Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menguak Pembelaan terhadap Tuhan dalam "Tuhan Tidak Perlu Dibela"

8 September 2019   06:36 Diperbarui: 12 September 2019   13:37 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu bagian dalam


Tuhan Tak Perlu Dibela. Kalimat ini masih saja bersifat 'provokatip' hingga kini. Tak lain tak bukan disebabkan oleh pemilihan diksi yang dianggap menafikkan perintah Tuhan sendiri. Hal itu tercermin saat setiap dai yang tak sepakat dengannya secara cakap menyitir kalimat-kalimat ilahi yang termaktub dalam kitab suci-Nya. 

Namun antara yang sepakat dan menolak bisa jadi justru berada dalam pihak yang sama, yakni yang hendak membela Tuhan. Setidaknya hal itu yang bisa saya tafsirkan dari tulisan Gus Dur yang dimuat oleh Tempo, 28 Juni 1982 silam itu.

Dan remah-remah ini, bukan bermaksud untuk menyalahkan satu pihak namun hanya berupaya untuk membuka apa yang selama ini mungkin belum terbaca. Ada baiknya, kita baca dulu artikel aslinya di sini.

Kisah Tentang Sarjana X 

Tulisan berusia 37 tahun itu  mengisahkan tentang sarjana X yang pulang ke tanah air selepas menuntut ilmu di negeri lain. Berbeda dari negerinya yang berpenduduk muslim, negeri tempatnya merantau dilukiskan sebagai negeri yang sondir penduduk muslim. 

Kegundahan melanda hati, setelah sang sarjana menemukan fakta yang disebutkan sebagai 'kemarahan' orang Islam di negerinya sendiri. 

Kemarahan' itu dideskripsikan diantaranya sebagai sikap pahit terhadap wawasan ilmu pengetahuan moderen, informasi-informasi salah yang dipersepsikan akan menghancurkan Islam serta penyikapan atas tradisi-tradisi seperti cara berpakaian dan berkesenian (dalam artikel itu diwakili oleh jaipongan). 

Dia kemudian menyambangi beberapa ilmuwan agama mulai dari ahli fiqih hingga cendikiawan muslim berhaluan moderat yang diharapkannya dapat merumuskan sebuah jawaban yang memuaskan. Namun sayang, justru sebaliknya. 

Hingga akhirnya dia dipertemukan oleh temannya dengan seorang kiai tarekat yang memberikan jawaban yang mampu memadamkan kegundahan hati sang sarjana. 

"Allah itu Maha Besar. Ia tidak perlu memerlukan pembuktian akan kebesaran-Nya. Ia Maha Besar karena Ia ada. Apa yang diperbuat orang atas diri-Nya, sama sekali tidak ada pengaruhnya atas wujud-Nya dan atas kekuasaan-Nya." 

Begitu tanggapan sang kiai. 

Ajakan Untuk Abaikan Pembelaan atas Agama?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun