Mohon tunggu...
Mas Top
Mas Top Mohon Tunggu... Petani - Mari mendongeng

Hidup berasama alam

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah COVID-19 di Desa

19 Mei 2020   00:52 Diperbarui: 20 Mei 2020   10:43 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua bulan ini kita semua mengalami hal yang sama. Hidup ditengah pandemi yang hadir ditengah-tengah kehidupan umat manusia semenjak akhir tahun lalu. Ketakutan dan keputusasaan tiap hari menjadi teman setia. Berbagai cerita dan kisah baru, setiap hari silih berganti. Sayangnya semua kisah tersebut berbalut kesedihan.

Kabar pandemi covid-19 tak hanya ada dikota-kota, namun di desa-desa kabar itu muncul tak henti-hentinya. Kemudian munculah rasa takut dan putus asa yang sama dengan penduduk kota. Para buruh yang biasanya bekerja di kota mulai kembali ke desa. Sesuai dengan cerita yang mereka bawa, mereka kehilangan pekerjaan di kota. Ada yang dirumahkan, diliburkan, atau bahkan diberhentikan. Dengan kondisi semacam itu maka sangat mustahil bagi mereka untuk tetap tinggal dikota. Dengan tabungan yang pastinya pas-pasan tentunya sangat sulit untuk bertahan di kota dengan biaya hidup yang begitu mahal. Maka, dengan segala resikonya mereka kembali ke kampung. Juga dengan resiko membawa bibit virus yang beresiko menulari warga desa.

Desa merupakan tempat yang saat ini memiliki kehidupan dengan interaksi yang masih sangat erat. Kebijakan sosial distancing tentu akan sangat sulit diterapkan. Terlebih lagi kondisi bulan puasa yang secara kebiasaan warga sangat sering untuk berkumpul. Belum lagi dengan kebijakan memakai masker atau sering-sering mencuci tangan. Orang desa tentu tak akan biasa mengenakan masker, maka akan sangat sulit diterapkan. Meskipun begitu, saat ini banyak desa yang menerapkan kebijakan pencegahan covid-19, seperti mendirikan pos strerilisasi, menerapkan keawjiban memakai masker ketika keluar rumah, atau menerapkan kebijakan karantina maupun isolasi mandiri  bagi para pemudik.

Penerapan pencegahan covid-19 tersebut ditiap-tiap tempat memang berbeda-beda. Baik secara inisiatif maupun pembiayaan. Di beberapa tempat kegiatan tersebut diinisiatifi oleh kelompok masyarakat dengan biaya yang juga mandiri, namun ditempat lain kegiatan tersebut berjalan atas kerjasama antara kelompok masyarakat dengan pemerintah setempat. Diizinkannya penggunaan dana desa untuk penanganan covid-19 semestinya menjadi peluang bagi pemerintah desa untuk mendanai kegiatan pencegahan pandemi yang telah menyebar keseluruh dunia ini.

Menyadarkan penduduk desa untuk melakukan pencegahan covid-19 memang bukan perkara yang mudah. Segala sesuatunya sangat sulit untuk ditepkan. Terlebih lagi soal jaga jarak atau social distancing. Hal tersebut dikarenakan penduduk desa yang memang masih sangat erat satu dengan yang lainnya. Namun, keeratan itu seolah-olah tak ada lagi ketika pemerintah mulai menerapkan kebijakan bantuan sosial untuk masyarakat. Kini tak jarang warga masyarakat yang kemudian tak akur antara satu dengan yang lainnya.

Soal kisruh bansos di masyarakat desa sebenarnya bukan hal yang baru. Semenjak pemerintah mulai menerapkan kebijakan bantuan sosial warga desa memang sangat sering beradu argumen tentang siapa yang lebih berhak menerimannya. Namun, disaat pandemi seperti saat ini memang perlu disayangkan. Pasalnya kondisi tersebut membuat konsentrasi pencegahan covid-19 di desa menjadi terlupakan. Kini sebagian warga lalai tentang pentingnya pencegahan covid-19. Dan yang lebih parah lagi, pemerintah desa pun lebih sibuk menangani pemberian bansos tersebut dan lalai terhadap pencegahan covid-19.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun