Mohon tunggu...
Muhammad Asfiroyan
Muhammad Asfiroyan Mohon Tunggu... Akuntan - Muhammad Asfiroyan

Pegawai di salah satu instansi yang hobi membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Quo Vadis Industri Halal Indonesia?

18 November 2019   18:51 Diperbarui: 18 November 2019   19:02 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dunia industri menjadi suatu topik yang tak dapat lepas pembahasannya dari lika-liku kehidupan saat ini, dan perkembangannya bisa dikatakan sebagai proses yang paling penting dalam sejarah selama tiga abad terakhir[1]. Perkembangan industri pada saat ini telah mencapai periode keempat, yang ditandai dengan masifnya penggunaan konektivitas internet dan perangkatnya (Internet of Things), digitalisasi industri berkelanjutan[2], dan pemanfaatan artificial intelligence (AI). 

Bahkan belum lama ini, Jepang telah mendeklarasikan era Society 5.0[3], sebuah gagasan industrialisasi baru yang berpusat pada manusia (human-centered). Terlepas dari seluruh konsep dan kemajuannya, perkembangan dunia industri harus diakui telah menciptakan berbagai kesempatan baru dan juga tantangan serta polarisasi di bidang ekonomi dan sosial[4]. 

Dan dari sinilah kita perlu berpikir tentang bagaimana pengaruh perkembangan industri bagi kita bangsa Indonesia, khususnya bagi sektor industri halal. Apakah globalisasi dan bergesernya paradigma produksi akibat revolusi industri tersebut dapat menjadi kesempatan atau justru rintangan yang semakin membenamkan geliat usaha-usaha halal? Apakah industri halal Indonesia akan terus selamanya kalah dari industri lain yang semakin meningkat tingkat kompetisinya?

Pertama-pertama, mari kita uraikan terlebih dahulu seperti apa industri halal yang telah berjalan di Indonesia selama ini. Halal secara terminologi merujuk kepada segala sesuatu yang diperbolehkan dari sudut pandang syariat Islam[5] dan bersifat universal[6]. Maka sejatinya seluruh industri yang ada di Indonesia adalah industri halal selama input, proses, dan output yang diolah dan dihasilkan industri tersebut diperbolehkan syariat. 

Status halal dari suatu barang atau jasa akan menjadi jaminan bagi konsumen muslim bahwa barang atau jasa tersebut dapat dikonsumsi tanpa harus melanggar aturan agama. Dalam perspektif yang lebih jauh, status halal telah menjadi indikator universal untuk jaminan kualitas produk dan standar hidup masyarakat muslim[7]. 

Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, telah memberikan jaminan tersedianya produk halal melalui beleid berupa Undang-Undang (UU) nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. UU tersebut mengatur tentang jaminan ketersediaan produk halal, pokok-pokok ketentuan terkait hak dan kewajiban pelaku usaha industri halal dan non-halal, serta ketentuan sertifikasi usaha halal[8]. Sayangnya aturan tersebut belum membahas ruang lingkup pengembangan industri halal itu sendiri. Padahal, potensi ekonomi dari sektor industri halal dari tahun ke tahun semakin menjanjikan. 

Dalam State of the Global Islamic Economy Report 2018/19[9], pangsa pasar umat muslim dunia pada tahun 2017 mencapai US$ 2,1 Milyar, dan diprediksi pada tahun 2023 nilai tersebut akan naik menjadi US$ 3 Milyar. Meningkatnya minat masyarakat dunia untuk mengkonsumsi produk halal, bukan hanya didorong oleh pertumbuhan penduduk maupun motivasi keyakinan semata, tetapi juga karena kualitas produk halal yang memang semakin baik[10]. 

Karena alasan ini, mulai bermunculan hegemoni produk halal di kalangan industri nasional maupun multinasional. Perusahaan-perusahaan seperti Unilever, Nestle, Kellogg's, dan Cargill telah mengembangkan lini bisnis mereka untuk menghasilkan produk-produk yang bersertifikasi halal. BASF, perusahaan kimia terbesar di dunia, telah mengantongi 145 sertifikasi halal untuk produk pembersih wajah, sabun dan detergen yang mereka hasilkan. Sementara itu, Nike, produsen utama pakaian olahraga dunia, juga telah berencana meluncurkan hijab khusus untuk para atlet olahraga[11]. 

Tak hanya di sisi produsen, beberapa negara saat ini telah mengambil inisiatif kebijakan untuk mengambil peluang dari perkembangan industri halal. Negara-negara mayoritas Islam seperti Malaysia dan Uni Emirat Arab sudah sejak lama meluncurkan beberapa regulasi dan program penting terkait perdagangan dan industri yang mengkokohkan posisi mereka saat ini sebagai pusat dari perdagangan dan industri ekonomi halal. Tak mau kalah, negara-negara minoritas muslim pun mulai melirik potensi industri halal. 

Korea Selatan pada tahun 2017 telah menetapkan diri sebagai negara ramah pariwisata halal dan menargetkan 1 juta wisatawan muslim untuk berkunjung[12]. Sementara Brasil, Australia, dan India secara berturut-turut menjadi eksportir daging halal terbesar di dunia dengan nilai perdagangan total US$ 9,9 Miliar pada tahun 2017[13]. Seiring dengan makin meningkatnya permintaan akan produk halal, industri halal tak pelak menjadi sektor yang menjanjikan bagi perkembangan perekonomian dunia di masa depan. Dan ditengah-tengah persaingan yang sengit itu, ironisnya Indonesia sebagai negara dengan pasar halal terbesar di dunia justru mengalami ketertinggalan dalam pengembangan industri ini.

Fakta ketertinggalan Indonesia ditunjukkan dalam Global Islamic Economy Index (GIEI) 2018/19[14], suatu indeks yang menunjukkan gambaran komprehensif terkait ekosistem perekonomian suatu negara dalam mendorong perkembangan ekonomi berlandaskan syariat Islam. Berdasarkan indeks tersebut, skor Indonesia hanya sebesar 45, kalah jauh dari Malaysia (skor 127), Uni Emirat Arab (skor 89), dan Bahrain (skor 65). Secara peringkat Indonesia bahkan hanya menduduki peringkat 10, hanya mampu berkembang sedikit dan naik satu peringkat dari perhitungan indeks periode sebelumnya. 

Masalah lain yang menunjukkan belum seriusnya upaya kita dalam mewujudkan Indonesia sebagai pasar halal terbesar dunia adalah masih awamnya masyarakat dan para pemangku kepentingan terhadap urgensi keberadaan produk halal. Belum lagi perbedaan penafsiran dari produk halal itu sendiri, yang menyebabkan para pemangku kebijakan bergerak tidak kompak dan searah dalam menerbitkan aturan[15]. Di Indonesia selama ini, kebanyakan perhatian masyarakat dan ulama masih terbatas pada masalah kajian dan administrasi sertifikasi halal[16]. 

Kemudian, beberapa halangan umum seperti belum terlalu menjanjikannya iklim investasi Indonesia dimana rasio modal terhadap hasil (Incremental Capital Output Ratio - ICOR) Indonesia yang terlalu tinggi (skor 6,6 sementara negara peers di ASEAN pada kisaran 3 s.d. 4)[17], tingginya biaya logistik yang ditunjukkan dengan rendahnya Logistic Performance Index[18], dan sulitnya ekspor[19] makin memperumit masalah pengembangan bisnis dan industri secara umum, termasuk juga industri halal. Dalam kondisi yang rumit seperti ini, tentu kita patut bertanya, mau kemana (quo vadis) industri halal Indonesia ini dibawa?

Perkembangan Terkini

Menyadari bahwa Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia justru mengalami ketertinggalan dalam pengembangan ekonomi syariah khususnya sektor industri halal, Pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah meluncurkan Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019 -- 2024[20]. Masterplan Ekonomi Syariah ini merupakan jawaban berbagai tantangan dalam mengembangkan perekonomian syariah termasuk industri halal tanah air. 

Adapun tantangan yang saat ini dihadapi para pelaku usaha halal dan pemangku kebijakan antara lain: (1) regulasi terkait industri halal yang belum memadai, (2) literasi dan kesadaran masyarakat akan produk halal yang kurang, (3) demand produk halal di dalam negeri yang tidak diimbangi dengan supply-nya, (4) tata kelola dan manajemen risiko sektor halal masih belum memadai (5) pemanfaatan teknologi belum optimal pada industri halal (6) standar halal Indonesia belum dapat diterima di tingkat global, dan terakhir (7) interlinkage industri halal dan keuangan syariah yang masih rendah[21]. 

Untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut, Pemerintah dengan tegas telah menetapkan visi menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah terkemuka dunia. Tentu ini sama sekali bukan tugas yang mudah. Untuk itu, ada beberapa strategi utama yang akan dijalankan pemerintah dan pemangku kepentingan ekonomi syariah dalam mencapai impian menjadi pusat ekonomi syariah terkemuka dunia adalah sebagai berikut: (1) penguatan rantai nilai halal (halal value chain) pada sektor yang dinilai memiliki potensi dan daya saing tinggi, seperti industri makanan dan minuman, pariwisata, busana muslim, media, rekreasi, industri farmasi dan kosmetika, dan industri energi terbarukan; (2) penguatan keuangan syariah dengan mengacu pada Masterplan Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia[22]; (3) penguatan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sebagai motor penggerak utama halal value chain; dan (4) penguatan ekonomi digital[23].

Selain itu, ada enam strategi dasar yang menjadi ekosistem pendukung strategi utama di atas, yaitu: (1) penguatan regulasi dan tata kelola, (2) peningkatan kapasitas riset dan pengembangan; (3) peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia; dan (4) peningkatan kesadaran dan literasi publik[24]. 

Implementasi strategi di atas dituangkan dalam quick wins yang dibagi menjadi tiga tahapan utama. Pada tahapan pertama, inisiatif diprioritaskan untuk meletakkan landasan penguatan aspek hukum dan koordinasi. Selain itu, kampanye nasional gaya hidup halal dibutuhkan untuk meningkatkan literasi dan kesadaran mengonsumsi komoditas yang ramah Muslim. Pada tahapan kedua, beberapa inisiatif harus dilakukan sebagai program utama, antara lain: pembentukan dana halal nasional. Fungsinya untuk memfasilitasi pembiayaan industri halal. Lainnya adalah pendirian badan halal di tingkat regional untuk penguatan industri halal dan aktivasi Islamic Inclusive Financial Services Board (IIFSB). Lembaga ini  akan memposisikan Indonesia sebagai referensi internasional dalam pengembangan dan tata kelola dana sosial Islam.  Selanjutnya, dalam tahapan ketiga, harus ada kerja sama dengan luar negeri dalam bentuk pendirian pusat halal internasional. fungsinya untuk mempercepat investasi luar negeri dalam industri halal dan harmonisasi standar sertifikasi halal Indonesia di luar negeri[25]. 

Tahapan Lebih Lanjut

Setelah Masterplan Ekonomi Syariah dicanangkan, maka pekerjaan rumah bagi pemerintah saat ini adalah memastikan bahwa setiap langkah dan strategi yang dicanangkan dapat terlaksana dengan baik. Untuk itu, diperlukan upaya implementasi yang sungguh-sungguh dan pengawasan yang menyeluruh dari berbagai elemen dan perspektif kelembagaan guna menjamin tercapainya visi pusat ekonomi syariah dan industri halal dunia. Peran dan dukungan para ulama, akademisi, pengamat bisnis dan investasi, ahli ekonomi, analis kebijakan pemerintah, serta seluruh warga negara Indonesia menjadi pilar yang dapat mendorong pemerintah dan dunia usaha untuk merealisasikan masterplan tersebut.

Untuk penerapan strategi penguatan halal value chain, tantangan terbesar pemerintah adalah bagaimana mengkondisikan pemahaman masyarakat akan pentingnya gaya hidup halal (halal lifestyle). Selama ini, persepsi mayoritas masyarakat akan produk halal masih teretensi pada komoditas berupa makanan dan minuman semata. Diperlukan upaya ekstra untuk membumikan kembali konsep sejati dari produk halal pada masyarakat, khususnya masyarakat muslim. Pemerintah dapat melibatkan public figure ataupun ulama yang disegani untuk mengajak masyarakat kepada pemahaman produk halal yang komprehensif.

Kemudian, kembali untuk menguatkan halal value chain, diperlukan adanya halal hub di berbagai daerah sesuai dengan keunggulan komparatif (comparative advantage) masing-masing daerah dengan ekonomi mapan, seperti pulau Jawa dan kota-kota besar. Untuk itu diperlukan dukungan pendanaan yang kuat baik dari APBN maupun pendanaan dari sektor perbankan dan swasta. Selain itu juga diperlukan kerjasama yang erat dan searah dengan Pemerintah Daerah untuk mensukseskan program halal hub. Secara umum, Pemerintah wajib menyusun langkah-langkah yang konkrit untuk merealisasikan halal hub yang nantinya dapat menguatkan industri produk halal dalam negeri.

Untuk penerapan strategi penguatan keuangan syariah, tantangan terbesar pemerintah adalah bagaimana mengintegrasikan Islamic fund dalam satu pengawasan pengelolaan yang terintegrasi. Sebagai contoh, pengelolaan dana zakat saat ini saja ditangani ribuan Lembaga Amil Zakat (LAZ) baik skala nasional maupun regional, dan baru 16 LAZ yang memiliki izin nasional dan 7 LAZ skala provinsi dari Kementerian Agama[26]. Artinya, pengelolaan dana umat Islam sendiri dilakukan dalam banyak wadah dan sulit diawasi pengelolaannya secara profesional oleh negara. Pengelolaan keuangan syariah yang optimal dapat mendorong investasi di sektor riil khususnya industri halal dengan lebih baik.

Untuk penerapan strategi penguatan UMKM, tantangan terbesar ada pada pola bisnis dari UMKM itu sendiri. UMKM merupakan salah satu basis ekonomi bayangan (shadow economy), yakni semua aktivitas ekonomi yang berkontribusi terhadap perhitungan Produk Domestik Bruto tetapi aktivitas tersebut sama sekali tidak terdaftar atau tidak bisa dihitung[27]. Aktivitas ekonomi UMKM yang biasanya bebasis uang tunai, tanpa pencatatan maupun pembukuan yang dilaporkan pada otoritas tertentu, dan dilakukan pada rantai distribusi akhir, membuatnya menjadi aktivitas ekonomi yang sulit dikendalikan dan diawasi. Sebagai gambaran sulitnya pengawasan shadow economy, pemerintah mengakui bahwa salah satu faktor sulitnya mencapai target penerimaan pajak selama beberapa tahun terakhir adalah akibat adanya shadow economy tersebut[28]. Maka, pembangunan database UMKM yang valid dan terpercaya serta program-program peningkatan kualitas UMKM lainnya dalam rangka penguatan UMKM di sektor industri halal juga akan makin menemui aral yang tinggi. Diperlukan sosialisasi yang masif dan mampu menjangkau seluruh UMKM untuk menguatkan pemahaman UMKM untuk menghadapi tantangan persaingan industri halal di Indonesia.

Kemudian yang terakhir, untuk penerapan strategi penguatan ekonomi digital, yang merupakan strategi yang paling menjanjikan untuk membumikan industri halal di tengah naiknya minat masyarakat terhadap teknologi informasi, akan menemui hambatan bila tidak diiringi dengan kebijakan financial technology yang memadai. Juga, peran pemerintah untuk menggerakkan dunia usaha halal agar mampu bertranformasi menjadi dunia usaha halal yang berbasis digital menjadi sangat dibutuhkan. Pemahaman perkembangan kemajuan teknologi yang baik serta strategi dan peluang bisnis yang menyertainya mutlak perlu dimiliki para pelaku bisnis industri halal Indonesia.

Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, ada beberapa poin penting yang dapat menjadi fokus pemerintah untuk menguatkan langkah-langkah strategis yang telah disiapkan dalam meningkatkan kapasitas dan kualitas industri halal di Indonesia. Pertama, selain keterlibatan ekonom dan praktisi bisnis, pemerintah dapat mempertimbangkan keterlibatan para ulama dan akademisi muslim dalam membangun regulasi, terutama yang erat keterkaitannya dengan konsep dan standardisasi halal global. Kedua, penerapan insentif investasi yang menarik di sektor halal dapat menjadi magnet bagi investor, misal insentif di bidang perpajakan ataupun kemudahan investasi lainnya seperti ketersediaan natural resources dan tenaga kerja[29]. Dan terakhir, skema pemberian sertifikasi halal melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal yang integral dan universal sehingga terbentuk standar halal yang efektif dan dapat diterima oleh seluruh dunia.

  

Kesimpulan

Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, nyatanya masih tertinggal jauh dalam perkembangan dan pangsa pasar industri halal dunia. Untuk itu, pemerintah telah mencanangkan target dan langkah-langkah strategis guna mewujudkan Indonesia sebagai sentra industri halal. Visi dan rencana strategisnya telah tertuang dalam Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019 -- 2024. Implementasi konkrit dari rencana strategis tersebut diharapkan akan mampu diwujudkan dan diselesaikan pemerintah dan pihak-pihak terkait.

Selain peran pemerintah dan peran para pelaku industri halal, tentu diperlukan juga peran kita semua untuk mensukseskan terwujudnya Indonesia sebagai pusat industri halal dunia, yakni dengan terus meningkatkan pemahaman kita akan produk-produk halal, dan bagi kita yang muslim, harus paham kewajiban mengkonsumsi produk halal dalam keseharian kita. Membudayakan halal lifestyle menjadi kunci, sehingga terwujud perekonomian Indonesia yang tidak hanya semakin besar dan berkembang, tetapi juga semakin sejahtera dan diberkahi Allah SWT.  

Referensi:


[1] Stearns, P. N. (2018). The industrial revolution in world history. Routledge.
[2] Lasi, H., Fettke, P., Kemper, H. G., Feld, T., & Hoffmann, M. (2014). Industry 4.0. Business & information systems engineering, 6(4), 239-242.
[3] Annual Report 2018--2019. World Economic Forum. http://www3.weforum.org/docs/WEF_Annual_Report_18-19.pdf
[4] The Global Competitiveness Report 2019. World Economic Forum. http://www3.weforum.org/docs/WEF_TheGlobalCompetitivenessReport2019.pdf
[5] Al-Qaradhawi, Yusuf, al-Halal wa al-Haram. Maktabah al-Islami, Beirut, 1994.
[6] Marco Tieman, (2011),"The application of Halal in supply chain management: indepth interviews", Journal of Islamic Marketing, Vol. 2 Iss 2 pp. 186 -- 195
[7] Gillani, S. H., Ijaz, F., & Khan, M. M. (2016). Role of Islamic Financial Institutions in Promotion
of Pakistan Halal Food Industry. Islamic Banking and Finance Review, 3 (1), 29-49.
[8] http://jdih.bsn.go.id/produk/detail/?id=15&jns=2
[9] State of the Global Islamic Economy Report 2018/19. https://haladinar.io/hdn/doc/report2018.pdf
[10] https://www.coreindonesia.org/view/244/cmd-24-mengurai-benang-kusut-uu-jph-mengejar-ketertinggalan-industri-halal
[11] Ibid.
[12] Chung A. Korea to attract 1 mil. Muslim tourists [Internet]. Korea Times. 2017. http://www.koreatimes.co.kr/www/nation/2017/03/113_197384.html
[13] https://www.businessinsider.com/worlds-biggest-halal-meats-exporter-nowhere-near-any-muslim-countries-2017-12?IR=T
[14] State of the Global Islamic Economy Report 2018/19. https://haladinar.io/hdn/doc/report2018.pdf
[15] https://republika.co.id/berita/py2pea370/masih-banyak-pekerjaan-rumah-di-industri-halal
[16] https://republika.co.id/berita/pxej84370/pengamat-pemerintah-belum-serius-bangun-industri-halal
[17] https://nasional.kontan.co.id/news/icor-indonesia-masih-tinggi-menkeu-kualitas-pendidikan-dan-birokrasi-jadi-penyebab
[18] Data dari World Bank, diakses dari http://lpi.worldbank.org
[19] https://republika.co.id/berita/pxej84370/pengamat-pemerintah-belum-serius-bangun-industri-halal
[20] https://www.cnbcindonesia.com/syariah/20190514155317-29-72406/diluncurkan-jokowi-ini-4-fokus-masterplan-ekonomi-syariah-ri
[21] Executive Summary Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019 -- 2024. https://ubico.id/wp-content/uploads/2019/05/Masterplan-Ekonomi-Syariah-Indonesia-2019-2024_Terbaru.pdf
[22] Masterplan Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia. https://www.bappenas.go.id/files/publikasi_utama/Masterplan%20Arsitektur%20Keuangan%20Syariah%20Indonesia.pdf
[23] Executive Summary Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019 -- 2024. https://ubico.id/wp-content/uploads/2019/05/Masterplan-Ekonomi-Syariah-Indonesia-2019-2024_Terbaru.pdf
[24] Ibid.
[25] Ibid.
[26] https://bimasislam.kemenag.go.id/post/berita/kemenag-keluarkan-izin-16-laz-skala-nasional
[27] Schneider, F. (2000). Dimensions of the shadow economy. INDEPENDENT REVIEW-OAKLAND-, 5(1), 81-92.
[28] https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180817061118-532-322964/target-pajak-gagal-jokowi-salahkan-shadow-economy
[29] Lecraw, D. J. (1991). Faktors influencing FDI by TNCs in host developing countries: a preliminary report. In Multinational enterprises in less developed countries (pp. 163-180). Palgrave Macmillan, London.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun