Mohon tunggu...
Mas Pink
Mas Pink Mohon Tunggu... -

Berangan-angan jadi Jurnalis, namun garis hidup menentukan lain. Disela aktifitas yang lumayan padat, kadang ingin menulis. Bagiku, menulis adalah membagi pengetahuan dan pengalaman. Pernah dipercaya segelintir orang untuk menjadi Pimpinan Redaksi ataupun Pimpinan Umum pada majalah sekolahan, bulletin, tabloid dan majalah mahasiswa. Semoga mendapatkan manfaat dari apa yang saya ungkapkan... Terbuka terhadap pertemanan tanpa memandang SARAP (Suku, Antar Suku, Ras, Agama dan Penghasilan) :p

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Amsterdam: Antara Misteri dan De Javu

11 Desember 2010   05:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:50 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kulangkahkan kaki mengalahkan kantukku pagi ini. Berjalan menuju Nijmegen Centraal Station yang tidak jauh dari tempat tinggalku. Dinginnya pagi ini dan jalanan yang licin akibat salju yang meleleh tidak menyurutkan langkahku. Tak lupa membawa bekal roosties dan kopi café au caramel yang sudah kusiapkan di tas ranselku. Berbekal dengan dagkaart kartjees (baca: karcis) seharga 12 Euro untuk perjalanan sehari keseluruh Belanda membuatku harus berangkat sepagi mungkin. Siapa tahu bisa mampir ke kota lain. Tujuanku satu… Amsterdam!

 

Entah berapa kota didunia ini yang sudah aku kunjungi, dari Melbourne, Sydney, Singapore, Taipei, Koln, Dusseldorf, Rotterdam, Eindhoven, Brussel, Paris, Roma, Bologna dan Venezia namun tidak pernah bisa mengalahkan feeling terhadap Amsterdam. Entah kenapa, ketika aku pertama kali mendarat di Schipol lalu menuju Amsterdam, ada perasaan ‘aneh’ terhadap kota ini. Aku merasa pernah hidup di tempat ini sebelumnya di masa lalu. Feeling yang aneh ini kudapat tiap kali aku ke Amsterdam, entah mengapa.

 

Tiap kali aku menghirup udara Amsterdam, ada perasaan lain terasa. Entah, aneh rasanya. Bukan karena Red Light District yang membuatku kangen, bukan pula situasi Damrak dan kanal kanal disekeliling Amsterdam Centrum, jujur aku tidak tahu kenapa aku merasa dejavu dengan Amsterdam.

 

Dalam kereta ini-pun aku masih melamun, kenapa dengan Amsterdam aku bisa seperti ini. Serasa pada waktu yang lalu aku hidup di kota ini, mungkinkah? Memang aku pernah tinggal disana dua bulan untuk menyelesaikan course-ku. Namun, feeling ini telah aku rasakan jauh sebelumnya, dan tiap kali aku ingin mengunjunginya, ada perasaan aneh… perasaan seperti pulang kampung. Entahlah kenapa bisa seperti ini.

 

Spoor kuning ini pun membawaku ke Amsterdam, menembus gelapnya pagi ini. Dikala winter memang jam 6 ini masih terasa seperti dini hari. Gelap dan sepi. Tiba-tiba lamunanku terhenti. Bapak condecteur memeriksa kaartjes penumpang didepanku. Aku harus segera mempersiapkan kaartjes-ku. Tibalah giliran bapak condecteur yang gagah dan tinggi (jauh lebih tinggi dari Irfan Bachdim, tentunya he he) menyapaku dengan ramah

“Selamat Pagi, Meneer” katanya.

Akupun tambah kaget, dari mana dia bisa menebak aku orang Indonesia, padahal banyak muka Asia disini, tidak mudah bagi pribumi untuk menebak dengan tepat.

“Selamat pagi, Goede Morgen” Sambil aku serahkan kartjees-ku untuk diperiksa. Akupun bertanya

“Do you speak bahasa?” kataku dalam Bahasa Inggris, maklum bahasa Belandaku masih grotal-gratul dan aku enjoy menggunakan Bahasa Inggris disini.

“Kecil” balasnya, yang berarti sedikit, sambil tertawa.

“oh.. where did you learn bahasa?” Tanyaku penasaran.

“My mother is Indonesian” Jawabnya, sambil aku perhatikan wajahnya lagi, tak tampak kalau bapak condecteur ini keturunan Indonesia. Perawakannya yang tinggi gagah, serta hidungnya yang mancung khas bule. Namun satu yang sempat kuperhatikan, diantara rambutnya yang sudah memutih, ternyata rambutnya hitam, tidak seperti bule disini. Lalu bapak condecteur ini pun berlalu sambil berkata “Terima Kasih Meneer” lalu ku jawab “alstublijft, sama-sama”.

 

Nah dari percakapan ini aku mengubungkannya dengan rasa dejavu-ku, apakah moyangku memang dari Belanda dan hidup di Amsterdam? Ah entahlah, sepertinya tidak. Aku berasal dari kampung… Buyut ,Canggah dan Udeg-udeg siwur-ku orang kampung asli kok, bukan keturunan…. Ah masih saja aku tidak bisa menjawab secara pasti kenapa rasa itu selalu ada… dan hari ini aku senang karena serasa aku akan pulang menuju kota, kota yang dalam dejavu-ku adalah kota serasa aku pernah hidup dalam kehidupan yang sebelumnya…. Misteri ini belum terjawab…

12920468251990616533
12920468251990616533
 

Daftar Istilah:

Roosties                     : Makanan yang terbuat dari kentang, sejenis perkedel ala Belanda.

Café au Caramel      : Minuman kopi kesukaanku, campuran kopi dan karamel.

Dagkaart Kaartjes    : Tiket / Karcis yang bisa digunakan berpergian dengan kereta kemana saja di seluruh Belanda selama satu hari.

Spoor                          : Kereta (Orang Jawa menyebutnya sepur) yang berarti kereta api

Condecteur                : Kondektur

Buyut(jawa)               : Orang tua Kakek dan Nenek (generasi keempat)

Canggah (jawa)         : Orang tua dari Buyut (generasi ke lima)

udeg-udeg siwur (jw): Orang tua  dari Canggah (generasi ke enam)

Dejavu                       : adalah sebuah frasa Bahasa Perancis dan artinya secara harafiah adalah "pernah lihat". Maksudnya mengalami sesuatu pengalaman yang dirasakan pernah dialami sebelumnya. Fenomena ini juga disebut dengan istilah paramnesia (wikipedia)

 

Mas Pink

Nijmegen, Desember 2010

Gambar: Koleksi pribadi dan disini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun