Mohon tunggu...
Masduki Duryat
Masduki Duryat Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya seorang praktisi pendidikan, berkepribadian menarik, terbuka dan berwawasan ke depan. Pendidikan menjadi concern saya, di samping tentang keagamaan dan politik kebijakan--khususnya di bidang pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Merekonstruksi Wacana Agama yang Toleran

6 September 2022   08:26 Diperbarui: 6 September 2022   08:35 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dengan demikian, istilah Ummatan Wasatan sering juga disebut sebagai 'a just people' atau 'a just community'. Yaitu masyarakat atau komunitas yang menampilkan kriteria di atas.

Dengan pemahaman yang seperti ini, maka Islam akan mampu menjadi 'penjaga' keadilan, persamaan hak, kebebasan berpikir, tenggangrasa, dan saling pengertian.

Tugas Berat Agama dan Penganutnya

Dengan tampilan wajah agama yang demikian, menurut Bambang Sugiharto agama---apalagi di era postmodern---seperti durian jatuh. Berakhirnya perang dingin dan kacaunya kiblat nilai, menyebabkan agama dijadikan sebagai primadona baru peradaban yang menjanjikan. 

Di sisi lain, kenyataannya bagaikan 'kejatuhan durian di kepala'. Ia pusing dan oleng karena terlalu banyak dibebani harapan. Di satu sisi ia diharapkan tampil membawa kearifan atau pembawa solusi dari segala persoalan. Sedangkan di sisi lain, ia tampil sebagai salah satu penyebab persoalan.

Masih menurut Bambang Sugiharto, tantangan setiap agama sekarang ini sekurang-kurangnya ada tiga. Pertama, dalam menghadapi persoalan kontemporer yang ditandai dengan disorientasi nilai dan degradasi moral yang otentik, agama dituntut untuk tampil sebagai suara moral yang otentik. 

Kedua, agama harus menghadapi kecenderungan pluralism, mengolahnya dalam kerangka 'teologi' baru dan mewujudkannya dalam aksi-aksi kerjasama plural. Ketiga, agama tampil sebagai pelopor perlawanan  terhadap segala bentuk penindasan dan ketidakadilan. 

Dalam konteks seperti ini, bagaimana wacana agama bisa kita hadirkan kembali sebagai wacana yang tidak seram dan mencekam penganut agama-agama, agaknya perlu dipikirkan kembali secara bersama. Pemegang otoritas dominan atas tafsir suci teks agama barangkali perlu direkonstruksi, bahkan jika diperlukan didekonstruksi sehingga tidak membelenggu wacana agama itu sendiri. 

Penutup 

Dengan meminjam bahasa Said Aqil Siraj bahwa Islam adalah agama rahmatan li al-'alamin, maka Islam harus membawa rahmat, peradaban, budaya, dan moral. Dalam suasana ketika formalism menjadi 'candu' pikiran, memahami Islam sebagai agama kemanusiaan bukanlah perkara mudah---kadang malah dianggap kesesatan. 

Dalam suasana demikian agama lebih mudah dianggap sebagai doktrin yang beku dan instan. Islam tidak hanya membawa doktrin akidah dan syariat, tetapi juga membawa ilmu pengetahuan, peradaban dan kemanusiaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun