Mohon tunggu...
Marwan
Marwan Mohon Tunggu... Penulis - Analis sosial dan politik

Pembelajar abadi yang pernah belajar di FISIP.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perang Baru Prabowo, Masuk Ke Benteng Lawan dan Memporak-Porandakannya

9 Agustus 2019   20:59 Diperbarui: 9 Agustus 2019   21:25 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menarik menyaksikan kongres PDI P di Bali tahun ini. Mungkin yang menjadi sorotan utama banyak media adalah kehadiran Prabowo Subianto, ketua umum Partai Gerindra, yang juga merupakan rival politik yang sengit Jokowi dalam pilpres 2014 dan 2019. Dan Partai pengusung utama serta partai Jokowi sendiri adalah PDI P. Kehadirannya sebenarnya sudah terbaca oleh publik sejak pertemuan dengan megawati di Teuku Umar tempo hari.

Ada hal menarik yang patut menjadi perhatian bahwa betapa lihainya Prabowo yang berhasil masuk dalam inti benteng "musuh" yang barusan mengalahkannya. Bahkan sejak KPU merilis hasil resmi Pilpres, banyak yang mengira Prabowo tidak mungkin bergabung dalam koalisi pemerintahan atau koalisi yang pemain utamanya adalah PDI P. Namun, kenyataannya justru membalikan persepsi publik.

Ada Keretakan dalam Kubu Koalisi Jokowi-Ma'ruf

Sinyal ketidaksetujuan partai pengusung Jokowi-Ma'ruf dalam Pilpres 2019 - selain PDI P - terhadap keinginan Prabowo bergabung dalam barisan koalisi cukup terang benderang. Hal itu dapat dilihat ketika ada pertemuan para Ketua Umum Parpol di kantor DPP Nasdem dengan minus Ketua umum PDI P. Selain itu, undangan makan ke Gubernur Anies Baswedan oleh Surya Paloh, Ketua Nasdem, sehari setelah undangan makan atau pertemuan Megawati-Prabowo di Teuku umar.

Surya menggunakan Anies yang merupakan bagian dari Prabowo (pengusung dalam Pilkada Jakarta) untuk mengirim sinyal ketidaksetujuan terhadap undangan makan Megawati ke Prabowo. Hal dapat terbaca bagaimana Anies dikatakan oleh Surya adalah kandidat yang potensial untuk Pilpres 2024 yang akan diusung Nasdem. Momennya pun sangat dekat, hanya beda sehari. Hal seperti ini bukanlah kebetulan dalam politik, melainkan direncanakan dan memiliki makna.

Dari dinamika ini, terlihat ada yang retak dalam koalisi Jokowi-Ma'ruf. Tentunya retak karena ada perbedaan yang belum bisa dikompromikan. Katakanlah, alasan menerima Prabowo dalam koalisi pemerintahan karena hubungan baik Megawati-Prabowo selama ini. Atau alasan rekonsiliasi nasional Pasca Pilpres yang telah menciptakan polarisasi yang tajam antara banyak pendukung keduanya. Alasan-alasan tersebut memang terkesan normatif.

Tapi terlepas dari itu, bisa juga ditarik hipotesis bahwa ada gesekan yang cukup kuat dalam koalisi Jokowi-Ma'ruf sehingga mengharuskan PDI P mencari partner kuat penyeimbang. Partai Gerindra yang merupakan suara terbanyak kedua di DPR RI, sangat strategis untuk dijadikan kawan bertarung melawan gesekan-gesekan itu termasuk dalam mengawal periode Jokowi jilid II.

Dari gesture dan gerak-gerik Megawati akhir-akhir ini - sejak pertemuan Prabowo-Jokowi di MRT - menunjukan bahwa Prabowo memang sangat penting dijadikan partner, meskipun begitu jelas dan kerasnya sinyal ketidaksetujuan partai-partai pendukung koalisi Jokowi-Ma'ruf.  

Memporak-Porandakan Benteng 'Musuh'

Hubungan yang begitu erat atau sinyal penerimaan Prabowo oleh PDI P, semakin jelas ketika hadirnya sang ketua Gerindra dalam kongres PDI P di Bali atas undangan spesial Megawati. Kedatangannya pun disambut meriah dan tepuk tangan oleh kader-kader PDI P atas arahan dari Megawati. Bahkan diberikan posisi duduk (kursi) di barisan utama bersama Megawati, Jokowi, Ma'ruf Amin dan Jusuf Kalla. Di kursi yang berbeda dan lebih jauh dari kursi Megawati, duduk para petinggi Parpol pengusung Jokowi-Ma'ruf.

(Prabowo, Megawati dan Puan Maharani)
(Prabowo, Megawati dan Puan Maharani)
Terlihat bahwa ada perlakuan spesial untuk Prabowo bahkan dibanding ketua-ketua Partai politik lain tersebut. Perlakuan berbeda itu juga dapat dilihat dalam sambutan Megawati dan Jokowi, kader PDI P sekaligus Presiden terpilih untuk periode kedua. Nama Prabowo disebut beberapa kali yang juga disertai gemuruh dari kader PDI P di dalam arena kongres yang mewakili berbagai daerah di Indonesia.

Dengan gaya khasnya, Prabowo pun menyambutnya dengan berdiri sembari hormat ala militer. "Tiki-taka" yang pas. Jika mengamati lebih lanjut lagi, banyak diksi-diksi yang menjelaskan betapa Prabowo sangat diterimah oleh Megawati dan PDI P.

Pemilihan tema kongres pun cukup tendensius. "Solid Bergerak Untuk Indonesia Raya". Frase "Indonesia Raya" ini agak sulit untuk dilepaskan dari Gerakan "Indonesia Raya" (Gerindra). Sekali lagi dalam politik tidak ada yang kebetulan. Adapun ada, itu sangat kecil. Apalagi kongres telah dirancang sejak jauh hari, tidak dikerjakan dalam sehari. Penentuan tema juga selalu disesuaikan dengan konteks dan pesan-pesan tertentu. Atau tema selalu punya filsofis atau makna yang tersirat.

Yang menarik adalah dalam pidato-pidato sambutan Megawati dan Jokowi yang dibawa dengan candaan dan lelucon. Berkali-kali tawaan terdengar, namun banyak gesture dan ekspresi Ketua Nasdem Surya Paloh, seperti yang terlihat di kamera, tidak begitu merespon dengan antusias bahkan terkesan datar. Ini indikasi semakin jelas bahwa gesekan dalam koalisi itu ada. Dan menerima Prabowo dalam koalisi adalah hal yang tidak diinginkan olehnya, kemungkinan besar juga Partai-partai anggota koalisi lain.

Terlebih lagi, ketika Megawati dan Jokowi menyampaikan  dengan tegas bahwa mentri PDI P harus lebih banyak. Kenapa ada penegasan seperti ini? Tentu karena ada keinginan dari partai koalisi lain untuk mengurangi jatah yang akan berdampak pada peran PDI P dalam mengawal pemerintahan Jokowi-Ma'ruf nanti.

Karena tidak bisa dimungkiri, pos kementrian atau posisi penting lainnya bagi Partai Politik bukanlah untuk kepentingan jangka pendek. Melainkan, pertarungan untuk mengambil peran dalam pemerintahan yang ujung-ujungnya akan diproyeksikan untuk pertarungan Pemilihan Umum 2024 dan dalam jangka pendek adalah Pilkada serentak 2020 tahun depan.

Setidaknya sejauh ini dapat terlihat kalau Prabowo berhasil masuk dalam inti benteng 'musuh' yang barusan mengalahkannya. Dia berhasil melakukan infiltrasi. Dan kekuatannya ternyata dibutuhkan oleh salah satu elemen dalam barisan "musuhnya" yakni PDI P. Tak pelak, goncangan dalam barisan tersebut cukup terasa. Terlihat jelas ada element dalam barisan yang tidak ingin menerima Prabowo yang merupakan musuh sengit mereka dalam perang Pilpres yang baru saja usai.

Inilah permainan dalam politik yang terus berdinamika. Kalah bisa menjadi pemenang dengan cara lain ataupun sebaliknya. Musuh bisa menjadi kawan dan juga sebaliknya. Kepentinganlah yang menyatukan semua. Semoga kepentingan itu hanya untuk  kemanusiaan dan rakyat pada umumnya. Wait and See, semua masih akan berubah.

~Makassar, 9 Agustus 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun