Meski hanya berupa dorongan semangat untuk terus berkarya, itu sudah cukup bagi Udin untuk kembali 'menggeliat' merangkai cita-cita yang sempat 'koma' beberapa waktu. Awalnya dia berharap respon pejabat itu tidak sekedar berupa retorika dengan kata-kata penyemangat, tapi juga disertai dukungan fasilitas, tapi harapannya tiggallah harapan, pada akhirnya kemampuan swadaya pula lah yang bisa diandalkan.
Meski demikian, motivasi dari orang nomor satu di Aceh itu, membuat Udin kembali melanjutkan cita-citanya melestarikan bahasa dan budaya Gayo lewat karyanya. Masih mengandalkan modal dari koceknya sendiri, edisi kedua teka teki silang bahasa Gayo inipun terbit kembali setelah vakum selama hampir dua tahun. Kali ini Udin tidak mau setengah-setengah, dia ingin karyanya dikenal public secara luas, dan satu-satunya cara adalah dengan memperkenalkan karyanya melalui sebuah launching.
Akhirnya di launching
Berbekal semangat nan tak kunjung padam, Udin mulai menjajagi instansi atau lembaga yang bisa membantunya untuk melaunching karyanya ini, karena dia menyadari kalau membuata acara launching sendiri, dia merasa minim akses ke berbagai kalangan, dan tentu saja butuh dana. Setelah 'terombang-ambing' dari satu instansi ke instansi lainnya, gayung bersambut pun akhirnya datang dari Majlis Adat Gayo, sebuah lembaga pemerintah yang lahir dari implementasi penerapan Undang Undang Pemerintahan Aceh (UUPA). Beberpa tokoh adat dan budaya Gayo yang tergabung dalam Majlis Adat Gayo itu bersedia memfasilitasi launching yang rencananya akan dilakukan langsung oleh Bupati Aceh Tengah, Drs. Shabela Abubakar.
Setelah melalui berbagai persiapan, akhirnya launching Teka Teki Silang Gayo Begegure (TTSGB) karya Kamarudin bisa terlaksana di Operation Room Setdakab Aceh Tengah, Senin ( 13/5/2019) yang lalu. Undangan yang berasal dari berbagai instansi daerah dan sekolah-sekolah di seputaran kota Takengon pun terlihat cukup antusias menghadiri acara launching ini. Namun suasana yang lumayan meraih itu kemuadian berubah nuansa menjadi 'kurang enak', karena Bupati Aceh Tengah yang dijadwalkan untuk melaunching buku TTS ini tiba-tiba membatalkan kehadirannya karena ada tugas lain yang dianggap lebih penting.
Konfirmasi yang agak terlambat dari pihak protokoler Setdakab Aceh Tengah, membuat acara launching ini molor dan mengambang, sehingga banyak undangan yang kemudian meninggalkan ruangan. Ketika kemudaian Sekretaris Daerah, Karimansyah I, SE, MM kemudian hadir mewakili Bupati, ruangan yang tadinya sudah ramai, sudah berubah agak lengang. Untunglah ada prakarsa seorang relawan yang kemudian mengerahkan mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam negeri (STAIN) Gajah Putih untuk memenuhi ruangan tempat launching. Bukan cuma para mahasiswa, sebagian dosen STAIN juga dengan sukarela meibatkan diri 'meramaikan' acara ini.
Ketika menyampaikan pengantarnya, Kamarudin agak sedikit 'curhat' tentang kesulitan masalah biaya produksi, ingin mengembangkan karya ini lebih luas. Dia merasa prihatin dengan kondisi bahasa Gayo yang mulai ditinggalkan oleh masyarakat Gayo, terutama dari kalangan generasi muda. Itulah sebabnya dia tetap komitmen dengan karyanya itu, meski dia harus berjalan sendiri. Lebih lanjut Udin juga mengungkapkan bahwa tata bahasa dan kosa kata dalam bahasa Gayo sekarang ini tinggal 50 persen saja, karena sudah banyak kosa kata lama yang tidak diketahui oeleh generasi sekarang.
Dalam kesempatan tersebut Udin berharap kepada pemerintah untuk kembali menggalakkan bahsa Gayo di lingkungan pemerintah daerah,
"Saya mengusulkan kepada pemerintah, kalau bisa satu hari dalam seminggu, diterapkan wajib berbahasa Gayo di lingkungan pemerintahan kabupaten Aceh Tengah, begitu juga di rumah-rumah sekolah, kalau bukan kita yang melestarikannya, siapa lagi yang akan menjaga bahasa Gayo ini" ungkapnya.