Mohon tunggu...
Muhammad Asfiroyan
Muhammad Asfiroyan Mohon Tunggu... Akuntan - Muhammad Asfiroyan

Pegawai di salah satu instansi yang hobi membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Quo Vadis Industri Halal Indonesia?

18 November 2019   18:51 Diperbarui: 18 November 2019   19:02 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masalah lain yang menunjukkan belum seriusnya upaya kita dalam mewujudkan Indonesia sebagai pasar halal terbesar dunia adalah masih awamnya masyarakat dan para pemangku kepentingan terhadap urgensi keberadaan produk halal. Belum lagi perbedaan penafsiran dari produk halal itu sendiri, yang menyebabkan para pemangku kebijakan bergerak tidak kompak dan searah dalam menerbitkan aturan[15]. Di Indonesia selama ini, kebanyakan perhatian masyarakat dan ulama masih terbatas pada masalah kajian dan administrasi sertifikasi halal[16]. 

Kemudian, beberapa halangan umum seperti belum terlalu menjanjikannya iklim investasi Indonesia dimana rasio modal terhadap hasil (Incremental Capital Output Ratio - ICOR) Indonesia yang terlalu tinggi (skor 6,6 sementara negara peers di ASEAN pada kisaran 3 s.d. 4)[17], tingginya biaya logistik yang ditunjukkan dengan rendahnya Logistic Performance Index[18], dan sulitnya ekspor[19] makin memperumit masalah pengembangan bisnis dan industri secara umum, termasuk juga industri halal. Dalam kondisi yang rumit seperti ini, tentu kita patut bertanya, mau kemana (quo vadis) industri halal Indonesia ini dibawa?

Perkembangan Terkini

Menyadari bahwa Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia justru mengalami ketertinggalan dalam pengembangan ekonomi syariah khususnya sektor industri halal, Pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah meluncurkan Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019 -- 2024[20]. Masterplan Ekonomi Syariah ini merupakan jawaban berbagai tantangan dalam mengembangkan perekonomian syariah termasuk industri halal tanah air. 

Adapun tantangan yang saat ini dihadapi para pelaku usaha halal dan pemangku kebijakan antara lain: (1) regulasi terkait industri halal yang belum memadai, (2) literasi dan kesadaran masyarakat akan produk halal yang kurang, (3) demand produk halal di dalam negeri yang tidak diimbangi dengan supply-nya, (4) tata kelola dan manajemen risiko sektor halal masih belum memadai (5) pemanfaatan teknologi belum optimal pada industri halal (6) standar halal Indonesia belum dapat diterima di tingkat global, dan terakhir (7) interlinkage industri halal dan keuangan syariah yang masih rendah[21]. 

Untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut, Pemerintah dengan tegas telah menetapkan visi menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah terkemuka dunia. Tentu ini sama sekali bukan tugas yang mudah. Untuk itu, ada beberapa strategi utama yang akan dijalankan pemerintah dan pemangku kepentingan ekonomi syariah dalam mencapai impian menjadi pusat ekonomi syariah terkemuka dunia adalah sebagai berikut: (1) penguatan rantai nilai halal (halal value chain) pada sektor yang dinilai memiliki potensi dan daya saing tinggi, seperti industri makanan dan minuman, pariwisata, busana muslim, media, rekreasi, industri farmasi dan kosmetika, dan industri energi terbarukan; (2) penguatan keuangan syariah dengan mengacu pada Masterplan Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia[22]; (3) penguatan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sebagai motor penggerak utama halal value chain; dan (4) penguatan ekonomi digital[23].

Selain itu, ada enam strategi dasar yang menjadi ekosistem pendukung strategi utama di atas, yaitu: (1) penguatan regulasi dan tata kelola, (2) peningkatan kapasitas riset dan pengembangan; (3) peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia; dan (4) peningkatan kesadaran dan literasi publik[24]. 

Implementasi strategi di atas dituangkan dalam quick wins yang dibagi menjadi tiga tahapan utama. Pada tahapan pertama, inisiatif diprioritaskan untuk meletakkan landasan penguatan aspek hukum dan koordinasi. Selain itu, kampanye nasional gaya hidup halal dibutuhkan untuk meningkatkan literasi dan kesadaran mengonsumsi komoditas yang ramah Muslim. Pada tahapan kedua, beberapa inisiatif harus dilakukan sebagai program utama, antara lain: pembentukan dana halal nasional. Fungsinya untuk memfasilitasi pembiayaan industri halal. Lainnya adalah pendirian badan halal di tingkat regional untuk penguatan industri halal dan aktivasi Islamic Inclusive Financial Services Board (IIFSB). Lembaga ini  akan memposisikan Indonesia sebagai referensi internasional dalam pengembangan dan tata kelola dana sosial Islam.  Selanjutnya, dalam tahapan ketiga, harus ada kerja sama dengan luar negeri dalam bentuk pendirian pusat halal internasional. fungsinya untuk mempercepat investasi luar negeri dalam industri halal dan harmonisasi standar sertifikasi halal Indonesia di luar negeri[25]. 

Tahapan Lebih Lanjut

Setelah Masterplan Ekonomi Syariah dicanangkan, maka pekerjaan rumah bagi pemerintah saat ini adalah memastikan bahwa setiap langkah dan strategi yang dicanangkan dapat terlaksana dengan baik. Untuk itu, diperlukan upaya implementasi yang sungguh-sungguh dan pengawasan yang menyeluruh dari berbagai elemen dan perspektif kelembagaan guna menjamin tercapainya visi pusat ekonomi syariah dan industri halal dunia. Peran dan dukungan para ulama, akademisi, pengamat bisnis dan investasi, ahli ekonomi, analis kebijakan pemerintah, serta seluruh warga negara Indonesia menjadi pilar yang dapat mendorong pemerintah dan dunia usaha untuk merealisasikan masterplan tersebut.

Untuk penerapan strategi penguatan halal value chain, tantangan terbesar pemerintah adalah bagaimana mengkondisikan pemahaman masyarakat akan pentingnya gaya hidup halal (halal lifestyle). Selama ini, persepsi mayoritas masyarakat akan produk halal masih teretensi pada komoditas berupa makanan dan minuman semata. Diperlukan upaya ekstra untuk membumikan kembali konsep sejati dari produk halal pada masyarakat, khususnya masyarakat muslim. Pemerintah dapat melibatkan public figure ataupun ulama yang disegani untuk mengajak masyarakat kepada pemahaman produk halal yang komprehensif.

Kemudian, kembali untuk menguatkan halal value chain, diperlukan adanya halal hub di berbagai daerah sesuai dengan keunggulan komparatif (comparative advantage) masing-masing daerah dengan ekonomi mapan, seperti pulau Jawa dan kota-kota besar. Untuk itu diperlukan dukungan pendanaan yang kuat baik dari APBN maupun pendanaan dari sektor perbankan dan swasta. Selain itu juga diperlukan kerjasama yang erat dan searah dengan Pemerintah Daerah untuk mensukseskan program halal hub. Secara umum, Pemerintah wajib menyusun langkah-langkah yang konkrit untuk merealisasikan halal hub yang nantinya dapat menguatkan industri produk halal dalam negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun