Mohon tunggu...
Siti Marwanah
Siti Marwanah Mohon Tunggu... Guru - "Abadikan hidup melalui untaian kata dalam goresan pena"

"Tulislah apa yang anda kerjakan dan kerjakan apa yang tertulis"

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Merajut Asa di Antara Duka Dunia

15 Maret 2021   19:54 Diperbarui: 21 Juli 2021   15:09 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada postingan kali ini, saya ingin membagi tulisan yang sempat ditulis oleh salah siswa saya yang harus dibaca oleh siswa lain agar bisa mengisi waktunya dengan positif walaupun tidak bisa belajar di sekolah setiap hari .

Saya sengaja memposting tulisan Mutia panggilan akrab siswi yang masih duduk di bangku kelas 9 SMP 4 Gerung. Semoga goresan pena siswi ini bisa jadi motivasi siswa lain untuk berkarya dan bisa mengabadikan kegiatannya lewat untaian kata sehingga bisa menjadi kisah yang enak dibaca oleh siapa pun dan bisa jadi pembelajaran hidup yang orang lain.

Selamat membaca dan terima kasih kepada ananda Mutia Audi Paramita yang sudah berbagi pengalaman dalam mengisi waktu selama pandemi.
 ****
Dengan semangat kutenteng tas besar penuh dengan buku dan baju, tak lupa pula aku berpamitan kepada orang tuaku, di samping sudah menunggu kakak yang sudah siap mengantarku ke tempat tujuan.

Setibanya di sana, lagi-lagi untuk kesekian kalinya aku dikecewakan oleh corona. Belum genap setahun sekolahku ditutup, kali ini tempat kursus dan campku ditutup total. Padahal di tempat itu aku bisa menemukan dunia baru, suasana baru, dan keluar dari kondisi yang membosankan seperti biasa.

Yah.. mau bagaimana lagi, aku terpaksa pulang dan kegiatanku selanjutnya hanya menghabiskan waktu dirumah. Aku merasa terkekang, tetapi berdiam diri di rumah adalah jalan satu-satunya untuk mengembalikan keadaan dunia yang fana ini. Padahal satu tahun yang lalu, dunia masih baik-baik saja. Tetapi setelah virus corona datang, seolah-olah ialah yang menguasai dunia. Bahkan dengan ukurannya yang kecil itu ia mampu melumpuhkan ekonomi dunia.

Dahulu sebelum corona menyerang, tepatnya dua hari sebelum sekolahku ditutup, aku dan keempat temanku pergi berjalan-jalan. Waku itu aku terpaksa menghabiskan seluruh uang saku yang sudah susah payahku tabung selama dua bulan.Tanpa masker, tanpa mematuhi protokol kesehatan. Alih-alih membicarakan protokol kesehatan, waktu itu kami percaya bahwa corona tidak mungkin menyebar ke Lombok. Tanpa kekhawatiran dan ketakutan kami bersenang-senang dan menghabiskan waktu di sana, sembari melepas penat seusai belajar.

Overlyexited (terlalu senang) membuat kami lupa waktu. Ketika keluar dari gedung raksasa itu, kami beranggapan bahwa hari masih cerah, tapi ternyata kami melihat matahari sudah tidak menampakkan dirinya lagi.

"Gawat!" ujarku dalam hati.

Ketakutan mulai menyelimuti pikiranku, bayangan wajah ayah dan ibu terlihat jelas di pelupuk mataku. Padahal aku berjanji untuk pulang sebelum magrib.

Drrt...drrt... terdengar nada getar dari ponselku.

"Kapan pulang? ayahmu marah-marah ke mama" ungkap ibu dengan nada kesal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun