Dua puluh tahun yang lalu, MUI Bengkalis: ketua Bpk. H. Ustaz Mil dan sekretaris Bpk. Amri Almi, sudah mengeluarkan fatwa melarang tadarrus alQuran di bulan Ramadlan dengan pengeras suara. Saya mengingatnya karena, ketika itu sebagai salah seorang anggota komisi fatwa yang ikut membahas.
Fatwa itu disampaikan kepada Pemerintah Daerah dan disetujui. Kemudian atas nama MUI yang diketahui Bupati, fatwa larangan tadarrus alQuran menggunakan pengeras suara diedarkan ke seluruh mesjid dan mushalla yang ada di kabupaten Bengkalis melalui camat.
Latar belakang lahirnya fatwa itu karena salah seorang warga suku tionghoa/cina yang bertempat tinggal tidak jauh dari mesjid Assa'adah YPPI Bengkalis bertanya kepada H. Ustaz Mil tentang hukum tadarrus alQuran di bulan Ramadlan. Pertanyaan warga cina yang sangat biasa itu, ternyata mengganggu pikiran beliau.
"Tadarrus itu hukumnya sunnah, sedangkan mengganggu tetangga hukumnya haram. Pada pendapat miko macam mano?" Itulah yang dikatakan dan juga ditanyakan Ustaz Mil kepada saya dengan dialek Melayu yang kental. Saya hanya diam. Sebagai seorang murid, saya tidak berani berpendapat di hadapan beliau.
Kemudian dikumpulkanlah komisi fatwa MUI untuk membahas persoalan tersebut. Beliau langsung yang memimpin rapat, dan pak Amri Almi sebagai sekretaris membuat catatan.
Di antara dalil atau sumber yang dijadikan dasar untuk mengeluarkan fatwa larangan itu seingat saya -karena saat ini saya sedang dalam perjalanan, sehingga file fatwa MUI dan literatur tidak tersedia- adalah hadist tentang surat Kahfi yang disunnahkan untuk membacanya pada hari jum'at. Namun, tidak boleh membaca dengan suara keras, ketika ada orang yang sedang tidur.
Kitab rujukan dalam pembahasan itu -yang saya ingat- adalah kitab Fathul Bari, syarah Hadist Bukhari dan kitab I'anatu Thalibin, syarah Fathul Mu'in. Sedangkan kitab yang lain saya sudah tidak mengingatnya lagi.
Begitulah bijaksana dan dalamnya perasaan seorang ulama. Hanya karena pertanyaan seorang cina, beliau mengambil perhatian dengan sangat memahami maksudnya. Kemudian langsung mengambil keputusan hukum sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan kepada satu orang warga cina yang merasa terganggu dengan bacaan alQuran menggunakan pengeras suara.
"Kita yang besar, harus pandai menjaga perasan tetangga yang kecil," katanya mengingatkan peserta rapat, di sela-sela rapat berlangsung. "Jangan karena besar dan kuat, kita tidak peduli dengan perasaan orang lain yang kecil dan lemah," ia melanjutkan kata-katanya, sambil menikmati rokok lintingnya.
Warga Bengkalis, melalui STAIN Bengkalis yang dipimpin oleh PROF. DR. Syamsu Nizar, telah memberi penghargaan sebagai tokoh pendidikan Bengkalis kepada H. Ustaz Mil. Bapak Bupati Herlian Saleh, M.Sc, juga mendapat gelar yang sama.
Semoga pengharagaan yang diberikan, bukan sebatas penghormatan yang bersifat simbolis. Melainkan diiringi dengan keseriusan untuk meneladani semangat dan kesungguhan beliau dalam membangun peradaban islam Melayu di negeri ini. Yaitu semangat islam Melayu yang terbuka, toleran dan menghargai perbedaan.