teman Duryudana, berteriak teriak mencari Duryudana.

Dewi Gendari, Ibu Duryudana mendapat anugerah ajian Vajra. Ajian ini mampu membuat seluruh tubuh orang yang mendapatkan sorot mata Dewi Gendari yang selama ini ditutup, akan menjadi kebal dan kuat serta tahan dari serangan senjata baik dari jenis apa pun maupun arah serangan dari mana pun.

Sengkuni, begitu mengetahui hal itu, segera meminta Aswatama memberi tahu Duryudana, untuk segera menghadap Ibunya Dewi Gendari, tanpa sehelai benang pun.

Sengkuni sendiri akan mengajak Sri Krisna main dadu. Sengkuni berharap Sri Krisna kalah main dadu dengan taruhan, kalau Sri Krisna kalah main dadu, Pandawa harus mundur dari medan perang Bharatayuda. Sementara Sengkuni memberi kesempatan Duryudana mendapatkan ajian Vajra dari Dewi Gendari.

Al kisah, Sri Krisna yang tahu akal bulus Sengkuni, tetap melayani Sengkuni main dadu. Namun dengan kesaktiannya Sri Krisna, mendekati Duryudana.

“Adinda Prabu, mau ke mana ? Kok telanjang bulat kayak begitu.” seru Sri Krisna.

Duryudana hanya diam dan terus berjalan lebih cepat karena malu dengan Sri Krisna.

“Kalau mau menghadap Ibunda Dewi Gendari, ya janganlah telanjang bulat seperti itu. Tidak sopan, Adinda Prabu.”

Kontan Duryudana mencari daun, untuk menutup kemaluannya dan dengan segera melanjutkan perjalanannnya untuk mendapatkan ajian Vajra dari sang Ibu Dewi Gendari. Dewi Gendari karena ke dua matanya tertutup tidak mengetahui, kalau ada bagian tubuh Duryudana yang terlindung dari sinar yang akan ke luar dari sorot matanya. Akibatya tidak seluruh tubuh Duryudana yang terkena ajian Vajra. Namun Duryudana sudah merasa yakin, bahwa tidak ada yang tahu mengenai hal itu. Dengan ajian Vajra, Duryudana yakin akan memenangkan perang Bharayuda.

Ahok bukan Duryudana. Tapi Ahok memang seperti sudah mempunyai ajian Vajra.

Barangkali puasa bicara Ahok berhubungan dengan Vajra yang tidak menutup seluruh Ahok.

Kita tunggu dan lihat saja.              

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun