Mohon tunggu...
masikun
masikun Mohon Tunggu... Petani - Mahasiswa

Mahasiswa Pertanian

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rembulan

25 Oktober 2019   11:15 Diperbarui: 25 Oktober 2019   11:28 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

JAKARTA dikala senja menyapa. Aku tidak bisa secara persis menggambarkan apakah ini memang benar-benar senja seperti yang orang bilang atau bukan. Sudah lama sekali tidak pernah melihat senja. Hal yang terdengar nyata adalah suara adzan magrib. Ini adalah kali pertamaku menginjakan kaki di Pasar Senen, Jakarta. Pertama kalinya juga bukan dengan keluarga. Aku menyilakan dia untuk berjalan di depanku. Menunggu antrean keluar dari gerbong. Suasana penuh padat. Dia tetap berjalan di depanku. Saat di pintu kereta aku tertahan oleh ibu-ibu yang membawa barang lumayan banyak. Dia yang tadinya berjalan di depanku persis perlahan menjauh, diantara banyak penumpang. Dia yang berkerudung biru muda itu terus berjalan tanpa melihat aku yang jauh di belakang. Aku terus mengikutinya. Hingga dia berhenti, dan menebar pandang. Aku sengaja menghindar dari pandangnya. 

"Yuk!" Aku menimpali dari sudut yang tak ia nyana. Kamipun berjalanan beriringan melewati lorong keluar stasiun. Sambil berjalan kamipun masih saja ngobro. Sepertinya selalu ada saja bahan untuk diobrolkan.

Tiba dipenghujung pintu aku terkejut dengan kondisi stasiun yang super ramai. Kulihat sudah tak ada lagi bangku kosong.

"Eh kita salat dulu ya."

"Oke."

Akupun masuk kamar mandi. Cuci muka. Bersih-bersih. Ambil wudu. Salat. 

"Kepada jamaah, dimohon untuk meletakan barang bawaan di depan untuk menghindar hal-hal yang tidak diinginkan." Imbauan dari imam  salat kala itu beberapa kali untuk mengingatkan. Terdengar wajar sekaligus ironi. Di tempat orang-orang bersimpuh kepada Tuhanpun masih saja ada yang suka usil, mencuri misalnya. Tapi, ya begitula Tuhan punya cerita dengan segala sekenarionya. 

Selepas salat magrib aku tak langsung keluar dar musala. Aku memutuskan untuk mengikuti imam salat untuk menjamak salat isya. Mengingat perjalanan yang jauh, tentu saja hal itu boleh dilakukan. Selesai dengan urusan musala, aku kembali masuk kamar mandi. Lagi-lagi mencuci muka. Rasa-rasanya ingin mandi saja. Niat itu kuurungkan. Cukup pakai sabun muka saja. Segar. Aku menuju kursi tunggu. Mencari dia. Sengaja aku tak buka ponsel. Aku ingin mencoba mencari tanpa bantuan teknologi itu. 

Baru berdiri untuk mengamati sekelilingi aku sudah menangkap sosok yang kukenal. Dia duduk di kursi belakang pojok. Masih asik main ponselnya. Mungkin sedang menghubungi aku, -aku menduga.

"Hai, kemana kita?"

"Kook lamaaa sih."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun