Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Balap Pilihan

Johann Zarco, Si Penyandera Ducati

19 Februari 2020   13:51 Diperbarui: 27 Februari 2020   18:43 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Zarco saat masih membalap di Red Bull KTM. Tak kunjung membaik di jok KTM, Zarco memutuskan untuk berhenti di pertengahan musim 2019 | MSN.com

Johann Zarco bukan pebalap kacangan di grandprix motor. Selama 10 tahun keikutsertaannya, 2 gelar juara dunia Moto2 dikoleksinya. 

Pertama kali turun di kelas 125 cc pada 1999, pebalap Perancis itu meraih prestasi terbaik sebagai runner up klasemen akhir. Tahun ke empat (2014) dan ke lima (2015) mengaspal di kelas Moto2, gelar juara dunia jatuh ke tangannya. Dia pun naik kelas ke Motogp bersama tim yang dibangun Herve Poncharal, Yamaha Tech 3. Di klasemen akhir, posisi ke enam diraihnya selama 2 tahun berturut-turut. Posisi yang tak buruk untuk sebuah tim satelit.

Musim 2019, Tech 3 mengakhiri kerja sama dengan Yamaha. Begitu juga Zarco. Bersama tim barunya, Red Bull KTM, prestasi Zarco jatuh bebas. Dia pun memutuskan hengkang sebelum musim berakhir.

Bermulut Pedas Atau Kelewat Pede?

Zarco dan Lorenzo adalah 2 pebalap yang sama-sama redup di musim lalu. Bedanya, Lorenzo menyelesaikan musim 2019 bersama Honda sementara Zarco mundur dari KTM di pertengahan musim.

Melalui wawancara dengan media Spanyol, Marca, Zarco menyebut Lorenzo sengaja mengakhiri kontrak dengan Repsol Honda bertepatan dengan berakhirnya musim 2019. Itu dilakukan Lorenzo demi mengenyam gaji penuh dari Honda, begitu kata Zarco.

Zarco pun pernah terlibat perang dingin dengan pebalap LCR Honda, Cal Crutchlow. Saat itu, dia tengah menggantikan rekan Crutchlow yang mengalami cidera, Takaaki Nakagami, selama 3 seri terakhir. Kedua pebalap saling mengomentari kans untuk menggantikan Lorenzo.

Lebih muda, Zarco menyindir Crutchlow. Dikatakannya bahwa pebalap Inggris itu telah memberi sinyal akan pensiun karena sudah lama di Motogp dan memiliki seorang anak pula. Sehingga akan lebih menguntungkan bagi Repsol Honda jika bersedia merekrutnya, bukan Crutchlow. 

Dan pada akhirnya Repsol Honda tak memilih salah satu dari keduanya.

Lebih Baik Turun Kelas daripada Tak Kompetitif

Selepas Lorenzo pergi, Repsol Honda akhirnya menjatuhkan pilihannya kepada Alex Marquez yang baru saja menjuarai Moto2. Melihat duo Marquez dalam satu tim tentu menarik, mereka akan saling mengisi atau justru Marc akan 'membunuh' performa sang adik.

Saat menjadi 'ronin' pun, Zarco masih berpikir untuk mendapatkan tim dan motor bagus. Alhasil, dia menolak kursi tim privateer besutan Ruben Xaus, Reale Avintia Racing yang 'ditinggalkan' Karel Abraham. Bagi Zarco, Avintia bukan tim yang bagus karena tak disuplai mesin mumpuni oleh Ducati.

Tim itu semula dihuni oleh juara dunia Moto2 tahun 2014, Tito Rabat dan Karel Abraham. Abraham adalah putra dari milyarder Ceko yang juga pemilik sirkuit Brno, Karel Abraham, Sr. Karel, Jr adalah pay rider yang menggelontorkan 5 juta Euro untuk bisa membalap di bawah bendera Reale Avintia. 

Karel Abraham terusir dari Avintia Racing padahal kontraknya baru akan berakhir di penghujung 2020 | Motorsport.com
Karel Abraham terusir dari Avintia Racing padahal kontraknya baru akan berakhir di penghujung 2020 | Motorsport.com
Fenomena itu pernah dikritik oleh Casey Stoner saat masih aktif membalap. Dia menilai talenta-talenta muda akan tersingkir dari ajang Motogp jika pebalap seperti Karel diberikan tempat di sana.

Mundurnya Karel Abraham ditengarai melibatkan campur tangan pejabat Dorna dan Ducati. Itu ditempuh agar Zarco bisa mendapatkan tim untuk musim 2020. Dan nampaknya Ducati melihat Zarco punya potensi untuk memperkuat squad-nya dalam menggempur Honda.

Tak hanya itu, status Reale Avintia naik dari privateer menjadi tim satelit. Tim ini pun mendapatkan suplai motor yang lebih baik yakni Desmosedici GP19, motor yang sama dengan yang digunakan Dovizioso pada musim 2019. 

Akui Kehebatan Rekan Sebangsa

Jika diminta menyebut nama pebalap Perancis fenomenal yang tengah membalap di grandprox motor, mungkin orang akan sepakat menyebut nama Fabio Quartararo. Sebagai debutan, pemuda 20 tahun itu sudah sanggup membuat repot para seniornya karena mampu bertarung di lini depan. 

Hal itu pun diakui Zarco sebagai sesama pengendara Yamaha di debut Motogp. 

Quartararo bernasib lebih baik daripada Zarco. Meski hal itu tak menampik kemampuan el-Diablo (julukan Quartataro) yang bisa jadi memang di atas Zarco. Dengan performa yang luar biasa dan waktu yang tepat, dia akan segera menduduki kursi tim pabrikan Yamaha tahun depan sebagai pengganti Rossi.

Hal sama diimpikan Zarco pada penghujung 2018. Namun impian itu kandas saat Rossi menandatangani perpanjangan kontraknya dengan Yamaha untuk dua tahun ke depan (hingga 2020). 

Kini impian Zarco otomatis berubah untuk bisa menjadi pebalap di tim pabrikan Ducati. Namun dia harus membuktikan performanya di tahun ini agar Luigi Dall'Igna menepati kata-katanya yang akan membantu jika tampil impresif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Balap Selengkapnya
Lihat Balap Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun