Mohon tunggu...
Mas Gagah
Mas Gagah Mohon Tunggu... Dosen - (Lelaki Penunggu Subuh)

Anak Buruh Tani "Ngelmu Sampai Mati"

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Gelar MA (Master of Arts) tapi Palsu

13 Januari 2020   15:07 Diperbarui: 13 Januari 2020   15:26 3178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
shineacademyedu.com

Dengan membaca judul saja, pembaca sudah pasti memahami kearah mana tulisan ini ujungnya. Tulisan singkat ini hendak mengkritik fenomena kebanggaan diri terhadap orang yang bergelar MA. Sayangnya, ternyata gelar itu tidak pernah didapatkan. Pemegang gelar tersebut tidak pernah kuliah sampai tamat Magister (S2) untuk memperoleh gelar MA. Tapi, dengan bangga dan tanpa rasa berdosa, gelar itu dipakainya di mana saat mengisi ceramah atau kajian.

Ironisnya, masih ada juga kampus yang menjadikannya seorang dosen. Meskipun kondisinya masih aman. Sebab hanya menjadi dosen tidak tetap. Jika ada akreditasi kampus, mudah untuk disembunyikan. Mungkin juga gelar palsu itu dipakai oleh para anggota dewan yang terhormat di sana.

Tulisan ini muncul karena kejadian itu ada di dekat saya. Bahkan saya mengenal orang tersebut dengan baik. Meskipun begitu saya tetap menghormati beliau sebagai orang tua saya. Kasusnya tidak hanya satu tetapi pada tempat lain juga saya temukan.

Suatu saat ada sebuah undangan kajian Islam. Pada undangan (pamlet) yang menyebar di medsos tersebut ada nama seorang ustadz. Saya mengenal ustadz tersebut dengan baik. Saya pun tahu bahwa beliau hanya lulus pada tingkat S1 mendapatkan gelar Lc. Nah, pada pamlet itu, entah kenapa, sang ustad dituliskan gelar MA. Nah lhoo, saya bertanya dalam hati, dari mana sematan gelar MA tersebut?

Apa karena dia lulusan dari pesantren? Atau karena dia lulusan sebuah kampus Islam bergelar Lc? Kemudian dia dianggap mumpuni dalam bidang keislaman. Sehingga dia sering diundang ceramah di mana-mana? Lalu, dengan mudah dia bisa menerima gelar akedemik MA.

Sialnya lagi, sang ustad tidak meminta pada panita agar pamlet segara diralat. Sepertinya dia bangga dengan penyematan gelar palsu itu. Saya tidak memahami apa yang bersemayam dalam pikiran ustad tersebut. Mungkin juga karena dengan gelar MA tersebut honor ceramahnya lebih besar.

Kasus seperti itu beberapa kali saya temukan. Ustadz yang hanya bergelar Lc diberikan gelar MA. Sungguh menyedihkan. Membohongi publik mengambil gelar MA hanya untuk mendapatkan uang. Sang ustad, sama seperti kasus yang pertama, tidak meralat gelar palsu tersebut.

Kasus yang lain yaitu seorang dosen lulusan Timur Tengah. Sepengetahuan saya dia memang menyelesaian S1 dengan gelar Lc. Tapi yang jadi masalah adalah gelar MA yang dia sandang. Menurut informasi, dia menyelesaikan S2 di Timur Tengah. Gelar MA sampai saat ini masih dia bawa saat mengajar dan saat mengisi ceramah Islam di beberapa tempat.

Tetapi, terdengar kabar, beberapa waktu saat dia hendak menerbitkan NIDN. Saat pihak kampus menelusuri kampus Timur Tengah tempat dia kuliah, ternyata bodong. Kampus itu tidak terdaftar dan memang tidak ada ada. Mungkin kalau di Indonesia, kampus bodong atau abal-abal yang tidak terdaftar di BAN-PT/tidak terakreditasi.

Saya tidak tahu kelanjutan dia mengajar di kampus tersebut. Tapi, sepertinya kampus tersebut juga abai. Dia masih mengajar dengan status dosen tidak tetap. Masih aman, karena dosen tidak tetap tanpa mewajibkan adanya Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN). Saya tidak tahu, apakah kasus ini ada di kampus lain. Saat ini syarat menjadi dosen harus minimal bergelar S2.

Sampai saat ini, sang ustad tersebut masih setia dengan gelar MA palsunya. Dia tidak merasa memiliki dosa membawa gelar palsu untuk ceramah. Padahal, dia tidak pernah merasakan bagaimana susahnya menyelesaikan pendidikan S2.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun