Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Balap Artikel Utama

Vale the Incredible

21 April 2019   08:02 Diperbarui: 20 Juni 2019   05:26 979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Valentino Rossi I Dok. racingwallpaper

Valentino Rossi, satria berkuda besi itu sudah tak muda lagi. Dia yang kini menjadi pebalap paling senior baik dari segi usia maupun pengalaman masih saja betah mengaspal di kelas para raja, MotoGP. Separuh usianya dihabiskannya di kelas ini. Tahun ini, sudah 19 tahun lamanya pebalap kelahiran Urbino Itali, 16 Pebruari 1979 itu bertarung di kelas premier.

Vale mengawali karirnya di balap motor purwarupa di kelas capung (125 cc) pada tahun 1996. Bersama pabrikan dari negeri sendiri, Aprilia, Vale hanya membutuhkan waktu 2 tahun untuk bisa menjadi juara dunia. 

Tahun 1998, Vale pun naik kelas ke jenjang lebih tinggi, GP 250. Di tahun yang sama, calon rival beratnya di kelas utama --Massimiliano Biaggi-- naik kelas dari GP 250 ke GP 500 setelah 4 tahun berturut-turut dari 1994 hingga 1997 merajai GP 250. Masih bersama Aprilia, Vale kembali menjadi raja setelah 2 tahun berkiprah. Gelar juara dunia GP 250 berhasil digenggamnya di tahun 1999.

Dok. insella.it
Dok. insella.it

Tahun 2000, Suzuki melalui pebalap AS --Kenny Roberts, Jr-- menjadi pemuncak di klasemen akhir GP 500. Dan Vale dengan sukses menggeser posisi Biaggi dari posisi runner up di tahun sebelumnya (1999) menjadi posisi ke-3 pada klasemen akhir. Di kelas 500cc ini, Vale meninggalkan Aprilia dan berpindah ke ajas jok Honda.

Tradisinya di GP 125 dan GP 250 terulang di GP 500. Di tahun ke-2-nya memanggul bendera Nastro Azurro Honda, Vale merebut gelar juara dari Suzuki. Dan lagi, dia masih "mengatasi" rekan senegaranya --Max Biaggi-- yang membela Yamaha.

Tahun-tahun berikutnya, GP 500 menyajikan perseteruan antara pebalap hebat senegara itu. Rivalitas antara Vale dan Biaggi adalah salah satu rivalitas paling sengit yang terjadi di kelas premier.

Vale dan Tim Pabrikan

Ingin meneruskan tradisi kemenangannya, tim pabrikan Honda -Repsol Honda- pun menggaet Vale di tahun 2002. Benar saja, tahun itu dan 2003, Vale dapat mengembalikan pamor tim utama itu setelah Alex Criville turun tahta di tahun 2000.

Dengan mengendarai RC211V, Vale ibarat membalap tanpa lawan di era awal MotoGP 4 tak. Yang unik di saat itu adalah bercampurnya motor berkapasitas 500c 2 tak dan 1000cc 4 tak dalam satu lintasan balap. Dan Honda adalah tim yang paling siap menghadapi masa transisi itu.

Dengan merebut juara di musim 2002, Rossi menjadi juara dunia terakhir yang menggunakan motor 2 tak sekaligus juara dunia pertama bagi pengguna motor 4 tak.

Rossi berbicara dengan motornya I Dok. otosport.id
Rossi berbicara dengan motornya I Dok. otosport.id

Keputusannya untuk pindah ke Yamaha cukup mengejutkan banyak pihak. Adalah Davide Brivio yang kala itu menjabat sebagai direktur tim Yamaha Factory Racing yang membuat Vale hengkang ke pabrikan berlambang garputala. 

Pria yang kini tengah menjadi arsitek kebangkitan Suzuki MotoGP itu memberikan Yamaha sebuah paket ampuh untuk memenangkan gelar yang tak kunjung dipersembahkan Biaggi. Vale tak datang sendirian. Dia membawa mekanik kepercayaannya, Jeremy Burgess yang telah mengantarnya menjuarai GP 500 dan yang pasti juga, Alessio "Uccio" Salucci, childhood fellas sekaligus orang kepercayaan Vale. 

Meski bukan bagian struktural dari tim, Uccio berperan dalam mempersiapkan semua keperluan Vale sebelum membalap sekaligus menjadi penasihatnya saat berada pada momen yang buruk. Pria sekampung Vale ini, kini dipercaya sebagai motivator di akademi balap Racing Team VR46 milik Vale.

Yamaha pun tersenyum lega setelah Vale berhasil mengeklaim kembali gelar juara dunia setelah terlepas dari pabrikan Hamamatsu itu selama 11 tahun. Terakhir kali Yamaha mencatatkan diri sebagai peraih gelar juara dunia adalah saat masih mengandalkan Wayne Rainey di tahun 1992 (Rainey juara tahun 1990 - 1992). 

Hal itu menjadi ajang pembuktian kepada publik bahwa Vale lebih unggul ketimbang Biaggi. Karena di saat bersamaan, Biaggi digaet Repsol Honda yang memiliki paket mesin paling mumpuni di arena.

Rossi & Biaggi | Dok. Sindonews
Rossi & Biaggi | Dok. Sindonews
Namun prestasi Vale menurun di tahun 2006, bertepatan dengan pergantian bendera yang menaunginya dari Gauiloses Yamaha ke Camel Yamaha. Kala itu, Repsol Honda kembali menjadi raja melalui pebalap AS, Nicky Hayden. 

Kejayaannya belum kembali juga pada tahun 2007 karena Ducati melalui Casey Stoner memindahkan singgasana dari Honda ke pabrikan Bologna, Itali. Sampai saat ini, Stoner menjadi satu-satunya pebalap Ducati yang mampu mempersembahkan gelar juara dunia. Namun sayang, pebalap Australia itu memutuskan pensiun dari dunia balap di usia mudanya (26 tahun) pada akhir musim 2012.

Di tahun berikutnya, 2008, dengan bendera Fiat Yamaha, Vale berada di pemuncak klasemen akhir hingga 2009 saat sang spaniard, Jorge Lorenzo mengambil alih gelar dari tangannya.

Masa Kelam Vale

Ducati yang ditinggalkan Stoner, mulanya berharap banyak untuk dapat mengulangi kejayaannya saat Vale bergabung di tahun 2011. Sebuah paket berupa pebalap berpengalaman, mekanik handal dan sebuah mesin terkuat di arena MotoGP, tahun itu tim berkelir merah itu dipandang sebagai calon kuat penantang Yamaha.

Namun kenyataan tak seindah harapan. Justru bersama Ducatilah masa terkelam Vale di MotoGP menyambangi. Hasil akhir di posisi ke-7 (2011) dan ke-6 (2012) adalah prestasi terburuk sepanjang karirnya di MotoGP. 

Jerry Burgess & Rossi I Dok. MCN
Jerry Burgess & Rossi I Dok. MCN

Di sinilah supremasi Vale runtuh. Dia tak bisa membuktikan bahwa dirinya sanggup menjuarai kompetisi dengan motor apapun. Ternyata Ducati tak sama dengan Aprilia, Honda dan Yamaha. 

Meski pebalap bukan satu-satunya faktor dalam memenangkan kompetisi, namun Vale kadung dipercaya sebagai seorang "dokter" bagi setiap mesin yang dikendarainya. Dan Desmosedici seolah menolak kehadiran Vale.

Kembali ke Yamaha

Kembalinya Vale ke Yamaha mendatangkan kritik dari mantan seterunya, Casey Stoner. Stoner menuduh Vale tidak berbuat banyak untuk menjadikan Ducati juara.

Kepergian Vale dari Ducati digantikan oleh Luigi "Gigi" Dal'lligna yang sebelumnya sukses menangani Aprilia di kelas 125 dan 250 dan terlibat dalam pengembangan superbike Aprilia. Dal'Iligna kini tengah menangani tim merah Ducati dan hasilnya sudah cukup terlihat dengan berlalu lalangnya Andrea Dovizioso dalam bursa calon juara dunia MotoGP.

Vale kembali ke Yamaha saat Lorenzo menjadi raja yang artinya tak mudah untuk berkompetisi dengannya. Meski menampik status Vale sebagai pembalap ke-2, hasil tetap memperlihatkan bahwa Lorenzo adalah pebalap yang lebih dominan.

Di tahun ke-2-nya, Jeremy Burgess mengundurkan diri dari posisi kepala kru Vale. Selain Vale, tangan dingin Burgess berhasil mengantarkan Freddy Spencer, Wayne Gardner dan Mick Doohan menjuarai kompetisi motor paling bergengsi itu.

Hingga kini, Vale belum pernah lagi merengkuh gelar juara dunia. Mahkota juara dimonopoli oleh para pembalap muda yakni Jorge Lorenzo (2012 dan 2015) dan baby alien, Marc Marquez (2013, 2014 dan 2016-2018).

Prestasi terbaik Vale setelah balik ke Yamaha adalah di posisi runner up. Kini setelah seri ke-3 MotoGP 2019 berlangsung, Vale mampu menempatkan diri di posisi ke-2 klasemen sementara.

Marquez, Lorenzo, Rossi | Dok. Tribunnews
Marquez, Lorenzo, Rossi | Dok. Tribunnews
Valentino Rossi, tak disangkal lagi adalah sebuah paket komplit pebalap yang merupakan kombinasi dari talenta, kemampuan analisa dan entertainer.

Dia mampu merubah atmosfer garasi Honda menjadi fun, berbeda dari masa Mick Doohan. Selebrasi-selebrasi kemenangannya memberikan atraksi menarik di depan mata dan kamera penikmat MotoGP. Kemampuannya dalam membangun motor dibuktikannya terutama saat kembali membawa Yamaha ke puncak.

Dan di usia yang tak muda lagi, kini dia membalap bersama para pebalap yang dulu mengidolakannya. Seperti Alex Rins, ujung tombak Suzuki Ecstar yang mengalahkannya di sirkuit Austin, AS, beberapa pekan lalu. Ada juga pebalap yang menjadi murid di akademi balapnya, Franco Bagnaia yang melaju di bawah bendera Pramac Ducati.

Pensiun

Rumor pensiunnya Vale berhembus seiring dengan tak kunjung kompetitipnya kembali Yamaha. Sejatinya kontrak Yamaha dan Vale baru berakhir di tahun 2020. Namun bisa jadi di penghujung 2019, Vale memutuskan untuk undur diri jika performa Yamaha tak kunjung bersinar. 

Namun hal itu ditampik oleh sang adik, Luca Marini yang juga seorang pebalap di kelas Moto2. Dia masih melihat Vale kini sebagai sosok yang sama dengan Vale yang membalap GP kelas capung, 1997 lampau, yakni punya semangat tinggi untuk menang.

Dan hal itu diamini sang ayah, Graziano Rossi, yang berharap putranya itu dapat membalap hingga usia 46 tahun.

Well Vale.. Kami tunggu kehadiranmu di sirkuit Mandalika!

Rossi I Dok. Okezone
Rossi I Dok. Okezone

●●●

Baca juga :

MotoGP Amerika: Supremasi Suzuki dan Podium Lamborghini

Ducati Menang Lagi!

Suzuki.. Bukan Kaleng-kaleng

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Balap Selengkapnya
Lihat Balap Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun