Mohon tunggu...
Masduki Duryat
Masduki Duryat Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya seorang praktisi pendidikan, berkepribadian menarik, terbuka dan berwawasan ke depan. Pendidikan menjadi concern saya, di samping tentang keagamaan dan politik kebijakan--khususnya di bidang pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dimensi Cinta Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW (Refleksi Peringatan Maulid Nabi)

9 Oktober 2022   06:29 Diperbarui: 9 Oktober 2022   06:33 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Orang tadi ingin menemui Nabi. Ia kemudian menuju Makkah dengan membawa pedang yang sudah diasah tajam dan bersumpah akan mempertaruhkan nyawanya dengan Muhammad. Ia bertanya- tanya kepada setiap orang yang ditemuinya di sana, di mana Muhammad dan bagaimana wajahnya. Begitu bertemu orang yang dipanggil Muhammad darahnya mendidih, kata-kata kasar dan penuh caci-maki berhamburan dari mulutnya. Mendengar itu semua Nabi hanya tersenyum saja. Tetapi senyum itu menghembuskan cahaya, dan cahaya itu menerobos jantung laki-laki tadi. Senyum itu meluluhkan hati keras laki-laki itu. Beberapa menit kemudian hati laki-laki itu  galau, berkecamuk dan berubah. Kebengisan berubah menjadi kelembutan, kemarahan berubah menjadi simpati dan cinta. Ia lalu menjatuhkan diri di kaki dan pelukan Nabi, sambil menangis tersedu-sedu.

Ketika telah tenang, dia berkata: "Wahai Muhammad, demi Tuhan aku berusaha menemuimu. Saat itu tak ada orang di muka bumi ini yang paling aku benci, kecuali engkau. Tetapi kini aku berbalik. Tak ada orang yang paling aku cintai kecuali engkau".

Ada apa gerangan dengan Nabi sehingga ia begitu mudah mampu membalik perilaku orang, dari benci dan dendam kesumat menjadi cinta menggelora?. Tidak ada apapun kecuali karena dia (Nabi) mencintai laki-laki itu dengan seluruh hatinya. Muhammad tidak berpura-pura mencintai. Tetapi cinta yang melekat di dalam diri Nabi-lah yang menaklukkan jiwa laki-laki itu.

Khalid Muhammad Khalid mengatakan: "Hati Muhammad selalu terbuka bagi semua orang; para sahabatnya dan para musuhnya".

Memimpin dengan Ketakutan

Dalam konteks berbeda, tentu memperbincangkan kepemimpinan kurang menarik untuk tidak mengutip tulisan M. Alfan Alfian dalam bukunya "Wawasan Kepemimpinan Politik, Perbincangan Kepemimpinan di Ranah Kekuasaan", salah satunya ia mengilustrasikan; "Memimpin itu hakikatnya melayani, dengan cinta bukan dilayani dan dengan penuh ketamakan ingin menggerus sikap bijak dengan kesombongan".

Berbanding terbalik dengan kepemimpinan Nabi, menarik kisah yang ditulis oleh Alfan Alfian untuk mengilustrasikan tentang pentingnya demokrasi yang berkonotasi bukan kuantitatif dan penuh ketakutan.

Alkisah di suatu hutan, singa sebagai rajanya, tiba-tiba pemarah dan otoriter sekali. Sikap bijaknya tenggelam oleh nafsu berkuasa, dan itu harus diekspresikannya dengan mengharuskan masyarakat hutan untuk menyetor binatang-binatang setiap hari untuk dijadikan mangsanya.

Masyarakat hutanpun kecewa dengan kebijakan sang raja. Tetapi tidak ada pilihan lain. Setiap hari seekor binatang harus direlakan untuk disantap sang Singa, entah itu Kera, Kijang, Kuda, Anjing, Kucing, Ayam, Burung, dan apa saja. Sampailah saatnya, Kelinci. Ia hadir untuk menaklukkan raja yang rakus, tetapi bodoh". Lalu terjadi dialog antara Singa dan Kelinci:

"Kau terlambat". "Aku nyaris tak sampai," jawab Kelinci dengan tenang dan pasti. "Kami diserang di perjalanan". "Kami, kami, siapa?". "Yah, hewan-hewan yang mengirimku berpikir bahwa binatang seukuranku tak akan kenyang bila hanya memangsa satu kelinci yang kurus kering ini. Mereka megirim dua supaya perutmu kenyang". "Lantas di mana temanmu?" "Kami sedang di perjalanan, ketika mendadak kami diserang oleh seekor ..." "Seekor apa?" "Seekor Singa".

Betapa kagetnya sang Singa, raja hutan itu, mendengar adanya Singa lain. Ia mengaum dalam kemurkaan dan kemarahan. Kemarahan memuncak ketika mendengar penjelasan bahwa Singa lain itu, sangat besar dan garang. "Aku akan membunuhnya, betapa kurang ajarnya dia," kata Singa yang bermuka merah, karena marah. Sang Singa meminta Kelinci menunjukkan di manakah Singa lain itu, dan Kelinci pun menjawab, hingga ke tepi sebuah sumur. "Di mana Singa itu?" "Di sana, di dalam sumur itu!" "apa? Di dalam sumur? Apa kau coba menjebakku? "Kau mau coba mendorongku agar jatuh ke dalam sumur?" Singa menaruh curiga. Kelinci pun gemetar ketakutan, tetapi ia menahan diri, dengan mengatakan bahwa ia sungguh-sungguh".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun