Sehingga John Locke menjelaskan: Kepemimpinan mencakup tiga elemen berikut: Pertama, kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi (relational of concept). Kepemimpinan hanya ada dalam proses relasi dengan orang lain (para pengikut). Apabila tidak ada pengikut, maka tidak ada pemimpin. Tersirat dalam definisi ini adalah premis bahwa para pemimpin yang efektif harus mengetahui bagaimana membangkitkan inspirasi dan berrelasi dengan para pengikut mereka (hablum minan nas). Kedua, Kepemimpinan merupakan suatu proses. Agar bisa memimpin, pemimpin harus melakukan sesuatu. Seperti telah diobservasi oleh John Gardner "kepemimpinan lebih dari sekedar menduduki suatu otoritas". Kendati posisi otoritas yang diformalkan mungkin sangat mendorong proses kepemimpinan, namun sekedar menduduki posisi itu tidak menandai seseorang untuk menjadi pemimpin. Ketiga, kepemimpinan harus membujuk orang-orang lain untuk mengambil tindakan.
Kepemimpinan juga selalu berkelindan dengan persoalan politik. Sebutan politik dalam kepemimpinan politik menunjukkan kepemimpinan berlangsung dalam suprastruktur politik (lembaga-lembaga pemerintahan), dan yang berlangsung dalam infrastruktur politik (partai politik dan organisasi kemasyarakatan).
Kepemimpinan politik ini dalam bahasa Ridho Imawan Hanafi dapat dipahami dalam tiga perspektif: Pertama, kepemimpinan sebagai pola perilaku; Kedua, kepemimpinan sebagai kualitas personal; Ketiga, kepemimpinan sebagai nilai politik. Sebagai pola perilaku, kepemimpinan terkait sekali dengan kemampuan untuk mempengaruhi orang lain dalam mengupayakan tujuan yang diharapkan. Kata kuncinya adalah mempengaruhi. Sebagai kualitas personal, kepemimpinan berkaitan dengan charisma. Sedangkan sebagai nilai politik, kepemimpinan berkaitan dengan kemampuan untuk menggerakkan orang lain dengan otoritas moral atau pandangan ideologis.
Efektifitas Kepemimpinan
Tetapi kepemimpinan politik ataupun kepemimpinan lainnya selalu berimplikasi pada pertanggungjawaban. Oleh karena kepemimpinan harus dijalankan seefektif mungkin. Kesuksesan dan keefektifan seorang pemimpin akan selalu dipengaruhi oleh 4 (empat) komponen; yaitu influencer yang ada pada diri pemimpin (leader), influencer yang ada pada diri bawahan (follower), cara atau teknik mempengaruhi (influence the behavior) dan situasi (situation or environment).
Keempat komponen ini akan menentukan bagaimana keefektifan seorang pemimpin. Karena bisa terjadi seorang pemimpin dapat sukses tetapi belum tentu efektif dalam kepemimpinannya.  Sementara yang diinginkan dan dituntut  oleh organisasi atau kelompok adalah bagaimana menghadirkan seorang pemimpin yang sukses dan efektif untuk dapat mempengaruhi orang lain sehingga tidak terjadi conflicting the objective, tetapi juga bagaimana bisa efektif dalam kepemimpinannya sehingga tercipta tujuan organisasi yang  dapat  menumbuhkan mutuality of interest. Â
Â
Maka mengapa berlaku: "Get the right man in the leadership job, and all your problem will be solved". Untuk itulah kepemimpinan atau leadership bagi Warsito dimaknai sebagai: Leadership is the process whereby one person influences other members towards a goal". Atau secara lebih lengkap sebagai: "it is interpersonal influence, exercised in a situation and directed, hrough the comumunication process toward the attainment of a specified goal or goals."
Dalam real life  system, pemimpin  suatu  organisasi  termasuk  partai politik  memiliki  kecenderungan  berperilaku dinamis, melakukan  perubahan, perkembangan dan inovasi dalam berkonsentrasi sesuai dengan tuntutan dan dinamika masyarakat. Dalam jargon perubahan gaya kepemimpinan sering ditemukan tantangan apalagi dunia politik semakin hari makin kompetitif dalam tataran kompleksitas.
Pranata masyarakat yang semakin kompleks chaos, bahkan disorder arus komunikasi, informasi, dan dunia kerja semakin kompetitif yang oleh Rhenald Kasali disebutnya disruption, menghadapi lawan-lawan tak kelihatan pemenangnya adalah orang-orang yang mempersiapkan diri termasuk para pemimpinnya dengan serius.