Mohon tunggu...
WongNdeso
WongNdeso Mohon Tunggu... Administrasi - ASN

Orang Ndeso yang ingin terus belajar, berbagi dan bermanfaat untuk orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Buta Aksara Anak, Karena Bergesernya Pola Asuh

6 Februari 2023   16:40 Diperbarui: 6 Februari 2023   16:41 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di zaman yang serba canggih, dimana Tehnologi digital mengisi hampir semua ruang kehidupan manusia, masalah buta aksara tetap ada, terutama buta aksara yg terjadi pada anak usia sekolah ( usia antara 7 SD 18 tahun). Suatu kenyataan yang seharusnya tidak terjadi di zaman yg super modern saat ini. Menurut Hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional ( Suspennas) tahun 2021,  angka buta aksara di Indonesia ada 2,7 juta rang . Jika kita bedah lagi maka ada 0, 19 persen usia 15 sd 24 tahun yang buta aksara dan sisanya 9, 21 persen usia 25 - 69 tahun.  Provinsi penumbang buta aksara terbesar adalah Provinsi Papua yaitu 21, 9 persen.

Dari diatas, walaupun angkanya kecil masih ada anak usia sekolah yang mengalami buta aksara. Tentunya hal ini seharusnya tidak boleh terjadi, apalagi dengan kemudahan akses belajar saat ini

Terjadinya buta aksara terutama di usia sekolah sebetulnya bisa diurai dari kebiasaan masyarakat kita yg mengalami ' Culture Shock ' akibat gempuran tehnologi yg semakin meluas. Budaya hedonis ditambah perilaku yang gagap tehnologi menyebabkan bergesernya pola asuh anak di rumah. Mau tidak mau, berbagai konten yang dipertontonkan di televisi atau media sosial mengikis budaya literat bangsa Indonesia. 

Budaya literat yang dulu tumbuh di keluarga Indonesia lambat laun mulai terkikis. Contohnya, budaya mendongeng yang dulu dilakukan oleh orangtua saat kumpul habis makan malam diganti dengan kesibukan masing masing dengan gadget atau tayangan televisi. Dulu di mushola musholla habis Maghrib banyak anak belajar mengaji sekarang sudah jarang dijumpai. 

Apalagi dengan terjadinya kejutan budaya, menyebabkan perilaku orangtua lebih mementingkan mencari uang, bahkan sampai malam untuk memenuhi gaya hidup menyebabkan pengawasan anak semakin berkurang. Dulu orangtua bisa mendampingi anak anaknya untuk belajar membaca dan menulis. 

Sekarang kebiasaan itu sudah mulai berkurang. Saya masih ingat, setiap habis makan malam orangtua saya meminta untuk berkumpul di rumah memegang buku bacaan yang dipinjamkan dari sekolah. Bapak saya duduk di depan anak anaknya untuk mengajari kami semua membaca dan menulis serta berhitung. Dan itu dilakukan setiap hari sampai jam 9 malam. Kecuali Hari malam libur kami dibebaskan untuk bebas bermain. Apakah hal ini masih dilakukan oleh orangtua sekarang?.. zaman telah berubah. Hea Gaya hidup hedonis dan mengedepankan gengsi telah mengubah semua. Lebih penting punya HP keren daripada punya koleksi buku Padahal Membaca adalah gerbang untuk menuju kehidupan yang lebih baik ..

#WongNdeso

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun