Mohon tunggu...
Mugito Guido
Mugito Guido Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Senang menulis tapi tidak pinter menulis. Aku hanya asal menulis, menulis asal!

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Benarkan Bahasa Inggris Melemahkan Nasionalisme?

16 Maret 2013   18:34 Diperbarui: 4 April 2017   18:10 10471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selain menimbulkan diskriminasi dan kastanisasi pendidikan, pertimbangan mengapa MK mengabulkan gugatan pembubaran SBI/RSBI adalah karena adanya penekanan bahasa Inggris kepada siswa. Digunakannya bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dianggap menghilangkan jati diri bangsa. Melemahkan semangat kebangsaan dan dianggap sebagai pengkhianatan terhadap semangat Sumpah Pemuda. Secara pribadi penulis bertanya-tanya, benarkah demikian?

Penekanan bahasa Inggris kepada siswa dan penggunaan bahasa Inggris sebagai pengantar hanyalah sebagai konsekuensi logis adanya pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas. Bunyi ayat itu adalah: “Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.”

Tujuan diselenggarakannya pendidikan bertaraf internasional tentu saja untuk mencetak keluaran peserta didik yang juga berkualitas internasional. Bukan sekolahnya saja yang tarafnya internasional tetapi kualitasnya biasa-biasa saja. Adalah merupakan hal yang logis apabila siswa pun ditekankan untuk menguasai bahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Sebaliknya, adalah sebuah kelucuan apabila siswa keluaran SBI/RSBI sangat gagap berbahasa Inggris.

Kompetensi bahasa didapatkan dari sebuah proses pembelajaran yang panjang melalui pengulangan dan latihan. Penyampaian materi dalam bahasa Inggris di sekolah justru merupakan kesempatan yang berharga bagi siswa untuk belajar bahasa. Kesempatan untuk latihan mendengar dan berbicara dalam bahasa Inggris. Rasanya kesempatan itu sulit didapatkan di luar sekolah karena siswa tidak mempunyai patner bicara. Kecuali kalau siswa itu mengambil kursus.

Kita mungkin perlu mengakui bahwa belum banyak guru yang mampu menyampaikan materi pelajaran dalam bahasa Inggris. Dan ini juga merupakan kendala yang dihadapi oleh sekolah-sekolah yang entah memaksakan diri atau dipaksa berstatus SBI/RSBI oleh undang-undang itu. Jadi, penggunaan bahasa Inggris sebagai pengantar di sekolah tidak saja berguna bagi siswa, tapi juga bagi guru.

Belum ada bukti ilmiah bahwa belajar bahasa asing bisa melemahkan bahasa nasional. Bahasa asing bukan seperti tuba yang merusak susu sebelanga karena bahasa asing itu bukan racun. Selama kita bisa menempatkan bahasa itu pada tempatnya masing-masing, maka tidak akan ada bahasa yang dilemahkan oleh bahasayang lainnya.

Dunia saat ini telah berbeda dengan dunia tahun 1928 ketikan Sumpah Pemuda itu dikumandangkan. Dunia sekarang adalah dunia yang sudah dipersempit oleh berbagai perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Dunia yang tidak terkotak-kotak oleh daerah teritorial, tetapi seakan teritorial yang dipersatukan oleh kerjasama dan kepentingan global. Kembali harus diakui bahwa bahasa Inggris digunakan dalam semua bentuk komunikasi internasional.

Dunia usaha yang merupakan pengguna (user) keluaran peserta didik pun mensyaratkan kompetensi bahasa Inggris untuk tenaga kerja yang direkrutnya. Bahkan ada kecenderungan mereka juga menuntut bahasa asing kedua.Ini juga bukan berarti dunia usaha menomorduakan Bahasa Indonesia, tetapi semata-mata karena tuntutan global.

Beberapa maskapai pelayaran asing saat ini mensentralisasi urusan dokumen ke India dan Pilipina. Sebelumnya dokumen pengapalan ditangani oleh agen-agen mereka di Indonesia. Salah satu alasannya konon tenaga kerja di kedua negara ini rata-rata memiliki kompetensi Bahasa Inggris bagus. Mungkin kita kurang bisa menerima alasan ini, tetapi kita pun tidak bisa memaksa mereka yang beralasan ini.

Demikianlah memang kenyataannya, sudah saatnya kita menghadapi tuntutan-tuntutan yang sifat global itu.

Jadi menurut pandangan penulis, selama kita dapat menempatkan bahasa asing pada tempatnya bahasa itu tidak akan melemahkan bahasa nasional kita, apalagi sampai menghilangkan jati diri dan melemahkan nasionalisme.

(Penulis hanya sekedar penggemar bahasa yang bukan ahli bahasa)

gambar: shutterstock

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun