Mohon tunggu...
Mas Gagah
Mas Gagah Mohon Tunggu... Dosen - (Lelaki Penunggu Subuh)

Anak Buruh Tani "Ngelmu Sampai Mati"

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Anak 90-an Hobi Menulis di "Buku Diary", Generasi Sekarang Gemar "Selfie"

23 September 2018   22:02 Diperbarui: 24 September 2018   04:51 2074
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.selipan.com

Harapan Pada Diary Tahun 90-an

Bagi orang-orang yang tumbuh pada tahun 90-an atau sebelumnya, sepertinya pernah menulis surat cinta pada secarik kertas. Kepada sang pujaan hati itulah anak 90-an mencoba merangkai puisi atau sajak. Jika kasih tak sampai, kemudian kami curhat pada buku Diary. Pada sekecil Diary itulah sebuah harapan masa depan dituliskan. Faktanya, Diary merupakan sebuah wadah untuk belajar menuliskan tentang cita-cita masa depan diri dan bangsa ini.

Buku kecil itulah tempat kami mencoba belajar menulis. Tidak ada internet seperti sekarang ini. Jadi untuk bisa merangkai sebuah kata, kami harus berpikir keras. Tidak mudah juga bagi kami untuk menemukan bahan buku-buku sebagai bahan bacaan. Apalagi bagi kami yang tinggal di pelosok kampung, buku-buku merupakan harta yang terkadang sulit didapatkan.

Kalau ada, biasanya kami mendapatkan buku hanya dari pinjaman sekolah. Buku-buku itupun kami harus kami segera kembalikan. Sebab, akan diwariskan kepada adik kelas. Iseng-iseng pada buku teks tersebut kami corat-coret. Tulisannya adalah 'salam kangen buat si doi..., atau kadang salam cinta buat adik kelas.

Lewat buku-buku itulah kami mencoba memecahkan masalah. Bahkan untuk menemukan cinta, lewat buku itulah sarana paling mengasyikkan.

Pernah satu ketika saya kena marah sama guru sebab menuliskan puisi cinta pada seorang adik kelas pada sebuah buku teks. Meskipun kena marah guru, saya dan teman-teman tidak jera untuk menulis salam kangen lewat buku itu. Buku bagi kami merupakan ajang untuk berlomba menuliskan sebuah pemikiran kecil, meskipun hanya tentang perasaan.

Belum lagi di desa saya, waktu itu belum ada lampu listrik. Saya harus belajar menggunakan penerangan 'sentir', yaitu kotak kecil yang berikan kain atau kapas di atasnya. Yang kemudian 'sentir' itu menemani saya belajar sepanjang malam. Membaca buku pinjaman dari sekolah tanpa ditemani listrik seperti hari ini.

Waktu itu idaman saya adalah buku RPUL, yang isinya bermacam pengtahun umu. RPUL merupakan senjata andalan belajar kami waktu sekolah dasar.

Pada RPUL itu kami bisa menemukan berbagai macam arti-arti. Yang paling menarik dari RPUL itu kami bisa mengetahui seluruh propinsi di Indonesia dan ibu kotanya.

Saya tidak tahu, apakah di jaman digital ini RPUL sekarang masih ada?

Ujian THB dengan Mengarang Saat Kelas 2 SD

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun