Mohon tunggu...
Mas Gagah
Mas Gagah Mohon Tunggu... Dosen - (Lelaki Penunggu Subuh)

Anak Buruh Tani "Ngelmu Sampai Mati"

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Lebaran Digital: Sudut Pandang Jean Baudrillard

23 Juni 2018   20:31 Diperbarui: 23 Juni 2018   20:40 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: http://style.tribunnews.com/2018/06/14/kumpulan-gambar-quote-kartu-digital-ucapan-selamat-idul-fitri-1439-h-bisa-bikin-kreasimu-sendiri)

Jika menggunakan teori Alfin Tofler maka pada masa ini dapat disebut kita telah memasuki apa yang disebut dengan dunia gelombang ketiga. Pada dunia gelombang ketiga ini dapat disebut juga dengan eufori masyarakat informasi. Semua lini kehidupan dibangun berdasarkan kebudayaan dari media massa khususnya internet.

Apa yang diramalkan oleh Tofler sepertinya menjadi nyata. Masyarakat kita sekarang ini memiliki budaya baru yang dihasilkan dari masyarakat komunasi massa berbasi nirkabel. Semisal dari sebelum tidur sampai tidur lagi kita seperti kecanduan HP Android dan medi sosial.

Mau tidur saja cekrek kemudian update status, agar dilihat orang teman-teman. Padahal teman-teman itupun kita tidak pernah bertemu. Ia hanyalah follower media sosial yang jumlahnya ribuan tetapi ia terkadang tidak nyata. Pertemanan di ruang simulacra yang sejatinya bukan realitas yang sebenarnya.

Cobalah kita tanya pada diri masing-masing, dari ribuan teman chating di media sosial ataukah follower di media sosial, apakah kita semunya pernah kita temui di dunia nyata?

Kondisi di atas, jika menggunakan pendapat Jean Baudrillard, masyarakat kita ini telah masuk pada ruang-ruang simulasi. Baudriallad dengan teori simulacra menyebutkan bahwa semua yang nyata telah menjadi simulasi "All that is real becomes simulation" (https://medhyhidayat.com/jean-baudrillard-simulasi-dan-hiperrealitas/)

Semua hal yang kita dapatkan hari ini adalah hasil konstruksi yang tidak nyata atau simulasi. Kehidupan hanya menjadi tidak bermakna sebab kita lebih suka berada di dunia maya. Kita melakukan sesuatu bukan karena nilai tetapi karena bergantung pada tanda-tanda dalam ruang maya.

Orang jauh lebih suka lebih dalam berada didunia maya dibandingkan dengan dunia nyata. Itulah yang saya sebut dengan kehidupan di ruang simulacra. Bahkan saat ini kemarin kita merayakan lebaran bisa disebut kita masuk pada ruang maya dengan nama lebaran digital.

Jika pada sebelum tahun 2000 orang mengucapkan selamat lebaran dengan datang langsung bertemu, saat ini hanya cukup menyapa lewat aplikasi media sosial. Cukup klik satu kali maka kita akan mengirimkan gambar ucapan selamat lebaran atau ucapan memohon maaf lahir dan batin.

Menurut Saidi (Kompas, 22 Juni 2018), lebaran digital disebut sebagai aktivitas silaturahim lebaran yang dilakukan secara daring, komputer jaringan dan telepon pintar menjadi super sibuk melayani aktivitas ini.

Lumakto justru beranggapan konvensi dan konteks lebaran digital bergerak berubah dari makna ketulusan menjadi sekedar basa-basi. Ucapan minta maaf lahir batin dan sebagainya hanya berupa konstruksi realitas di dunia maya belaka. (http://thr.kompasiana.com/girilu/5b23bcd4ab12ae26e6142562/lebaran-digital)

Menurut analisis penulis dari pendapat Lumakto ini inilah konteks lebaran kita hari ini, meminjam teori yang Jean Baudrillard sebagai lebaran simulacra. Lebaran yang tanpa sakarilatas sebab telah digantikan oleh distorsi makna dalam media sosial.  Begitulah kita hari ini, lebih suka menjadi manusia dengan kesendirian tanpa nilai. Teknologi yang modern justru membuat kita semakin menjauhi nilai-nilai sosial. Sesuatu yang seharusnya nyata misalnya silaturahim lebaran justru dikonstruksi lewat ruang simulasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun