Mohon tunggu...
Fathan Muhammad Taufiq
Fathan Muhammad Taufiq Mohon Tunggu... Administrasi - PNS yang punya hobi menulis

Pengabdi petani di Dataran Tinggi Gayo, peminat bidang Pertanian, Ketahanan Pangan dan Agroklimatologi

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

"Belang Gele", Bukan Kafe Biasa

19 Desember 2018   09:51 Diperbarui: 24 Desember 2018   22:31 1216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1, Gerbang kafe 'Belang Gele' dengan tugu kopi sebagai ikonnya (Doc. FMT)

Kalau pebisnis membuka usaha kafe, itu sudah biasa, karena orientasinya memang murni bisnis untuk mencari keuntungan. Semua pernik dan menu kafe tujuannya hanya untuk menarik pengunjung sebanyak-banyaknya, dengan demikian keuntungan akan terus mengalir ke kocek sang pengusaha. Tapi ada yang sangat berbeda, ketika seorang petani kopi tertarik untuk terjun ke bisnis kafe. 

Adalah Zaini, seorang petani kopi Arabika di dataran tinggi Gayo Aceh Tengah yang telah sukses dengan usaha taninya. Lahan seluas 4 Hektare kebun kopi di desa Merah Mege, Atu Lintang yang terawat dengan baik, menunjukkan bahwa petani ini memang serius dalam menjalankan aktivitas usaha tani. 

Keseriusannya dalam bertani memang didukung oleh skill yang sangat memadai di bidang budidaya kopi, nyaris semua seluk beluk tentang kopi telah dikuasai oleh pria 53 tahun ini. Tak sekedar menguasai teori, skill yang dimilikinya kemudian dia praktekkan di kebun kopi miliknya, sehingga orang bisa melihat langsung bagaimana bagusnya perawatan tanaman kopi di kebunnya.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Berkat skill yang dimilikinya ini, pada saat rehabilitasi dan rekonstruksi pasca Tsunami dan konflik Aceh, Zaini kemudian direkrut oleh International Organization For Migration (IOM) atau organisasi internasional untuk migrasi sebagai tenaga teknis dalam melaksanakan program rehabilitasi kebun kopi di Aceh, khususnya di wilayah dataran tinggi Gayo. 

Mulailah Zaini berkeliling kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah untuk memberikan edukasi gratis sekaligus menyalurkan sarana produksi budidaya kopi Arabika kepada para petani agar mereka dapat merehabilitasi dan mengelola kebun kopi mereka menjadi lebih baik. Dengan pengelolaan kebun yang baik, tentu saja produksi akan meningkat dan kesejahteraan petani akan terdongkrak. 

Akibat konflik berkepanjangan yang melanda seluruh wilayah Aceh selama bertahun-tahun, memang banyak kebun kopi rakyat yang menjadi terlantar bahkan rusak dan tidak berproduksi, karena lama ditinggalkan oleh pemiliknya yang merasa terancam keamanan jiwanya. Inilah yang kemudian menjadi fokus pembinaan dan rehabilitasi yang dilakukan oleh IOM di mana Zaini ikut terlibat langsung di dalamnya.

Pengalaman bergabung dengan organisasi internasional ini, kemudian membangkitkan motivasi bagi dirinya bahwa dengan kemampuan yang dimilikinya, dia merasa harus berbuat sesuatu untuk daerahnya. Bersama beberapa teman petani Seide, Zaini kemudian mendirikan Pusat Pelatihan Pertanian Perdesaan Swadaya (P4S), sebuah wadah bergabungnya para penyuluh pertanian swadaya yang secara sukarela dan swadaya ikut membantu para petani di daerah ini untuk meningkatkan kualitas usaha tani mereka. 

Melalui wadah P4S, lingkup pembinaan yang dilakukan Zaini pun semakin luas cakupannya, bukan hanya fokus pada petani kopi, tapi juga mulai merambah petani seperti hortikultura kentang, kol, cabe, tomat dan sebagainya yang juga menjadi andalan pertanian di daerah ini selain kopi. Eksistensi Zaini dan P4S-nya sangat membantu tugas para penyuluh pertanian di daerah ini, karena memang jumlah penyuluh pertanian pemerintah sangat terbantas.

Selain melakukan pembinaan dari desa ke desa, Zaini kemudian juga mendirikan sebuah padepokan di tengah kebun kopinya yang bisa menampung sekitar 30 sampai 50 orang. 

Memang sejak namanya dikenal sebagai petani kopi sukses, banyak kalangan mulai dari petani, mahasiswa, peneliti sampai wisatawan asing yang ingin belajar langsung kepadanya, bukan hanya dari dalam daerah, bahkan peminat terbanyak berasal dari luar daerah. Itulah yang kemudian membuat Zaini memutar otak, bagamiana bisa memfasilitasi para pembelajar dari luar daerah yang ingin belajar tentang kopi, karena mereka biasanya menginap sampai beberapa hari di tempat ini. 

Kalau hanya sekitar 5 sampai 10 orang, masih bisa dia tampung di rumahnya yang lumayan besar, tapi kalau jumlahnya sampai puluhan orang, Zaini sering kebingungan mencarikan pemondokanuntuk mereka. Itu yang kemudian membuat Zaini rela merogoh koceknya untuk membangun sarana pelatihan swadaya ini, ada juga bantuan dari NGO dalam pebangunan tempat pelatihan ini, tapi jumlahnya tidak mencukupi, jadi Zaini harus nombok. 

Uniknya, meski sudah mengeluarkan biaya besar untuk membangun fasilitas ini, Zaini tidak pernah menentukan tarif kepada siapapun yang ingin belajar padanya, bahkan tidak jarang dia sendiri yang harus menanggung konsumsi para pembelajar itu. Totalitas Zaini dalam mengabdikan diri bagi masyarakat memang tidak setengah-setengah, bukan cuma ilmu yang dia bagikan, tapi hartanya pun terkadang harus dikorbankan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun