Mohon tunggu...
Masdarudin Ahmad
Masdarudin Ahmad Mohon Tunggu... PNS -

"Merasa, Maka Menjadi"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nabi & Sekularisme

3 April 2016   12:43 Diperbarui: 3 April 2016   12:49 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Nabi Muhammad saw telah memberi contoh bahwa, kekuasaan dan agama adalah dua hal yang berbeda dan terpisah. Ketika menjadi kepala negara di Madinah, Muhammad saw bukan RASULULLAH, melainkan BIN ABDULLAH (baca: manusia biasa)

Sejarah penandatanganan Piagam Madinah membuktikan, bahwa simbol Allah (baca: lafaz bismillahirrahmanirrahim) di Piagam Madinah dihapus dan diganti oleh Nabi saw, hanya karena usulan orang yahudi. Begitu juga kata Rasulullah, juga dihapus dan diganti dengan bin Abdillah. (Sila baca kitab2 sejarah islam yang standard tentang Piagam Madinah).

Penghapusan tujuh kata dalam Piagam Madinah (bi-ismi-Allah-arrahman-arrahim-Rasul-Allah) itu sama persis dengan penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta (dengan-menjalankan-syari'at-bagi-pemeluk-nya). Maksudnya sama-sama tujuh kata, dan sama-sama memisahkan kekuasaan dengan agama.

Piagam Madinah adalah bukti autenthik dan autharitatif yang sah dan kredibel. Dari dasar Piagam Madinah inilah, semestinya umat islam meneladani pandangan politik Nabi saw: memisahkan agama dengan politik atau sekularisme.

===========

Kecerdasan Nabi dalam mengemban dua fungsi yang berbeda, yakni kerasulan dan kekuasaan, merupakan mukjizat terbesar di bidang politik yang wajib diteladani.

Dalam kedudukannya sebagai rasul, beliau menjalankan misi ketuhanan dan kemanusiaan berdasarkan wahyu. Sedangkan ketika sebagai penguasa, beliau menjalankan misi kenegaraan dan kemanusiaan berdasarkan pendapat pribadi dan juga pendapat warga negara yang lain melalui musyawarah.

Tugasnya sebagai rasul adalah menyampaikan dengan keteladanan semua pesan yang bersumber dari Tuhan kepada umatnya yang percaya. Tidak ada perdebatan dan diskusi dalam soal ini. Seperti sabdanya: "Sembahyanglah kalian seperti aku bersembahyang" dan "Ambillah dariku pelaksanaan haji kalian". Semua umatnya yang percaya mengikutinya dengan taat.

Berbeda saat beliau sebagai kepala negara, roda pemerintahan dijalankan berdasarkan pendapat pribadi atau warga yang lain dengan cara bermusyawarah. Seperti Hadist ketika nabi memimpin perang Khandaq. "... Hubbab bin Mundzir bertanya: “Wahai rasulullah, apakah keputusan ini berdasarkan wahyu Allah atau pendapatmu?” Beliau menjawab: “Ini merupakan pendapatku dalam siasat dan taktik perang.” Lalu Hubbab bin Mundzir menyanggah dan mengusulkan strategi lain. Katanya: “Wahai Rasulullah, menurutku kita harus (Munzir memberi pendapat pribadinya). Lalu, Rasulullah saw berkata: “Pendapatmu sangat tepat.”

Dan masih banyak contoh lain ketika Nabi saw sedang memerankan statusnya sebagai kepala negara dan pemerintahan, termasuk dalam kasus menetapkan hukuman bagi warga yang melanggar aturan.

===========

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun