Andrea Ianone marah besar. Pembalap Italia itu harus mengakhiri tes pra musim hari ke dua (19/11) di sirkuit Ricardo Tormo, Valencia di atas kobaran api. Aprilia RS-GP yang ditungganginya tiba-tiba mengeluarkan api dan terbakar. Beruntung the Maniac tak mengalami cidera. Luapan emosi ditumpahkannya kepada kepala kru, Pietro Caprara dan juga sang direktur teknis, Romano Albesiano.Â
CEO Aprilia, Massimo Rivola pada penghujung musim ini sempat menjanjikan motor yang benar-benar baru kepada tim Motogp Aprilia. Di tahun ke limanya kiprahnya di Motogp, Aprilia belum juga menunjukkan performa ciamiknya. Musim 2019 diakhiri pabrikan Italia itu di posisi ke-14 lewat Aleix Espargaro dan trap ke-16 oleh Andrea Ianone.
Hasil Positip KTM dan SuzukiÂ
Tren positip justru didapatkan tim Red Bull KTM. Tim yang ditinggalkan Johann Zarco pada pertengahan musim itu sempat mencatat waktu tercepat ke dua di bawah Marc Marquez. Lewat betotan gas Pol Espargaro, KTM sempat menempel catatan waktu juara dunia 2019 meski akhirnya melorot ke posisi 8.Â
Mendapatkan hasil positip, Pol memuji Dani Pedrosa yang sejak pensiun tahun 2018 didaulat menjadi test rider KTM. Pada musim 2019, KTM menurunkan 4 pembalapnya. Pol Espargaro dan Johann Zarco di tim utama serta Hafizh Syahrin dan Miguel Oliviera di tim satelit. Zarco yang mundur di pertengahan musim digantikan oleh test rider Red Bull KTM, Mika Kallio. Di akhir musim 2019, tim Austria ini menempatkan Pol Espargaro di posisi ke-11 klasemen pembalap.
Hasil positip juga didapatkan tim Suzuki. Musim depan, tak ada perubahan susunan pembalap di tim Hamamatsu. Masih mengandalkan duet pembalap Spanyol, Alex Rins yang didampingi Joan Mir untuk menggeber GSX-RR versi 2020.Â
"Dengan spesifikasi mesin 2020, Rins dan Mir sudah mendapatkan kepuasan 80 persen dibandingkan mesin 2019," ujar Kawauchi. Dan satu sektor yang harus diperbaiki Suzuki agar kans menang di tiap sirkuit makin besar adalah top speed. Masalah klasik buat Suzuki.Â
Lunturnya Pesona MotogpÂ
Secara keseluruhan musim, Motogp 2019 terkesan tak begitu menarik. Dominasi Marc Marquezlah yang menjadi penyebabnya.Â
Tahun ini pembalap berjuluk the Baby Alien itu memang luar biasa. Memecahkan rekor poin tertinggi (420) yang sebelumnya dipegang Jorge Lorenzo (385), dia menapak di podium 1 sebanyak 12 kali dari 19 seri yang dihelat. Hanya 1 kali dia gagal menyelesaikan lomba saat jatuh di Circuit of America (COTA) Amerika Serikat. Selebihnya menjadi juara dan podium ke-2.Â
Ducati yang pada awal seri --Losail Qatar-- mampu menunjukkan kekuatannya, akhirnya tak mampu juga membendung laju Honda yang berhasil meraih triple crown ; juara dunia individu melalui Marquez, juara konstruktor dan juara team melalui Repsol Honda.Â
Meski mampu menahan laju perolehan poin Repsol hingga seri Malaysia (hanya selisih 2 poin) Mission Winnow Ducati akhirnya harus tersisih karena perolehan Dovizioso dan Petrucci di seri terakhir --Valencia-- tak mampu menandingi poin Marquez seorang diri. Dovi hanya meraih posisi ke-4 sementara Petrucci jatuh. Yamaha dan Suzuki pun masih belum terlalu kuat untuk mengejar Honda.Â
Pada klasemen akhir pembalap, Yamaha masih mendominasi di 10 besar melalui Maverick Vinales (3), Fabio Quartararo (5), Valentino Rossi (7) dan Franco Morbidelli (10). Sementara Ducati menempatkan 3 pembalapnya; Andrea Dovizioso (2), Danillo Petrucci (6) dan Jack Miller (8). Honda justru hanya mengibarkan nama Marc Marquez di posisi puncak dan Cal Crutchlow di posisi ke-9.Â
Bisa dibilang Honda kuat karena peran Marquez. RC213V adalah motor "pemilih". Dan saat ini, dia memilih pembalap Spanyol itu sebagai sahabatnya. Hal itu terbukti dari penampilan pembalap Honda lain yang kesulitan menjinakkan mesin V4 Honda. Dalam sesi pengetesan pekan lalu, Marquez berkomentar bahwa dirinya bukan memerlukan motor yang mudah dikendarai melainkan motor yang kencang.Â
"Kalau Anda punya motor yang lebih mudah dikendalikan, itu akan membantu seluruh rider Honda. Tapi target saya untuk mendapatkan motor terkencang,"Â ungkapnya sebagaimana dikutip Crash.
Mengejar Marquez, Bukan HondaÂ
Bergantung pada Marquez berarti membahayakan diri sendiri. Honda harus membuat semua pembalapnya kompetitip untuk mengamankan posisinya karena pabrikan lain tentu tak tinggal diam terhadap dominasinya. Terutama Ducati.Â
Selama 3 tahun berturut-turut tim merah hanya mampu meraih posisi runner up melalui Andrea Dovizioso. Maka tak heran jika muncul isu tim pimpinan Luigi Dall'Igna itu akan merekrut pembalap terkuat Yamaha, Maverick Vinales pada 2021 mendatang.Â
Vinales yang musim ini mampu menempatkan diri di posisi ke-3 klasemen akhir menjadi salah satu pembalap potensial yang diprediksi mampu membuat repot Marquez di 2020.Â
Selain itu, muncul gosip pergeseran posisi Jack Miller yang semula di tim satelit --Pramac Ducati-- ke tim utama, meski hal itu dibantah Ducati. Munculnya rumor itu tak lepas dari penampilan Petrucci yang dinilai kurang konsisten.
Upaya lain Ducati untuk memperkuat lini pembalapnya adalah menaikkan status Reale Avintia Racing dari tim privateer menjadi tim satelit termasuk mendongkel salah satu pembalapnya, Karel Abraham. Konon, langkah Ducati ini didukung oleh Dorna sebagai penyelenggara Motogp. Tudingan itu tak lain berasal dari Abraham sendiri.
Pengganti Abraham tak lain adalah Zarco. Naiknya status Reale Avintia Racing merubah keputusan pembalap Perancis itu. Jaminan mendapatkan Demosedici GP19 seperti yang digunakan Dovizioso tahun ini, membuat Zarco lebih percaya diri dan mengurungkan niatnya untuk turun kelas ke Moto 2 agar kompetitip. Sebagaimana diketahui, tim-tim di Moto 2 menggunakan mesin yang sama yakni Triumph 750 cc 3 silinder.
Bagaimana dengan Yamaha? Saat ini mereka kedatangan rookie yang cukup bersinar, Fabio Quartararo yang membalap bersama tim satelit, Petronas SRT. Pekerjaannya yang impresif bukan tak mungkin membuatnya masuk dalam bursa pembalap utama Yamaha 2021. Dan itu pun diakui oleh Direktur Teknis Yamaha, Lin Jarvis.Â
Namun nampaknya Yamaha mengalami kesulitan untuk menentukan pembalap yang akan dipertahankan di tim utamanya, Rossi atau Vinales. Menjadi pembalap ke dua saat kompetitip tentu bukan menjadi tujuan Vinales. Dan Yamaha sudah pasti melihat hal itu. Selama 3 tahun bergabung dengan pabrikan garputala, prestasi MVK lebih gemilang daripada Rossi. Namun Jarvis mengatkan bahwa Rossi pun masih punya nilai lebih di Yamaha. Jika saja Rossi mau pensiun di penghujung 2020, tentu beban Jarvis akan lebih ringan.